Senin, 24 April 2017

“Kasus Tentang Pelanggaran Kode Etik Kebidanan”




TUGAS
ETIKOLEGAL KEBIDANAN
“Kasus Tentang Pelanggaran Kode Etik Kebidanan”
DOSEN PENGAMPU: Florentina Kusyanti S.ST



Disusun Oleh  :  YUNIAN SARI  
                                              NIM                     :  16140200
                                              KELAS                :  B13.2


PRODI DIV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
TA 2016/2017
KATA PENGANTAR
                                                              
     Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya Saya dapat menyelesaikan makalah tentang KASUS YANG MELANGGAR KODE ETIK KEBIDANAN ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga saya berterima kasih kepada Dosen Etikolegal yang telah memberikan tugas ini kepada Saya.
      Saya sangat berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Kasus yang melnggar kode etik Kebidanan. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang.
      Sekiranya hanya ini yang dapat saya sampaikan, kurang dan lebihnya mohon dimaafkan, akhir kata saya ucapkan Terimakasih.
           



Yogyakarta, 12 Februari 2017
                                                                                             Hormat saya,

                                                                                                           
Penyusun






DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………………………….             
KATAPENGANTAR………………………………………………………            .. …………....           
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….       
   
BAB I   : Pendahuluan
1.1.  Latar Belakang……………………………………………………………………….           
1.2  Tujuan…………………………………………………………………………………           
1.3  Rumusan Masalah…………………………………………………………………….        

BAB II  : Pembahasan
2.1  Pengertian Etik Dan Kode Etik………………………………………………………
2.2  Contoh Kasus pelanggaran kode Etik Bidan………………………………………...
2.3  Analisis Kasus Pelanggaran Kode Etik Bidan……………………………………….
2.4  Peraturan dan Ancaman bagi pelanggar Kode Etik kebidanan………………………

           
BAB III:  Penutup
A. Kesimpulan ……………………………………………………..………......................             B. Saran……………………………………………………………………………………             
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….             







BAB I
PENDAHULUAN


1.1.   Latar Belakang
 Bidan merupakan bentuk profesi yang erat kaitannya dengan etika karena lingkup kegiatan bidan sangat berhubungan erat dengan masyarakat. Karena itu, selain mempunyai pengetahuan dan keterampilan, agar dapat diterima di masyarakat,  bidan juga harus memiliki etika yang baik sebagai pedoman bersikap/ bertindak dalam memberikan suatu pelayanan khususnya pelayanan kebidanan. Agar mempunyai etika yang baik dalam pendidikannya, bidan dididik etika dalam mata kuliah Etika Profesi namun semuanya mata kuliah tidak ada artinya jika peserta didik tidak mempraktekannya dalam kehidupannya di masyarakat.
Pada masyarakat daerah, bidan yang di percaya adalah bidan yang beretika. Hal ini tentu akan sangat menguntungkan, baik bidan yang mempunyai etika yang baik karena akan mudah mendapatkan relasi dengan masyarakat sehingga masyarakat juga akan percaya pada bidan. Etika dalam pelayanan kebidanan merupakan isu utama diberbagai tempat, dimana sering terjadi karena kurang pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan terhadap etika. Pelayanan kebidanan adalah proses yang menyeluruh sehingga membutuhkan bidan yang mampu menyatu dengan ibu dan keluarganya. Bidan harus berpartisipasi dalam memberikan pelayanan kepada ibu sejak konseling pra konsepsi, skrening antenatal, pelayanan intrapartum, perawatan intensif pada neonatal, dan postpartum serta mempersiapkan ibu untuk pilihannya meliputi persalinan di rumah, kelahiran SC,dan sebagainya.
Bidan sebagai pemberi pelayanan harus menjamin pelayanan yang profesional dan akuntabilitas serta aspek legal dalam pelayanan kebidanan. Bidan sebagai praktisi pelayanan harus menjaga perkembangan praktik berdasarkan evidence based (fakta yang ada) sehingga berbagai dimensi etik dan bagaimna kedekatan tentang etika merupakan hal yang penting untuk digali dan dipahami.




1.2  Tujuan
1  Untuk mengetahui pengertian serta maksud dari Etik & Profesi.
2.    Untuk mengetahui contoh kasus yang melanggar Kode Etik Kebidanan.
3.    Untuk Mengetahui Solusi Dari  kasus Pelanggaran Kode Etik Kebidanan

1.3  Rumusan Masalah
1.    Apakah yang dimaksud dengan Etik & Profesi ?        
2.    Apa sajakah contoh kasus yang melanggar Kode Etik Kebidanan ?
3.    Bagaimana solusi penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan kode etik bidan?















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian
Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan apakah benar atau salah dan apakah penyelesaiannya baik atau salah (Jones, 1994). Penyimpangan mempunyai konotasi yang negatif yang berhubungan dengan hukum. Seorang bidan dikatakan profesional bila ia mempunyai etika. Semua profesi kesehatan memiliki etika profesi, namun demikian etika dalam kebidanan mempunyai kekhususan sesuai dengan peran dan fungsinya seorang bidan bertanggung jawab menolong persalinan. Dalam hal ini bidan mempunyai hak untuk mengambil keputusan sendiri yang berhubungan dengan tanggung jawabnya. Untuk melakukan tanggung jawab ini seorang bidan harus mempunyai pengetahuan yang memadai dan harus selalu memperbaharui  ilmunya dan mengerti tentang etika yang berhubungan dengan ibu dan bayi.
Derasnya arus globalisasai yang semakin mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat dunia juga mempengaruhi munculnya masalah atau penyimpangan etik sebagai akibat kemajuan teknologi atau ilmu pengetahuan yang menimbulkan konflik terhadap nilai. Arus kesejagatan ini dapat dibendung, pasti akan mempengaruhi pelayanan kebidanan. Dengan demikian penyimpangan etik mungkin saja akan terjadi juga dalam praktek kebidanan misalnya dalam praktek mandiri, tidak seperti bidan yang bekerja di RS, RB, institusi kesehatan lainnya, bidan praktek mandiri mempunyai tanggung jawab yang lebih besar karena harus mempertanggung  jawabkan sendiri apa yang dilakukan. Dalam hal ini bidan yang praktek mandiri menjadi pekerja yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan etik.

v  Kode Etik Profesi
            Kode etik profesi merupakan suatu pernyataan komprehensif dari profesi yang memberikan tuntunan bagi anggotanya untuk melaksanakan praktek dalam bidang profesinya baik yang berhubungan dengan klien/pasian, keluarga, masyarakat teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri. Namun dikatakan bahwa kode etik tidak dapat lagi dipakai sebagai pegangan satu-satunya dalam menyelesaikan masalah etik. Untuk itu dibutuhkan juga suatu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum. Benar/salah pada penerapan kode etik, ketentuan/nilai moral yang berlaku terpulang kepada profesi.

v  Malpraktek
 Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
1.  Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan.
2.  Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya (negligence)
3.  Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

v  Undang-undang tentang aborsi
            Abortus secara medis adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum jani mampu hidup diluar rahim yaitu sebelum 20 minggu. Aborsi juga berarti penghentian kehamilan setelah tertanamnya ovum yang telah dibuahi dalam rahim sebelum usia janin mencapai 20 minggu.
Macam-macam abortus :
a.   Abortus spontaneous, yang terjadi tanpa disengaja.
b. Abortus provokatus, dilakukan dengan sengaja atau dibuat. Ada dua macam abortus provokartus , yaitu
1. Abortus provaktus therapiticus.
2. Abortus provocatus kriminalis.
                Penguguran kandungan merupakan tindakan pidana kejahatan terhadap kemanusiaan. Tidak ada batas umum kehamilan yang boleh digugurkan.

Dasar hukum abortus adalah sebagai berikut :

A. KUHP BAB XIX 299
1. KHUP pasal 299 ayat 1, ayat 2, ayat 3 Mengambil keuntungan dari pengguguran kandungan sebagai mata pencarian / profesi pidana paling lama 4 tahun atauhaknya untuk melakukan mata pencaraian itu dicabut.
2. KHUP pasal 346  : Mengugurkan atau mematika kandungan atau menyuruh orang lain untuk itu pidana paling lama 4 Tahun.
3. KHUP PASAL 347 : Mengugurkan atau mematika tanpa persetujuan pidana penjara 12 tahun
4. KHUP pasal 348 : Sengaja menggurkan kandungan dengan persetujuan  pidana penjara 5,6tahun
5. KHUP pasal 349 : seorang dokter / bida dan apoteker yang membantu melakukan kejahatan maka pidana tersebut di emban 1/3 dan dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

B. UNDANG-UNDANG KESEHATAN NO. 23 TAHUN 1992
                 1. Pasal 15 ayat 1
                 2. Pasal 15 ayat 2
                 3. Pasal 15 ayat 3
                4. Pasal 80 ayat 1
                5. Pasal 66 ayat 2
                6. Pasal 66 ayat 3










2.2  Contoh Kasus ABORSI
KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi Kediri. Novila Sutiana (21), warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha menggugurkan janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangsang oleh bidan puskesmas.
Peristiwa naas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung seorang bayi hasil hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil hubungan gelap yang dilakukan Novila dan Santoso.
Santoso sendiri sebenarnya sudah menikah dengan Sarti. Namun karena sang istri bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong, Santoso kerap tinggal sendirian di rumahnya. Karena itulah ketika bertemu dengan Novila yang masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso merasa menemukan pengganti istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut menjadi perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan.
Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan untuk menggugurkan janin tersebut atas persetujuan Novila. Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang sehari-hari berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu diambil setelah Santoso mendengar informasi jika bidan Endang kerap menerima jasa pengguguran kandungan dengan cara suntik.
Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan Santoso dan Novila dengan alasan keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000. Kedua pasangan mesum tersebut menyetujui harga yang ditawarkan Endang setelah turun menjadi Rp2.000.000. Hari itu juga, bidan Endang yang diketahui bertugas di salah satu puskesmas di Kediri melakukan aborsi.
Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat penahan rasa nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh Novila. Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan mengalami kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.
"Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah disuntik. Hal itu sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Didit Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008).
Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus mengelurkan darah.
Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas medis di ruang gawat darurat tak sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia pada hari Sabtu pukul 23.00 WIB.
Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi Santoso di rumah sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan aborsi, petugas membekuk Endang di rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya, petugas menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada korban. Saat ini Endang berikut Santoso diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan kematian Novila.
Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri mengaku kaget dengan kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini Novila belum memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku. Akibat perbuatan tersebut, Endang diancam dengan pasal 348 KUHP tentang pembunuhan. Hukuman itu masih diperberat lagi mengingat profesinya sebagai tenaga medis atau bidan. Selain itu, polisi juga menjeratnya dengan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Belum diketahui secara pasti sudah berapa lama Endang membuka praktik aborsi tersebut.


2.3  Analisis Kasus
       Pada kasus di atas dijelaskan  bahwa terjadi suatu aborsi tetapi jenis aborsi illegal. Kasus diatas berawal dari pasangan yang melakukan hubungan gelap (perselingkuhan) yang mengakibatkan si wanita hamil. Pria dan wanita sepakat untuk menggugurkan kandungan yang berumur 3 bulan itu ke bidan. Bidan menyanggupi untuk melakukan aborsi tersebut dengan imbalan Rp 2.000.000,00.
       Semua tenaga kesehatan wajib mengucap sumpah janji ketika lulus dari pendidikan. Salah satu isi sumpah janji tersebut yaitu untuk melaksanakan tugas sabaik-baiknya menurut undang-undang yang berlaku.  Tetapi pada kasus ini bidan E melanggar sumpah tersebut. Bidan dengan sengaja memberikan suntikan oxytocin duradril 1,5 cc yang dicampur dengan cynano balamin. Hal ini mengakibatkan perdarahan hebat pada wanita tersebut dan berakhir dengan kematian.
Kasus aborsi di atas termasuk kasus pidana, karena adanya aduan dari ayah korban yang meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku. Kasus ini mengakibatkan bidan E terjerat pasal 348 KUHP tentang pembunuhan dan melanggar Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 atau pada Undang-undang yang baru yaitu Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009.
Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 bidan E bisa dijerat dengan Pasal 80 dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), sedangkan menurut pembaharuan Undang Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 dijerat dengan pasal 194 dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2.4  Peraturan/Regulasi
      Aborsi menurut pandangan hukum di Indonesia :
a. Menurut KUHP dinyatakan bahwa ibu yang melakukan aborsi, dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi, dan orang yang mendukung terlaksananya aborsi akan mendapat hukuman.
Pasal 348
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2.  Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

b.  Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Pasal 15
1.  Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2.  Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :
v  Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
v  Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;
v  Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya;
v  Pada sarana kesehatan tertentu.
Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
c.  Pembaharuan Undang - Undang Kesehatan yaitu UU No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, dijelaskan pula tentang aborsi.
Pasal 75
1.  Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2.  Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
v  Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
v  Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan;
v  Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
v  Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).






















BAB III
PENUTUP


A.   Kesimpulan
       Malpraktik aborsi yang tidak aman dan ilegal masih banyak dilakukan di sekitar kita, bahkan oleh tenaga kesehatan sekalipun. Sebagai contoh dari kasus di atas, diketahui bahwa seorang bidan dengan sengaja telah melakukan praktik aborsi kepada salah satu pasiennya, dimana bidan itu sadar betul kalau tindakan tersebut adalah bukan kewenangannya. Tindakan aborsi mengandung risiko yang cukup tinggi. Risiko yang mungkin timbul antara lain perdarahan, infeksi pada alat reproduksi, rupture uteri, bahkan bisa sampai terjadi kematian. Pasal-pasal yang mengatur tentang tindakan aborsi pun tidak sedikit, dengan berbagai ancaman hukuman, namun hal ini tidak menyurutkan niat para oknum tenaga kesehatan untuk tetap melakukan praktik aborsi yang ilegal.

B.   Saran
       Semua tenaga kesehatan, baik dokter, bidan ataupun yang lainnya harus memahami betul apa yang menjadi kewenangannya dan apa pula yang bukan menjadi kewenangan dari profesinya. Peraturan perundang-undangan yang telah disusun sedemikian rupa dan diadakan pembaharuan, janganlah hanya dianggap sebagai peraturan tertulis semata, namun harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.










DAFTAR PUSTAKA

Kansil, CST, 1991. Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia; Rineka Cipta; Jakarta
Puji Heni ,Wahyuni, 2009. Etika profesi Kebidanan; Fitramaya; Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar