TUGAS
ILMU
SOSIAL BUDAYA DASAR
“TRADISI
NUSA TENGGARA BARAT”
Disusun Oleh :
Kelompok 3 (B13.2)
1.
Yunian sari (16140200)
2.
Yusti Astri Delita
(161402)
3.
Eka Putri Ayu (16140198)
4.
Reka Tri Wahyuni
(161402)
5.
Pratiwi Atmanegara
6.
Nur Fitriani
7.
PRODI
DIV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
RESPATI YOGYAKARTA
TA
2016/2017
1. KIRI LOKO (Nuju Bulan)
Tradisi Kiri
Loko dilakukan saat usia kandungan memasuki bulan ketujuh. Di
usia itu, bayi dalam kandungan calon ibu telah utuh menjadi seorang manusia
yang tengah berkembang semakin matang dan siap untuk dilahirkan pada saatnya
tiba. Dalam prosesi Kiri Loko, terdapat sekali simbol dan makna
kehidupan pada setiap tahapan prosesnya. Mulai dari kain tujuh lapis yang
diatasnya daun pisang termuda dan kain putih yang dipakai sebagai alasa tidur
oleh ibu hamil selama proses berlangsung. Tujuh lapis kain ini melambangkan
bahwa kehidupan manusia itu betapa tinggi nilainya serupa tujuh lapis langit
dan bumi yang kerap diumpamakan terhadap alam semesta ini. Kain putih sebagai
pelapis atas tujuh kain tersebut, sebagai simbol bahwa manusia lahir dalam
keadaan putih dan bersih dari segala dosa.
.Nama Tradisi
|
KIA
|
Tujuan
|
KIRI
LOKO
Nuju Bulan
|
KEHAMILAN
|
Memberikan kekuatan dan semangat kepada
calon ibu yang baru pertama kali akan mengalami proses luar biasa dalam
hidupnya, yaitu melahirkan.
|
Urutan Tahap-Tahap Tradisi :
Diawali dengan do’a
bersama oleh para ibu memohon kepada Allah SWT agar sang ibu bersama bayi dalam
kandungan selalu dalam keadaan sehat wal afiat. Karena itu upacara ini
dinamakan upacara Salama Loko atau selamatan Perut.
Seusai berdo’a, maka Sando Nggana menggelar tujuh lapis sarung,
kemudian ditutupi dengan kain putih. Pada setiap lapis sarung disimpan uang
perak dan beras kuning. Tujuh lapis sarung sebagai simbol tujuh lapis langit
dan tujuh lapis tanah tempat manusia hdup di dunia. Tujuh lapis sarung juga
mengandung makna bahwa manusia akan mengalami kehidupan dalam tujuh tahap yaitu
masa dalam kandungan, masa bayi, masa anak–anak, masa dewasa, masa tua, hidup
di alam kubur dan yang terakhir hidup di alam baqa (akhirat).
Kain putih sebagai simbol keikhlasan seorang ibu dalam mengasuh
dan mendidik putra–putri serta dalam mengemban tugas sebagai seorang istri dan
ibu rumah tangga. Beras kuning adalah lambang kesejahteraan dan kejayaan
keluarga dan uang perak mengandung makna sebagai modal dalam kehidupan.
Pada waktu yang ditentukan diawali bacaan Basmallah diikuti
dengan shalawat, sang ibu tidur di atas hamparan kain putih yang telah
disediakan. Sando Nggana mengoles dan mengurut perut sang ibu dengan sebutir
telur yang telah diminyaki dengan minyak kelapa yang masih baru. Hal ini
dikandung maksud agar sang bayi berada dalam posisi yang normal dan juga
urat–urat perut ibu tidak berkerut. Pengolesan perut dilakukan secara bergilir
oleh Sando Nggana kemudian diikuti oleh para tokoh adat perempuan.
Setelah itu Sando Nggana memandikan sang ibu dengan air dingin
yang dicampur dengan Wunta Mundu (kembang melati), Wunta Kananga (kembang
kenanga) dan wunta jampaka (kembang cempaka). Hal itu dilakukan sebagai simbol
pengharapan seluruh keluarga agar sang ibu bersama sang bayi beserta seluruh
keluarga mampu mengharumkan nama sanak saudara dan keluarga.
Kemudian Sando Nggana bersama para ibu menabur beras kuning ke
hadapan para tamu sambil membagi–bagikan uang sedekah kepada anak–anak yang
sudah menunggu di halaman rumah. Upacara ditutup dengan menikmati bersama
“Mangonco” (Rujak) dan berbagai jenis kue tradisional dengan diakhiri pembacaan
do’a.
Analisis Kebudayaan Yang Berkaitan Dengan
Kebidanan:
Dilihat Dari tujuan
Tradisi ini Yang Begitu baik yaitu Memberikan kekuatan dan semangat kepada
calon ibu yang baru pertama kali akan mengalami proses Melahirkan, Maka Dalam
Pandangan kebidanan ini merupakan Tradisi Yang patut kita pertahankan dan tetap
slalu kita lestarikan akan tetapi Ketika selesai rangkaian acara dari tradisi
ini kita menghawatirkan calon ibu nya
sendri kelelahan sehingga berdampak tidak baik pada janinnya sendiri, dan yang
perlu diperhatikan juga slama proses tradisi ini berlangsung diusahakan calaon
ibu harus slalu berhati hati karenameminimalisisir
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan sebab hampir keseluruhan rangkaian
dari tradisi ini slalu ada campur tangan dari calon ibu.
2. TOSI
WOKE (Memotong Tali Pusar)
Sebuah tradisi yang biasa dilakukan oleh
masyarakat bima pada saat proses klahiran anak mereka. Tradisi ini sama halnya
seperti pemotongan tali pusar paa umumnya akan tetapi yang memebedakannya
masyarakat di pelosok bima dalam memotong tali pusar masih menggunakan bantuan
dari sando atau duku bayi, biasanya dukun bayi masih menggunakan alat sederhana
yang
diambil dari geri o’o (sembilu bambu) yang sudah disterilkan dengan huni
ro afu (kunyit dan kapur sirih).
.Nama Tradisi
|
KIA
|
Tujuan
|
TOSI
WOKE
Memotong Tali Pusar
|
BAYI BARU LAHIR
|
untuk memisahkan bayi dengan ari-arinya.
|
Urutan Tahap-Tahap Tradisi:
Setelah Mempersiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan seperti geri o’o (sembilu bambu) yang sudah disterilkan dengan
huni ro afu (kunyit dan kapur sirih), selanjutnya memotong tali pusar dengan
mengalaskan tangan dibawah tali pusar atau diatas perut bayi.
Ke,udian memisahkan bayi dengan ari-arinya,
proses selanjutnya membersihkan ari-arinya lalu menguburkan di kolong rumah
tinggal atau ada pula yang memasukkan dalam periuk tanah yang baru, setelah
ari-arinya dicampur dengan abu dapur disimpan di atas pohon.
Analisis kebudayaan yang
berkenaan dengan kebidanan:
Secara umum dari tradisi ini banyak dampak
negative yang akan timbul, Hal ini dikarenakan Penggunaan alat pemotong yang
tidak steril dan bisa saja alat pemotong dari bambu tersebut juga tidak begitu
begitu tajam sehingga akan berdampak buruk dan karena ketidak setrilnya juga
bisa menyebabkan kesakitan, Memar, dan infeksi kepada Bayi Bahkan Kematian,
Sehingga tradisi ini sering di larang karena memang meningkatkan angka kematian
Bayi Lebih Banyak lagi.
3.
Wa’a di Oi ( Turun Mandi)
Tradisi Ini biasanya
dilakukan setelah tali pusar bayi kering dan lepas dari badan bayi. bayi tidak boleh di mandikan
lagi di rumah saatnya wa’a di oi (turun mandi) ke sungai atau ke sumber mata
air di luar rumah.
Dalam perjalanan bayi selalu digendong oleh wai
sando dengan memakai kain gendongan yang dibuat dari kain putih (weri), setelah
diberi warna kuning dari kunyit agar steril.
Perlengkapan lain yang diperlukan adalah sebuah
pisau khusus yang mempunyai mata bercabang-cabang disebut piso tawoa. Pada
tiap-tiap mata pisau ditusuki dengan tawoa, huni, soku, ro ncuna (bangle,
kunyit, kencur, dan bawang putih). Pisaunya juga telah dicoret-coret dengan
kapur sirih dan kunyit menjadi belang-belang merah dan putih.
Pisau untuk bayi ini melambangkan bahwa
kehidupan mulai dari bayi hingga dewasa ramu-ramuan itulah yang berfungsi
sebagai obat tradisional, dan sebilah pisau sebagai salah satu alat terpenting
dalam kehidupannya sehari-hari.
.Nama Tradisi
|
KIA
|
Tujuan
|
Wa’a di Oi
Turun Mandi
|
BAYI BARU LAHIR
|
Untuk Membersihan Roh Roh jahat dan
Membersihkan bayi dari kesialan.
|
Urutan Tahap-Tahap Tradisi:
Membawa bayi ke sungai
yang dituju dengan tetap slalu menggendong bayi akan tetapi seseorang yang
menggendong sudah membawa alat dan bahan untuk menangkal roh roh jahat,
kemudian bayi dimandikan disungai sperti biasanya lalu bayi diselimuti oleh
Ibunya, Kemudian bayi dibawa kembali di rumah.
Analisis kebudayaan yang
berkenaan dengan kebidanan:
Tradisi ini
dikhawatirkan akan meningkatkan lebih banyak lagi kasus tentang angka kematian
pada bayi, dikarenakan pada saat memandian bayi baru lahir di sungai,
menyebabkan suhu tubuh bayi menurun seketika apa lagi bayi baru lahir yang belum terbiasa beradaptasi di lingkugan luar
karena biasaya 9 bulan 10 hari dia berada dalam rahim ibunya yang dimana
suhunya lebih hangat.
4. CAFI SARI ( Menyapu Lantai)
Secara
harfiah cafi sari berarti menyapu atau membersihkan lantai. Pengertian cafi
sari menurut adat Bima-Dompu adalah usaha awal dilakukan oleh orang tua agar
sang bayi selalu menjaga kebersihan lahir bathin termasuk kebersihan
lingkungan.
Tidak hanya
itu, makna yang terkandung dalam ritual ini adalah pola hidup bersih dan sehat
mulai dari makanan, minuman, lingkungan, kebersihan badan dan juga niat yang
tulus dalam menjalani kehidupan dunia menuju akhirat.
Bagi keluarga yang mampu, upacara cafi sari dilaksanakan bersamaan dengan
upacara qeqa atau aqiqah. Yaitu upacara yang sesuai dengan ajaran Islam. Yang
menganjurkan orang tua untuk menyembelih seekor kambing yang sehat.
Sebagai tanda syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
.Nama Tradisi
|
KIA
|
Tujuan
|
CAFI SARI
Menyapu Lantai
|
BAYI BARU LAHIR
|
menyampaikan puji syukur kepada
Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya karena sang ibu bersama bayi sudah lahir
dengan selamat. Menurut kepercayaan tradisional pada usia tujuh hari, bayi
akan memasuki kehidupan dunia, dan meninggalkan kehidupan dalam kandungan.
|
Urutan Tahap-Tahap Tradisi:
Mengawali dengan syukran berupa membaca
doa dan sholawat Nabi, Dilanjutka dengan membiarkan kaki bayi menyentuh tanah,
kemudian memotong sedikit Rambut Bayi yang dimana bayi di gendong oleh sang ibu
dan yang melakukan pemotongan rambut adalah sang bapak akan tetai tetap di
damping para bapakbapak yang memang terbiasa sebelumnya, selanjutnya Memberi
nama pada bayi baru menutup acara dengan keluarga menyembelih Kambing an
membagi dagingnya ke para tetangga sebagai
rasa syukur karena anak dan ibu telah melewati masa persalinan.
Analisis kebudayaan yang
berkenaan dengan kebidanan:
Dari tradisi ini tujuannya sangat baik karena
memberikan ksesmpatan kepada keluarga yang baru memperoleh anak membagi
kebahagiaan kepada para keluarga maupun tetangga, akan tetapi dalamt radisi ini
yang perlu di khawatirkan ketika memotong rambut bayi ada kesalahan akibat
ketidak hatian sang bapak, sehingga terjadi hal hal yang membahayakan bayi,
selain itu juga pada saat kaki bayi dibiarkan menginjak tanah di khawatirkan
bayi terkena infeksi bakteri maupun virus, karena factor tanah yang kotor dan
sebagainya.
5. NDOSO (Sunat Perempuan)
Sampai saat ini Sunat
Perempuan pada balita masih di lakukan. Tradisi ini dilakukan masyarakat
perdesaan yang memang masih memegang teguh adat istiadat serta sunah sunah
rasul.
.Nama Tradisi
|
KIA
|
Tujuan
|
NDOSO
Sunat Perempuan
|
BALITA
|
Menegakkan sunah Rasul.
|
Urutan Tahap-Tahap Tradisi:
Mempersiapkan semua alat maupun bahan
yang akan digunakan teruama Loyang besar dan bersih yang dimana sudah disimpan
bantal yang beralas daun Pisang bersih diatasnya, pada saat pemotongan
berlangsung Balita perempuan di biarkan duduk di atas Loyang tersebut.
Analisis kebudayaan yang
berkenaan dengan kebidanan:
Tradisi ini memang sudah dilarang
oleh pemerintah karena dampak negative yang ditimbulkan kepada sang balita
perempuan yaitu akan terjadi infeksi pada alat kelamin balita tersebut karena
alat yang digunakan yang kurang steril dan bisa juga karena kekurang hatian
dari sando atau dukun anak.
6. UPACARA KAPANCA
Tradisi yang dialakukan pada saat anak
memasuki masa pra sekolah, biasaya dilakukan pada malam hari dan pada
pelaksanaanya wajib ada soji atau sesajen yg berupa kue khas daerah bima. Upaca
ini juga diiringi dengan Zikir Kapanca yaitu zikir dan sholawat nabi Yang
dilakukan oleh para laki laki dewasa ataupun tua.
.Nama Tradisi
|
KIA
|
Tujuan
|
UPACARA KAPANCA
|
ANAK -ANAK
|
Untuk Mengusir roh roh jahat dan Mencegah
Agar kelak ketika Remaja sang Anak tidak Bertingkah seperti Orang yang tidak
Waras.
|
Urutan Tahap-Tahap Tradisi:
Dimulai dengan
memandikan anak-anak tersebut, memakai baju khusu utuk upacara kapanca,
kemudian anak akan di biarkan duduk di atas tempat yang disediakan yang di
kelilingi oleh para bapk bapak yang melakukan zikir kapanca, setlah itu baru di
kasi soji atau sesajen kepada sang anak. Dan di akhiri dengan membaca doa.
Analisis kebudayaan yang
berkenaan dengan kebidanan:
Dikhawatirkan sang anak
kelelahan karena mengikut upacara adat yang semalaman sehingga akan mengganggu
kesehatan sang anak itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar