Senin, 24 April 2017

“TANDA BAHAYA KEHAMILAN LANJUT”



TUGAS
ASUHAN KEBIDANAN  KEHAMILAN
“TANDA BAHAYA KEHAMILAN LANJUT”
Dosen Pembimbing: Githa Andriyani, S.SiT, M.Kes

Disusun Oleh :

       NAMA     :    YUNIAN SARI
                                           NIM         :     16140200
                                KELAS    :    B13.2


PRODI DIV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
TA 2016/2017
TANDA BAHAYA KEHAMILAN LANJUT

1.     Plasenta Previa
A.    Pengertian
 Plasenta previa adalah keadaan letak plasenta yang abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir (pada keadaan normal, plasenta terletak dibagian fundus atau segmen atas uterus).
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat yang abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.

B.     Klasifikasi Plasenta Previa
1.      Plasenta Previa Totalis
jika seluruh pembukaan jalan lahir tertutup jaringan plasenta
2.      Plasenta Previa Parsialis
jika sebagian pembukaan jalan lahir tertutup jaringan plasenta
3.      Plasenta Previa Marginalis
jika tepi plasenta berada tepat pada tepi pembukaan jalan lahir
4.      Plasenta Letak Rendah
jika plasenta terletak pada segmen bawah uterus, tetapi tidak  sampai menutupi pembukaan jalan lahir.






C.    Etiologi
1.     Umur dan paritas
v  pada primigravida, umur >35 tahun lebih sering dari pada umur <25 tahun
v  lebih sering pada paritas tinggi dari pada paritas rendah.
2.      Hipoplasia endometrium: bila kawin dan hamil pada umur muda
3.      Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase dan manual plasenta
4.      Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi
5.      Tumor-tumor seperti mioma uteri, polip endometrium
6.      Kadang-kadang pada malnutrisi.

D.    Tanda dan gejala plasenta previa
1.     Perdarahan per vaginam, warna merah segar
2.     Bagian terbawah janin belum masuk panggul
3.     Adanya kelainan letak janin
4.     Tidak disertai gejala nyeri (tanda khas plasenta previa)
5.     Pada pemeriksaan jalan lahir teraba jaringan plasenta (lunak)
6.     Dapat disertai gawat janin sampai kematian janin, tergantung beratnya.

E.    Diagnosa dan Gambaran Klinis Plasenta Previa
1.     Anamnesis
v  perdarahan setelah kehamilan 28 minggu
v  sifat perdarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless) dan berulang (recurrent).
2.     Inspeksi
v  dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, darah beku, dsb.
v  kalau sudah berdarah banyak, maka ibu kelihatan pucat/anemis.
3.     Palpasi abdomen
v  janin yang belum cukup bulan, fundus uteri masih rendah
v  sering dijumpai kesalahan letak janin
v  bagian terbawah janin belum turun
v  dapat dirasakan suatu bantalan di SBR
4.    Pemeriksaan inspekulo
       Dengan memakai speculum secara hati-hati, dilihat dari mana asal perdarahan, apakah dari uterus, kelainan serviks, vaginam, varices pecah, dll
5.     Pemeriksaan radioisotope
v  Plasentogravi jaringan lunak (soft tissue placentografi) oleh Stevenson 1934 yaitu membuat foto dengan sinar rotgen lemah untuk mencoba melokalisir plasenta
v  Citogravi : mula-mula kandung kemih dikosongkan, lalu dimasukkan 40 cc larutan NaCl 12,5%, kepala janin ditekan kearah PAP lalu dibuat foto. Bila jarak kepala dan kandung kemih berselisih lebih dari 1 cm, terdapat kemungkinan plasenta previa.
v  Plasentogravi indirect, yaitu membuat foto seri lateral dan anteroposterior yaitu ibu dalam posisi berdiri atau duduk setengah berdiri
v  Arteiogravi: dengan memasukkan zat kontras ke dalam arteri femoralis. Karena plasenta sangat kaya akan pembuluh darah, maka ia akan banyak menyerap zat kontras ini akan terlihat dalam foto dan juga lokasinya.
v  Amniogravi: dengan memasukkan zat kontras ke dalam rongga amnion, lalu dilihat foto dan dimana terdapat daerah kosong (di luar janin) di dalam rongga rahim
6.     Ultrasonogravi




F.     Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan
1.     bagian terbawah janin tidak terfiksir ke dalam PAP
2.     terjadi kesalahan letak janin
3.     partus prematurus karena adanya rangsangan koagulum darah pada serviks.

G.    Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Partus
1.     letak janin yang tidak normal menyebabkan partus akan menjadi patologik
2.     bila pada plasenta previa lateralis, ketuban pecah dapat terjadi prolaps funikulli
3.     sering dijumpai inersia primer
4.     perdarahan

H.    Komplikasi Plasenta Previa
1.     prolaps tali pusat
2.     prolaps plasenta
3.     plasenta melekat
4.     perdarahan postpartum
5.     infeksi karena perdaraha yang banyak
6.     bayi premature/lahir mati

I.     Penatalaksanaan
1.     Pada perdarahan pertama, prinsipnya, jika usia kehamilan belum optimal, kehamilan masih dapat dipertahankan karena perdarahan pertama umumnya tidak berat dan dapat berhenti dengan sendirinya. Pasien harus dirawat dengan  istirahat baring total dirumah sakit, dengan persiapan transfuse darah dan operasi sewaktu-waktu. Akan tetapi jika pada perdarahan pertama itu telah dilakukan pemeriksaan dalam/ vaginal touch, kemungkinan besar akan terjadi perdarahan yang lebih berat sehingga harus diterminasi


2.    Cara persalinan
Factor-faktor yang menentukan sikap/tindakan persalinan mana yang akan dipilih:
a.    jenis plasenta previa
b.    banyaknya perdarahan
c.    KU ibu
d.   Keadaan janin
e.    Pembukaan jalan lahir
f.    Paritas
g.    Fasilitas rumah sakit

2.      Retensio Plasenta
A.     Pengertian
  Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setangah jam setelah janin lahir(Winkjosastro, 2010 ).
Retensio plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta. (Manuaba (2006:176).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.





v  Jenis-jenis retensio plasenta:       
a.       Plasenta Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
b.      Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
c.       Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
d.      Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan serosa dinding uterus hingga ke peritonium
e.       Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri disebabkan oleh konstriksi ostium uteri. (Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178).

Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual.
Retensio plasenta (Placental Retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (Early Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (Late Postpartum Hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.





B.    Prognosis
        Tergantung penanganan perdarahan.
C.    Etiologi atau Penyebab
 Menurut Wiknjosastro (2007) sebab retensio plasenta dibagi menjadi 2 golongan ialah sebab fungsional dan sebab patologi anatomik.
1.   Sebab fungsional 
a.       His yang kurang kuat (sebab utama)
b.      Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan (contoh : di sudut tuba)
c.       Ukuran plasenta terlalu kecil
d.      Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut.

2.    Sebab patologi anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal)
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a.       Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
b.      Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
c.       Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
d.      Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.







D.   Tanda Dan Gejala
Gejala
Akreta Parsial
Inkarserata
Akreta
Konsistensi uterus
Kenyal
Keras
Cukup
Tinggi fundus
Sepusat
2 jari bawah pusat
Sepusat
Bentuk uterus
Discoid
Agak globuler
Discoid
Perdarahan
Sedang – banyak
Sedang
Sedikit / tidak ada
Tali pusat
Terjulur sebagian
Terjulur
Tidak terjulur
Ostium uteri
Terbuka
Konstriksi
Terbuka
Pelepasan plasenta
Lepas sebagian
Sudah lepas
Melekat seluruhnya
Syok
Sering
Jarang
Jarang sekali, kecuali akibat inversion oleh tarikan kuat pada tali pusat

E.    Akibat
 Dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi
placenta inkarserata, dapat terjadi polip placenta dan terjadi degenarasi ganas koriokarsinoma.




3.      Preeklampsia Ringan
A.     Pengertian Preeklamsi Ringan
  Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa (Ilmu kebidanan, 2008).
Preeklamsi adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari hipertensi, proteinuria dan edema, ibu tersebut tidak menunjukan tanda- tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (Muchtar R., 1998).
Preeklamsi ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak UI Jakarta, 1998).

B.   Etiologi
Penyebab preeklamsi dan eklamsi secara pasti belum di ketahui. Teori yang banyak di kemukakan sebagai penyebabnya adalah iskemia plasenta atau kurangnya sirkulasi O2 ke plasenta.
       Faktor predisposisi atau terjadinya preeklamsia dan eklampsia, antara   lain:
1.    Usia ekstrim ( 35 th)
Resiko terjadinya Preeklampsia meningkat seiring dengan peningkatan usia (peningkatan resiko 1,3 per 5 tahun peningkatan usia) dan dengan interval antar kehamilan (1,5 per 5 tahun interval antara kehamilan pertama dan kedua). Resiko terjadinya Preeklampsia pada wanita usia belasan terutama adalah karena lebih singkatnya. Sedang pada wanita usia lanjut terutama karena makin tua usia makin berkurang kemampuannya dalam mengatasi terjadinya respon inflamasi sistemik dan stress regangan hemodinamik.


2.    Riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya memberikan resiko sebesar 13,1 % untuk terjadinya Preeklampsia pada kehamilan kedua dengan partner yang sama.
3.     Riwayat keluarga yang mengalami Preeklampsia
eklampsia dan Preeklampsia memiliki kecenderungan untuk diturunkan secara familial.

4.     Penyakit yang mendasari yaitu:
a.       Hipertensi kronis dan penyakit ginjal
b.      Obesitas,resistensi insulin dan diabetes
c.       Gangguan thrombofilik
d.      Faktor eksogen: Merokok, Stress, tekanan psikososial yang berhubungan dengan pekerjaan, latihan fisik,Infeksi saluran kemih.

C.    Klasifikasi  Preeklamsi Meliputi:
1.     Preeklamsi ringan
Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mm Hg dengan interval pemeriksaan 6 Jam dan diastoliknya 90-110 mm Hg 2 pengukuran berjarak 4 jam dan tanda lain proteinuria ++

2.     Preeklamsi Berat
Tekanan diastoliknya > 110 mmHg  pada kehamilan > 20 minggu dan tanda lain proteinuria +++, oliguria, pandangan kabur nyeri abdoment dan edema paru.

3.     Eklamsi
Kejang, tekanan diastolik > 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu proteinuria > ++ , koma dan gejalanya sama denga preeklamsi berat

D.   Patofisiologi
Pre-eklamsi ringan jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh karena   itu, sebagian besar pemeriksaaan anatomik patologik berasal dari penderita eklampsi yang meninggal. Pada penyelidikan akhir-akhir ini dengan biopsi hati dan ginjal ternyata bahwa perubahan anatomi-patologik pada alat-alat itu pada pre-eklamsi tidak banyak berbeda dari pada ditemukakan pada eklamsi. Perlu dikemukakan disini bahwa tidak ada perubahan histopatologik khas pada pre-eklamsi dan eklamsi. Perdarahan, infark, nerkosis ditemukan dalam berbagai alat tubuh.

E.     Gambaran klinik preeklamsi
1.     Gejala subjektif
 Pada Preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri  di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah karena perdarahan subkapsuer spasme areriol. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada Preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.

2.    Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg dan diastolic 15 mmHg atautekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan darah pada Preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, perdarahan otak.




F.     Pengobatan untuk preeklamsia ringan
1.     Istirahat total ( bed-rest )
Menyarankan untuk berbaring pada sisi kiri saat beristirahat.halini akan meningkatkan aliran darah dan mengurangi beban pembuluh darah besar.
2.    Pemeriksaan hamil
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ketempat pemeriksaan dan sering melakukan pemeriksaan sebelum kelahiran. Tujuan kunjungan adalah deteksi dini sehingga tidak perlu dirawat dan kondisi ibu-anak baik pada akhirnya.
c.     Mengurangi makan garam apabila berat badan bertambah atau edema.
d.     Minum 8 gelas air per hari
e.     Mencegah kenaikan peningkatan tekanan darah (berlanjut menjadi pre eklampsi berat),dengan memberikan obat Nefidipin 1 tablet sublingual 500 ml grm  Sedativa ringan : Phenobarbital 3 x30mg.

G.   Cara mencegah preeklamsia
Sampai saat ini, tidak ada cara pasti untuk mencegah preeklamsia. Ada faktor-faktor yang dapat penyebab terjadinya tekanan darah tinggi yang dapat dikontrol, ada juga yang tidak. Ikuti instruksi dokter mengenai diet dan olahraga diantaranya:
1.   Gunakan sedikit garam atau sama sekali tanpa garam pada makanan anda
2.    Minum 6-8 gelas air sehari
3.    Jangan banyak makan makanan yang digoreng dan junkfood
4.    Olahraga yang cukup Angkat kaki beberapa kali dalam sehari
5.    Hindari minum alkohol
6.    Hindari minuman yang mengandung kafein Dokter mungkin akan menyarankan untuk minum obat dan makan suplemen tambahan.



4.      Preeklampsia Berat
A.     Pengertian preeklamsia berat
 Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan neurologi.
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih.
Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan.
Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai udema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang di tandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih di sertai proteiuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

B.    Preeklamsi berat
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah konvulsi, mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan persalinan. Persalinan merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat terjadi di atas 36 minggu atau terdapat tanda paru janin sudah matang atau terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi persalinan sebelum usia kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke rumah sakit besar untuk mendapatkan NICU yang baik.
Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk dengan progresif sehingga menyebabkan pemburukan pada ibu dan janin. Oleh karena itu persalinan segera direkomendasikan tanpa memperhatikan usia kehamilan. Persalinan segera diindikasikan bila terdapat gejala impending eklamsi, disfungsi multiorgan, atau gawat janin atau ketika preeklamsi terjadi sesudah usia kehamilan 34 minggu. Pada kehamilan muda, bagaimana pun juga, penundaan terminasi kehamilan dengan pengawasan ketat dilakukan untuk meningkatkan keselamatan neonatal dan menurunkan morbiditas neonatal jangka pendek dan jangka panjang.
Pada 3 penelitian klinis baru-baru ini, penatalaksanaan secara konservatif pada wanita dengan preeklamsi berat yang belum aterm dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas neonatal. Namun, karena hanya 116 wanita yang menjalani terapi konservatif pada penelitian ini dan karena terapi seperti itu mengundang risiko bagi ibu dan janin, penatalaksanaan konservatif hanya dikerjakan pada pusat neonatal kelas 3 dan melaksanakan observasi bagi ibu dan janin. Semua wanita dengan usia kehamilan 40 minggu yang menderita preeklamsi ringan harus memulai persalinan. Pada usia kehamilan 38 minggu, wanita dengan preeklamsi ringan dan keadaan serviks yang sesuai harus diinduksi. Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34 minggu dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin sebaiknya diberi kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu yang menderita preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Jika usia kehamilan < 23 minggu, pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi kehamilan.
Tujuan obyektif utama penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi berat adalah mencegah terjadinya komplikasi serebral seperti ensefalopati dan perdarahan. Ibu hamil harus diberikan magnesium sulfat dalam waktu 24 jam setelah diagnosis dibuat. Tekanan darah dikontrol dengan medikasi dan pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Batasan terapi biasanya bertumpu pada tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih tinggi. Beberapa ahli menganjurkan mulai terapi pada tekanan diastolik 105 mmHg , sedangkan yang lainnya menggunakan batasan tekanan arteri rata-rata > 125 mmHg. Tujuan dari terapi adalah menjaga tekanan arteri rata-rata dibawah 126 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 105 mmHg) dan tekanan diastolik < 105 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 90 mmHg). Terapi inisial pilihan pada wanita dengan preeklamsi berat selama peripartum adalah hidralazin secara IV dosis 5 mg bolus. Dosis tersebut dapat diulangi bila perlu setiap 20 menit sampai total 20 mg. Bila dengan dosis tersebut hidralazin tidak menghasilkan perbaikan yang diinginkan, atau jika ibu mengalami efek samping seperti takikardi, sakit kepala, atau mual, labetalol (20 mg IV) atau nifedipin (10 mg oral) dapat diberikan. Akan tetapi adanya efek fetal distres terhadap terapi dengan hidralazin, beberapa peneliti merekomendasikan penggunaan obat lain dalam terapi preeklamsi berat. Pada 9 penelitian acak yang membandingkan hidralazin dengan obat lain, hanya satu penelitian yang menyebutkan efek samping dan kegagalan terapi lebih sering didapatkan pada hidralazin.
Bila ditemukan masalah setelah persalinan dalam mengontrol hipertensi berat dan jika hidralazin intra vena telah diberikan berulang kali pada awal puerperium, maka regimen obat lain dapat digunakan. Setelah pengukuran tekanan darah mendekati normal, maka pemberian hidralazin dihentikan. Jika hipertensi kembali muncul pada wanita post partum, labetalol oral atau diuretik thiazide dapat diberikan selama masih diperlukan.
Pemberian cairan infus dianjurkan ringer laktat sebanyak 60-125 ml perjam kecuali terdapat kehilangan cairan lewat muntah, diare, diaforesis, atau kehilangan darah selama persalinan. Oliguri merupakan hal yang biasa terjadi pada preeklamsi dan eklamsi dikarenakan pembuluh darah maternal mengalami konstriksi (vasospasme) sehingga pemberian cairan dapat lebih banyak. Pengontrolan perlu dilakukan secara rasional karena pada wanita eklamsi telah ada cairan ekstraselular yang banyak yang tidak terbagi dengan benar antara cairan intravaskular dan ekstravaskular. Infus dengan cairan yang banyak dapat menambah hebat maldistribusi cairan tersebut sehingga meninggikan risiko terjadinya edema pulmonal atau edema otak.
Pada masa lalu, anestesi dengan cara epidural dan spinal dihindarkan pada wanita dengan preeklamsi dan eklamsi. Pertimbangan utama karena adanya hipotensi yang ditimbulkan akibat blokade simpatis. Ada juga pertimbangan lain yaitu pada keamanan janin karena blokade simpatis dapat menimbulkan ipotensi dan menurunkan perfusi plasenta. Ketika teknik analgesi telah mengalami kemajuan beberapa dekade ini, analgesi epidural digunakan untuk memperbaiki vasospasme dan menurunkan tekanan darah pada wanita penderita preeklamsi berat. Selain itu, klinisi yang lebih menyenangi anestesi epidural menyatakan bahwa pada anestesi umum dapat terjadi penigkatan tekanan darah tiba-tiba akibat stimulasi oleh intubasi trakea dan dapat menyebabkan edema pulmonal, edema serebral dan perdarahan intrakranial. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wallace dan kawan-kawan menunjukkan bahwa penggunaan anestesi baik metode anestesi umum maupun regional dapat digunakan pada persalinan dengan cara seksio sesarea pada wanita preeklamsi berat jika langkah-langkah dilakukan dengan pertimbangan yang hati-hati. Walaupun anestesi epidural dapat menurunkan tekanan darah, telah dibuktikan bahwa tidak ada keuntungan signifikan dalam mencegah hipertensi setelah persalinan. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah anestesi epidural aman digunakan selama persalinan pada wanita dengan hipertensi dalam kehamilan, tetapi bukan merupakan terapi terhadap hipertensi.

Indikasi persalinan pada preeklamsi dibagi menjadi 2, yaitu :
a.    Indikasi ibu
v  Usia kehamilan ≥ 38 minggu
v  Hitung trombosit < 100.000 sel/mm3
v  Kerusakan progresif fungsi hepar
v  Kerusakan progresif fungsi ginjal
v  Suspek solusio plasenta
v  Nyeri kepala hebat persisten atau gangguan penglihatan
v  Nyeri epigastrium hebat persisiten, nausea atau muntah



b.    Indikasi janin
v  IUGR berat
v  Hasil tes kesejahteraan janin yang non reassuring
v  Oligohidramnion.

C.    Analisis Preeklampsia Berat
Angka kematian ibu di Kabupaten Kendal dari tahun 2002 adalah 108 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2004 mengalami kenaikan yang cukup tinggi yaitu 162 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini bila dibandingkan dengan angka di Jawa Tengan tahun 2003 masih dibawahnya yaitu 248 per 100.000 kelahiran hidup. Dari angka kematian tersebut salah satunya adalah dikarenakan pre-eklamsi berat. analitik dengan menggunakan case-control study dengan pendekatan retrospektif. Sebagai Populasi adalah ibu-ibu primigravida yang melahirkan di RS Dokter Soewondo Kendal. Sampel diambil dengan purposif sampling. Yaitu 49 kasus dan 49 responden sebagai kontrol. Dengan menggunakan analisa Xª diperoleh hasil ada hubungan faktor usia kehamilan ibu, riwayat pre-eklapsia sebelumnya, riwayat penyakti ginjal dan hipertensi dengan kejadian pre-eklamsia berat selain itu ada hubungan yang significan antara kepatuhan ibu hamil primigravida dalam melaksanakan nasehat yang diberikan oleh tenaga kesehatan dengan kejadian Pre-Eklampsia Berat.
Dengan melihat data dan fakta yang ada, seperti kasus kehamilan / persalinan eklampsia di Rumah Sakit yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan kasus kehamilan/persalinan yang lain, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian pre-eklampsia/ eklampsia di RS Dr. H. Soewondo Kendal.
Angka kematian ibu di Kabupaten Kendal dari tahun 2002 adalah 108 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2004 mengalami kenaikan yang cukup tinggi yaitu 162 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini bila dibandingkan dengan angka di Jawa Tengan tahun 2003 masih dibawahnya yaitu 248 per 100.000 kelahiran hidup. Dari angka kematian tersebut salah satunya adalah dikarenakan pre-eklamsi berat.
Beberapa kasus memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang kehamilan. Pada stadium akhir yang disebut eklampsia, pasien akan mengalami kejang. Jika eklampsia tidak ditangani secara cepat akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak.
Dari hasil pendataan di RS Soewondo Kendal tahun 2005 jumlah pasien persalinan sebanyak 773 orang dengan kasus tertinggi adalah pre-eklamsi sebanyak 58 orang, perdarahan post partum 44 orang, abortus iminen 12 orang, abortus incomplitus 53 orang dan retensio placenta sebanyak 32 orang, sedangkan kematian sebanyak 4 orang diantaranya disebabkan oleh eklampsia.

A.   Gejala-gejala
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila peningkatan tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester pertama atau kedua awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita hipertensi kronik. Tetapi bila tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga, mungkin penderita menderita preeklampsia.
Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mm Hg, atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mm Hg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mm Hg atau lebih atau dengan kenaikan 20 mm Hg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnose.
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta penbengkakan pada kaki, jari-jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka. Edema pretibial yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti untuk penentuan diagnosa preeklampsia.
Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali atau 3 kg dalam dalam sebulan pre-eklampsia harus dicurigai Atau bila terjadi pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap minggu pada akhir kehamilan mungkin merupakan tanda preeklampsia. Tambah berat yang sekonyongkonyong ini disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian nampak oedema nampak dan edema tidak hilang dengan istirahat. Hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklampsia. Disamping adanya gejala yang nampak diatas pada keadaan yang lebih lanjut timbul gejala-gejala subyektif yang membawa pasien ke dokter.

Gejala subyektif tersebut ialah:
Sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedema otak, sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau edema, atau sakit kerena perubahan pada lambung, gangguan penglihatan: Penglihatan menjadi kabur malahan kadang-kadang pasien buta. Gangguan ini disebabkan vasospasmus, edema atau ablatio retinae. Perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoscop.

B.    Faktor-faktor yang mempengaruhi
1.     Faktor predosposisi
Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami pre-eklampsia biala mempunyai faktor-faktor predisposing adalah primigravida, Kehamilan ganda, Usia < 20 atau > 35 th, Riwayat pre-eklampsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya, Riwayat dalam keluarga pernah menderita pre-eklampsia, penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum kehamilan, obesitas.

2.    Faktor usia
Faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya preeklampsia/ eklampsia. Usia wanita remaja pada kehamilan pertama atau nulipara umur belasan tahun dan manita hamil yang berusia diatas 35 tahun. Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada kehamilan, 3 – 8 persen pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan trimester kedua.
Catatan statistik menunjukkan dari seluruh incidence dunia, dari 5%-8% preeklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan olehprimigravidae. Faktor yang mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.

3.    Faktor sosial ekonomi :
Meskipun Chesley (1974) tidak sependapat, beberapa ahli menyimpulkan bahwa wanita dengan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik akan lebih jarang menderita preeklampsia, bahkan setelah faktor ras turut dipertimbangkan. Tanpa mempedulikan hal tersebut, preeklampsia yang diderita oleh wanita dari kelaruga mampu tetap saja bisa menjadi berat dan membahayakan nyawa seperti halnya eklampsia yang diderita wanita remaja di daerah kumuh. Status sosial mempunyai risiko yang sama, tetapi kelompok masyarakat yang miskin biasanya tidak mampu untuk membiayai perawatan kesehatan sebagai mana mestinya. Bahkan orang miskin tidak percaya dan tidak mau menggunakan fasilitas pelayanan medis walupun tersedia.

4.    Faktor genetika
Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia eklampsia Atau mempunyai riwayat pre-eklampsia/eklampsia dalam keluarga.

5.    Faktor ras dan genetik
  merupakan unsur yang penting karena mendukung insiden hipertensi kronis uang mendasari. Kehamilan pada 5.622 nulipara yang melahirkan di Rumah Sakit Parkland dalam tahun 1986, dan 18% wanita kulit putih, 20% wanita Hispanik serta 22% wanita kulit hitam menderita hipertensi yang memperberat kehamilan (Cuningham dan Leveno, 1997). Separuh lebih dari multipara dengan hipertensi juga mendrita proteinuria dan karena menderita superimposed preeclampsia.

6.     Riwayat hipertensi, kegemukan dan stres.
Salah satu faktor predisposi terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia adalah adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya, atau hipertensi esensial. Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka makin gemuk seorang makin banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga dapat menyumbangkan terjadinya preeklampsia.

Dari hasil penelitian dapat disimpulah sebagai berikut:
a.       Tidak ada hubungan antara status bekerja dengan tidak bekerja untuk kejadian pre-eklamsia berat.
b.      Kehamilan diatas usia 35 tahun sangat memungkinkan terjadi preeklamsia berat di banding kehamilan pada usia 20-35 tahun serta kehamilan dengan usia < 20 tahun.
c.       Tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan kejadian preeklampsia berat.
d.      Ada hubungan antara riwayat pre-eklampsia sebelumnya dengan kejadian kehamilan dengan pre-eklampsia berat.
e.       Ada hubungan antara riwayat penyakit ginjal dan hipertensi dengan kejadian ibu hamil dengan pre-eklampsia berat.
f.       Ada hubungan antara kwalitas pelayanan perawatan kehamilan dengan kejadian Kehamilan dengan Pre-Eklampsia Berat.
g.      Ada hubungan yang significan antara kepatuhan ibu hamil primigravida dalam melaksanakan nasehat yang diberikan oleh tenaga kesehatan dengan kejadian Pre-Eklampsia Berat.


5.      Eklamsia
A.     Pengertian
  Eklampsi dalam bahasa yunani ialah “halilintar” karena serangan kejang-kejang timbul tiba-tiba seperti petir.
  Eklampsi merupakan kondisi lanjutan dari preeklampsi yang tidak teratasi dengan baik. Selain mengalami gejala preeklampsi eklampsi merupakan penyakit akut dengan kejang dan demam dalam wanita hamil dan wanita nifas, disertai dengan hipertensi, odem, protein urine positif, eklampsi juga dapat menyebabkan koma atau bahkan kematian baik sebelum, saat atau setelah melahirkan.

B.     Etiologi Eklampsi
  Tidak ada kehamilan tanpa risiko. Pembagiannya, risiko rendah dan risiko tinggi. Eklampsia merupakan komplikasi yang berat dan mengancam nyawa seseorang. Tanda-tanda serangan eklampsia ada tapi perubahannya sangat cepat dan ditandai dengan adanya kejang. “Sebelum kejang, ada tanda. Misalnya, ketegangan di daerah otot muka. Tetapi, itu terjadi sekian detik sebelum kejang yang sifatnya kaku dan lemas.
Sebagian besar eklampsia adalah lanjutan perburukan, ada yang berat, ada juga yang ringan. Eklampsia merupakan kumpulan gejala, yang utama tekanan darah tinggi dan adanya protein dalam urin. Pada eklampsia ringan, tekanan darah 140/90 s.d. < 160/110 dan kadar protein semikuantitatif positif 2; eklampsia berat, tekanan darah > 160/110 dan kadar protein semikuantitatif lebih dari positif 2. “Lebih dari positif dua berarti kebocoran protein lebih banyak dan itu menunjukkan tingkat kebocoran ginjal lebih parah dibandingkan eklampsia ringan,”
Eklampsia selalu terjadi pada ibu hamil. Kalau terjadi darah tinggi di luar kehamilan, bukan disebut eklampsia tapi hipertensi atau penyakit lain seperti nefrotik syndrom. “Karena, penyebab eklampsia adalah kehamilan itu sendiri,” Jika ibu hamil mengalami darah tinggi sebelum umur kehamilan 20 minggu disebut hipertensi dan kemungkinan ia menderita hipertensi sebelum hamil. Tetapi, kalau mengalami darah tinggi pada usia kehamilan minimal 20 minggu atau lebih, kemungkinan eklampsia,”
Ada teori yang mengatakan, eklampsia disebabkan karena kekurangan nutrisi. Pada kelompok ibu-ibu yang mengalami kekurangan nutrisi, kasus meningkat lebih tinggi. Tetapi lagi-lagi, tidak semua ibu yang kekurangan nutrisi mengalami eklampsia. Bahkan, ada juga ibu-ibu dengan asupan nutrisi memadai, namun mengalami eklampsia.
Kasus eklampsia juga banyak terjadi pada ibu-ibu dengan kehamilan pertama dibandingkan ibu pada kehamilan kedua atau ketiga. Hal itu diduga karena pengaruh sperma. “Masalahnya, sperma dianggap benda asing. Sistem imun ibu bekerja untuk melawannya,” Karena itu, dianjurkan pada pasangan yang baru menikah menunda kehamilan enam bulan atau satu tahun agar tubuh ibu mengenal sperma ayah. “Selain itu kan ada manfaat lain, bisa saling mengenal kepribadian, membangun kebersamaan, dan mempersiapkan finansial keluarga yang baik lebih dulu,”
Selain itu, banyak kasus preeklampsia terjadi pada wanita berusia muda dan hamil pada usia terlalu tua. Misalnya, hamil di bawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun. Pada usai muda, sistem imun tubuh belum bagus, sedangkan pada usia terlalu tua, penyakit mulai muncul seperti pembuluh darah mulai menyempit, kelainan metabolik, diabetes, gangguan ginjal, hipertensi. “Ini menyebabkan risiko pada ibu dan janin. Eklampsia sangat membahayakan’’
Eklampsia bisa dicegah. Peluang terjadinya eklampsia meningkat pada orang yang memunyai kelainan pembuluh darah menetap, punya penyakit hipertensi kronis, penyakit diabetes, kelainan pada ginjal, penyakit trombopili, atau pada kehamilan kembar dan kehamilan anggur. “Karena ari-ari pada bayi kembar akan lebih besar daripada kehamilan tunggal. Makin besar plasenta, makin besar peluang akar-akar plasenta rusak,”
Meski demikian, pasien yang tidak memunyai riwayat ini juga bisa mengalami eklampsia. “Kita tak pernah tahu seseorang mengalami suatu kelainan atau tidak jika mereka tidak pernah memeriksakan diri sebelumnya. Yang penting, siapkan kondisi ibu baik fisik, mental, sosial dan ekonomi, edukasi yang baik, pengetahuan yang cukup sehingga melalui kehamilan dengan baik,” katanya menganjurkan. Jika mengalami eklampsia, segera ditangani dengan benar agar dapat memberikan proses penyembuhan yang lebih baik.

C.   Klasifikasi dan Macam-macam Eklampsi       
KlasifikasiMenurut saat terjadinya eklampsia kita mengenal istilah:
1)      Eklampsia ante partum ialah eklampsi yang terjadi sebelum persalinan (paling sering setelah 20 minggu kehamilan)
2)      Eklampsia intrapartum ialah eklampsia sewaktu persalinan.
3)      Eklampsia postpartum, eklampsia setelah persalinan.

D.    Tanda dan Gejala Eklampsi.
1.     Gejala klinis Eklamsi adalah sebagai berikut:
v  Terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih
v  Terdapat tanda-tanda pre eklamsi ( hipertensi, edema, proteinuri, sakit kepala yang berat, penglihatan kabur, nyeri ulu hati, kegelisahan atu hiperefleksi)
v  Kejang-kejang atau koma
2.     Kejang dalam eklamsi ada 4 tingkat, meliputi:
a.       Tingkat awal atau aura (invasi). Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong) kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar kekanan dan kekiri.
b.      Stadium kejang tonik         
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku tangan menggenggam dan kaki membengkok kedalam, pernafasan berhenti muka mulai kelihatan sianosis, lodah dapat trgigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.


c.       Stadium kejang klonik       
Semua otot berkontraksi dan berulang ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik mafas seperti mendengkur.
d.      Stadium koma        
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma.

E.    Komplikasi.
Pada  Ibu:
1.    CVA ( Cerebro Vascular Accident )
2.    Edema paru
3.    Gagal ginjal
4.    Gagal hepar
5.    Gangguan fungsi adrenal
6.     DIC ( Dissemined Intrevasculer Coagulopaathy )
7.     Payah jantung.
8.     Lidah tergigit (kejang)
9.     Merangsang persalinan
10.   Gangguan pernafasan.

Pada Anak :
1.     Prematuritas
2.     Gawat janin
3.     IUGR (Intra.Uterine Growth Retardation)
4.     Kematianjanin dalam rahim.
F.     Faktor predisposisi
 Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik, mola hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia dan eklampsia.

G.    Organ-organ yang mengalami perubahan akibat eklampsi.
1.     Otak
 Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.

2.     Plasenta dan rahim.
 Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada penyakit eklampsi sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsangan, sehingga terjadi paertus prematurus.

3.     Ginjal.
 Filtrasi glomelurus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini menyebabakan filtrasi natrium melalui glomelurus menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.

4.     Paru-paru
 Kematian ibu dalam masalah eklampsi lebih sering disebabkan oleh edema paru yang meninbulkan drkompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi pnemonia, atau abses paru.

5.     edema paru :
a.       (Kardio genik) Hipertensi > peningkatan afterload > payah jantung ventrikel kiri > darah kembali ke pulmo > hipertensi pulmo > edema paru.
b.      Nonkardiogenik) sel endotel pembuluh darah kapiler rusak > pengeluaran trobomboksan > hipertensi > permebialaitas kapiler paru turun > edema.

6.     Mata
 Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasem pembuluh darah. Bila terdapat hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya eklampsi atau preeklampsi berat. Pada eklampsi ablasio retina yang disebabkan edema intra-olu;er dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menandakan adanya eklampsi adalah ditemukanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini desebabkan oleh adanya perubahan pembulah darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.

7.     Keseimbangan air dan elektrolit.
 Pada preeklampsii berat dan eklampsi , kadar gula darah naik sementara, asam laktat dan asam organic lainya naik, sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai, zat-zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat kembali pulih normal.
Oleh beberapa penulis atau ahli kadar asam urat dalam darah dipakai untuk menentukan arah preeklamsi menjadi baik atau tidak selesai setelah diberikan penanganan.




H.    Pencegahan
 Mencegah timbulnya eklampsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekai ibu mendapat serangan, maka prognosis akan jauh lebih buruk. Pada umumnya eklampsi dapat dicegah atau frekuensinya dapat diturunkan. Upaya-upaya untuk menurunkannya adalah dengan:
a.       Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklampsi bukanlah suatu penyakit kemasukan (magis), seperti banyak disangka oleh masyarakat awam.
b.      Meningkatkan jumlah poliklinik (balai) pemeriksaan ibu hamil serta mengusahakan agar semua ibu hamil memeriksakan kehamilannya sejak hamil muda.
c.       Pelayanan kebidanan bermutu, yaitu pada tiap-tiap pemeriksaan kehamilan diamati tanda-tansa preeklampsi dan mengobatinya sedini mungkin.

I.      Penatalaksaan
 Tujuan utama pengobatan eklampsi adalah menghentikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengijinkan.
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan penderita eklampsi, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya kejang, penderita dalam ha ini dapat diberi diazepam 20 mg 1 M. selain itu, penderita harus disertai oleh seorang tenaga yang terampil dalam resusitasi dan yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejang.
Tujuan pertama pengobatan eklampsi adalah menghentikan kejangan, mengurangi vasovasmus, dan meningkatkan dieresis. Pertolongan yang perlu diperhatikan jika timbul kejang ialah mempertahankan jalan pernafasan bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan lagi yang selanjutnya.
Prinsip penatalaksanaan :
1.   Penderita eklampsi harus dirawat inap di rumah sakit.
2.   Pengangkutan ke rumah sakit.
Sebelum dikirim, berikan obat penenang untuk mencegah serangan kejang-kejang selama dalam perjalanan, yaitu pethidin 100 mg atau luminal 200 mg atau morfin 10 mg.

3.   Tujuan perawatan di rumah sakit ialah menghentikan konvulsi, mengurangi vasospasme, meningkatkan dieresis, mencegah infeksi, memberikan pengobatan yang cepat dan tepat, serta melakukan terminasi kehamilan setelah 4 jam serangan kejang yang terakhir, dengan tidak memperhitungkan tuanya kehamilan.

4.    Sesampainya di rumah sakit, pertolongan pertama adalah :
a.       Membersihkan dan melapangkan jalan pernapasan.
b.      Menghindarkan lidah tergigit dengan mennberikan tough spatel.
c.       Pemberian oksigen                                      
d.      Pemasangan infuse dektrosa atauglukosa 10%,20%,40%.
e.       Menjaga agar jangan sampai terjadi trauma, serta dipasang kateter tetap(dauer catheter).

5.     Observasi penderita
 Observasi penderita dilakukan di dalam kamar isolasi yang tenag, dengan lampu redup(tidak terang), jauh dari kebisingan dan rangsangan . kemudian dibuat catatan setiap 30 menit berisi tensi, nadi, respirasi, suhu badan. Reflex, dan dieresis. Bila memungkinkan dilakukan funduskopi sekalli sehari. Juga dicatat tingkat kesadaran danjumlah kejang yang terjadi. Pemberiaan cairan disesuaikan dengan jumlah dieresis, pada umumnya 2 liter dalam 24 jam. Kadar protein urin diperiksa dalam 24 jam kuantatif.


6.    Regim-regim pengobatan :
a.       Regim sufas magnesikus.
     Kegunaan MgSOadalah untuk mengurangi kepekaan syaraf pust agar dapat mencegah konvulsi, menurunkan tekanan darah, menambah deuresis, kecuali bila ada anuria, dan untuk menurunkan pernafasan yang cepat.
Dosis inisial yang diberikan ialah 8 g dalam larutan 40 % secara IM ; selanjutnya tiap 6 jam 4 g, dengan syarat, refleks patella masih (+), pernafasan 16 / lebih per menit, diuresis harus melebihi 600 ml / hari ; selain IM, sulfas magnesicus dapat diberikan secara intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4 g 40% MgSO4 dalam larutan 10 ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8 g IM dan selalu disediakan kalsium glukonas 1 g dalam 10 ml sebagai antidotum.

b.      Regim sodium pentotal.
     Kerja pentotal sodium adalah untuk menghentikan kejang dengan segera. Obat ini hanya diberikan di rumah sakit, karena cukup berbahaya, dapat menghentikan nafas (apnea). Dosis inisial suntikan intravena perlahan-lahan sodium pentotal 2,5% adalah sebanyak 0,2-0,3 gr. Dengan infus secara tetes (drips) .

c.       Regim valium (diazepam).
     Dengan dosis 40 mg dalam 500 cc glukosa 10% dengan tetesan 30 tetes per menit. Seterusnya diberikan setiap 2 jam 10 mg dalam infuse atau suntikan i.m, sampai tidak ada kejang. Obat ini cukup aman.

d.      Regim litik koktil (lytic cocktail)
            Pethidin (100 mg) + chlorpromazine(50 mg) + promezathin (50 mg), dilarutkan dalam glukosa 5 % 500 ml dan diberikan secara infus IV. Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.
e.       Regim stroganoff
            Lama pengobatan ini adalah 19 jam, cara ini sekarang sudah jarang dipakai.

7.     Pemberian antibiotika
 Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi setiap hari yaitu penisilin prokain 1.2-2,4 juta satuan.
8.     Penanganan obtetrik
Langkah-langkah yang dapat diambil adalah :
a)      Apabila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan pervaginam dipenuhi maka dilakukan persalinan tindakan dengan trauma yang minimal.
b)      Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif langsung dilakukan amniotomi selanjutnya diikuti sesuai dengan kurva dari Friedman, bila ada kemacetan dilakukan seksio sesar.
c)      Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vacuum atau forceps. Bila janin mati dilakukan embriotomi.
d)     Bila serviks masih tertutup dan lancip (pada primi),serta kepala janin masih tinggi atau ada kesan terdapat disproporsi sefalovelvik, atau ada indikasi obstetric lainnya, sebaiknya dilakukan seksio sesarea(bila janin hidup). Anastesi yang dipakai local atau umum dikonsultasikan dengan ahli anestesi.
e)      Selain itu tindakan seksio sesar dikerjakan pada keadaan-keadaan:








6.      Intrauterine Fetal Death
A.     Pengertian
         Intra Uterin Fetal Death (IUFD) adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum terjadi proses persalinan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau BB janin lebih dari 1000 gram. ( Kamus istilah kebidanan).
Kematian janin dalam kandungan adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. KJDK / IUFD sering dijumpai baik pada kehamilan dibawah 20 minggu / sesudah 20 minggu.
IUFD adalah kematian janin dalam intrauteri dengan BB janin 500 gram atau lebih / janin pada umur kehamilan sekurang-kurangnya 20 minggu.
Kematian janin dalam kandungan / IUFD adalah kehamilan yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu dimana janin sudah mencapai ukuran 500 gram atau lebih.
Kehamilan janin dalam rahim (IUFD) adalah kematian janin setelah 20 minggu kehamilan tetapi sebelum permulaan persalinan.

B.    Etiologi
1.        Perdarahan; plasenta previa dan solusio placenta
2.        Pre eklampsi dan eklampsi
3.        Penyakit-penyakit kelainan darah
4.        Penyakit-penyakit infeksi dan penyakit menular
5.        Penyakit-penyakit saluran kencing; bakteriuria, peelonefritis,
6.        glomerulonefritis dan payah ginjal
7.        Penyakit endokrin; diabetes melitus, hipertiroid
8.        Malnutrisi dan sebagainya.




C.     IUFD
1.    Fetal, penyebab 25-40%
a)      Anomali/malformasi kongenital mayor : Neural tube defek, hidrops, hidrosefalus, kelainan jantung congenital
b)      Kelainan kromosom termasuk penyakit bawaan. Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, melalui otopsi bayi. Jarang dilakukan pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan. Selain biayanya mahal, juga sangat berisiko. Karena harus mengambil air ketuban dari plasenta janin sehingga berisiko besar janin terinfeksi, bahkan lahir prematur.
c)      Kelainan kongenital (bawaan) bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-parunya.
d)     Janin yang hiperaktif
Gerakan janin yang berlebihan apalagi hanya pada satu arah saja- bisa mengakibatkan tali pusat yang menghubungkan ibu dengan janin terpelintir. Akibatnya, pembuluh darah yang mengalirkan suplai oksigen maupun nutrisi melalui plasenta ke janin akan tersumbat. Tak hanya itu, tidak menutup kemungkinan tali pusat tersebut bisa membentuk tali simpul yang mengakibatkan janin menjadi sulit bergerak. Hingga saat ini kondisi tali pusat terpelintir atau tersimpul tidak bisa terdeteksi. Sehingga, perlu diwaspadai bilamana ada gejala yang tidak biasa saat hamil.
e)      Infeksi janin oleh bakteri dan virus.



2.    Placental, penyebab 25-35%
a.   Abruption
b.   Kerusakan tali pusat
c.   Infark plasenta
d.   Infeksi plasenta dan selaput ketuban
e.   Intrapartum asphyxia
f.   Plasenta Previa
g.   Twin to twin transfusion S
h.   Chrioamnionitis
i.   Perdarahan janin ke ibu
j.   Solusio plasenta.

3.     Maternal, penyebab 5-10%
a.    Antiphospholipid antibody
b.    DM
c.     Hipertensi
d.    Trauma
e.     Abnormal labor
f.     Sepsis
g.     Acidosis/ Hypoxia
h.     Ruptur uterus
 i.      Postterm pregnancy
 j.      Obat-obat
 k.     Thrombophilia
 l.      Cyanotic heart disease
 m.    Epilepsy
 n.     Anemia berat


o.    Kehamilan lewat waktu (postterm)
            Kehamilan lebih dari 42 minggu. Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan akhir kehamilan melalui USG.

D.     Patofisiologi
  Janin bisa juga mati di dalam kandungan (IUD) karena beberapa factor antara lain gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan,hal tersebut menjadi berbahaya karena suplai makanan yang di konsumsi ibu tidak mencukupi kebutuhan janin. Sehingga pertumbuhan janin terhambat dan dapat mengakibatkan kematian. Begitu pula dengan anemia, karena anemia adalah kejadian kekurangan FE maka jika ibu kekurangan Fe dampak pada janin adalah irefersibel. Kerja organ – organ maupu aliran darah janin tidak seimbang dengan pertumbuh janin ( IUGR).

E.     Patologi
 Janin yang meninggal intra uterin biasanya lahir dalam kondisi maserasi. Kulitnya mengelupas dan terdapat bintik-bintik merah kecoklatan oleh karena absorbsi pigmen darah. Seluruh tubuhnya lemah atau lunak dan tidak bertekstur. Tulang kranialnya sudah longgar dan dapat digerakkan dengan sangat mudah satu dengn yang lainnya. Cairan amnion dan cairan yang ada dalam rongga mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi cepat dan meningkat dalam waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata lain, patologi yang terjadi pada IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut:

a.     Rigor mortis (tegang mati)
        Berlangsung 2 ½ jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.
b.     Stadium maserasi I
         Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin mati.
c.      Stadium maserasi II
          Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Terjadi setelah 48 jam janin mati.
d.      Stadium maserasi III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas dan hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat edema di bawah kulit.

F.      Penegakkan diagnosis
a.      Anamnesis
Ibu tidak merasakan gerakan jnin dalam beberapa hari atau gerakan janin sangat Berkurang. Ibu merasakan perutnya bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan

b.       tidak seperti biasanya.
1.        Ibu belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan.
2.       Penurunan berat badan
3.       Perubahan pada payudara atau nafsu makan
c.       Pemeriksaan Fisik
v  Inspeksi
1.        Tidak kelhiatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus
2.        Penurunan atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu
3.        Terhentinya perubahan payudara
v  Palpasi
    Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan ; tdak teraba gerakan-gerakan janin. Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
v  Auskultasi
    Baik memakai stetoskop monoral maupun doptone tidak akan terdengan denyut jantung janin.

7.      Ruptur Perineum
A.     Pengertian
         Ruptur Perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat. Robekan perineum terjadi pada hampir semua primipara (Winkjosastro,2005).
                  Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum yang biasanya disebabkan oleh trauma saat persalinan (Maemunah, 2005).
                  Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya (Prawirohardjo,2007).

B.      Faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga terjadi robekan
1.    Faktor Predisposisi
Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor janin, dan faktor persalinan pervaginam. Diantara faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai beriut :





a.     Faktor Ibu
v  Paritas
     Menurut panduan Pusdiknakes 2003, paritas adalah jumlah kehamilan yang  mampu menghasilkan janin hidup di luar rahim (lebih dari 28 minggu). Paritas menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya (Oxorn, 2003). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia paritas adalah keadaan kelahiran atau partus. Pada primipara robekan perineum hampir selalu terjadi dan tidak jarang berulang pada persalinan berikutnya (Sarwono, 2005).

v  Meneran
     Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah terjadi. Ibu harus di dukung untuk meneran dengan benar pada saat ia merasakan dorongan dan memang ingin mengejang (Jhonson, 2004). Ibu mungkin merasa dapat meneran secara lebih efektif pada posisi tertentu (JHPIEGO, 2005). Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam memimpin ibu bersalin melakukan meneran untuk mencegah terjadinya ruptur perineum, diantaranya :
1.    Menganjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya selama kontraksi.
2.    Tidak menganjurkan ibu untuk menahan nafas pada saat meneran.
3.    Mungkin ibu akan merasa lebih mudah untuk meneran jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, menarik lutut ke arah ibu, dan menempelkan dagu ke dada.
4.     Menganjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
5.     Tidak melakukan dorongan pada fundus untuk membantu kelahiran bayi. Dorongan ini dapat meningkatkan resiko distosia bahu dan ruptur uteri.
6.     Pencegahan ruptur perineum dapat dilakukan saat bayi dilahirkan terutama saat kelahiran kepala dan bahu.

2.      Faktor Janin
v  Berat Badan Bayi Baru lahir
     Makrosomia adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000 gram (Rayburn, 2001). Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko trauma persalinan melalui vagina seperti distosia bahu, kerusakan fleksus brakialis, patah tulang klavikula, dan kerusakan jaringan lunak pada ibu seperti laserasi jalan lahir dan robekan pada perineum (Rayburn, 2001).

v  Presentasi
     Menurut kamus kedokteran, presentasi adalah letak hubungan sumbu memanjang janin dengan sumbu memanjang panggul ibu (Dorland,1998). Presentasi digunakan untuk menentukan bagian yang ada di bagian bawah rahim yang dijumpai pada palpasi atau pada pemeriksaan dalam.
Macam-macam presentasi dapat dibedakan menjadi presentasi muka, presentasi dahi, dan presentasi bokong.

a.    Presentasi Muka
Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang, sikap extensi sempurna dengan diameter pada waktu masuk panggul atau diameter submento bregmatika sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya adalah bagian antara glabella dan dagu, sedang pada presentasi dahi bagian terendahnya antara glabella dan bregma (Oxorn, 2003). Sekitar 70% presentasi muka adalah dengan dagu di depan dan 30% posisi dagu di belakang.
Keadaan yang menghambat masuknya kepala dalam sikap flexi dapat menjadi penyebab pesentasi muka. Sikap ekstensi memiliki hubungan dengan diproporsi kepala panggul dan merupakan kombinasi yang serius, maka harus diperhitungkan kemungkinan panggul yang kecil atau kepala yang besar. Presentasi muka menyebabkan persalinan lebih lama dibanding presentasi kepala dengan UUK (Ubun-ubun Kecil) di depan, karena muka merupakan pembuka servik yang jelek dan sikap ekstensi kurang menguntungkan.
Penundaan terjadi di pintu atas panggul, tetapi setelah persalinan lebih maju semuanya akan berjalan lancar. Ibu harus bekerja lebih keras, lebih merasakan nyeri, dan menderita lebih banyak laserasi dari pada kedudukan normal. Karena persalinan lebih lama dan rotasi yang sukar akan menyebabkan traumatik pada ibu maupun anaknya.

b.    Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal ini berlawanan dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna. Bagian terendahnya adalah daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan penunjukknya adalah dahi. Diameter bagian terendah adalah diameter verticomentalis sebesar 13,5 cm, merupakan diameter antero posterior kepala janin yang terpanjang (Oxorn, 2003).
Presentasi dahi primer yang terjadi sebelum persalinan mulai jarang dijumpai, kebanyakan adalah skunder yakni terjadi setelah persalinan dimulai. Bersifat sementara dan kemudian kepala fleksi menjadi presentasi belakang kepala atau ekstensi menjadi presentasi muka. Proses lewatnya dahi melalui panggul lebih lambat, lebih berat, dan lebih traumatik pada ibu dibanding dengan presentasi lain. Robekan perineum tidak dapat dihindari dan dapat meluas atas sampai fornices vagina atau rektum, karena besarnya diameter yang harus melewati PBP (Pintu Bawah Panggul).

c.    Presentasi Bokong
Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah dengan penunjuknya adalah sacrum. Berdasarkan posisi janin, presentasi bokong dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu presentasi bokong sempurna, presentasi bokong murni, presentasi bokong kaki, dan presentasi bokong lutut (Oxorn, 2003). Kesulitan pada persalinan bokong adalah terdapat peningkatan resiko maternal.
Manipulasi secara manual pada jalan lahir akan meningkatkan resiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri, khususnya dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau persalinan setelah coming head lewat servik yang belum berdilatasi lengkap, dapat mengakibatkan ruptur uteri, laserasi serviks, ataupun keduanya. Tindakan manipulasi tersebut dapat pula menyebabkan robekan perineum yang lebih dalam (Cunningham, 2005).

3.     Faktor Persalinan Pervaginam
v  Vakum ekstrasi
     Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin dilahirkan dengan ekstrasi menggunakan tekanan negatif dengan alat vacum yang dipasang di kepalanya (Mansjoer, 2002). Waktu yang diperlukan untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik relatif lebih lama daripada forsep (lebih dari 10 menit). Cara ini tidak dapat dipakai untuk melahirkan anak dengan fetal distress (gawat janin). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah robekan pada serviks uteri dan robekan pada vagina dan ruptur perineum. (Oxorn, 2003).

v  Ekstrasi Cunam/Forsep
     Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan cunam yang dipasang di kepala janin (Mansjoer, 2002). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu karena tindakan ekstrasi forsep antara lain ruptur uteri, robekan portio, vagina, ruptur perineum, syok, perdarahan post partum, pecahnya varices vagina (Oxorn, 2003).

v  Embriotomi
     Embriotomi adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan jalan melakukan pengurangan volume atau merubah struktur organ tertentu pada bayi dengan tujuan untuk memberi peluang yang lebih besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi tersebut (Syaifudin, 2002). Komplikasi yang mungkin terjadi atara lain perlukaan vagina, perlukaan vulva, ruptur perineum yang luas bila perforator meleset karena tidak ditekan tegak lurus pada kepala janin atau karena tulang yang terlepas saat sendok tidak dipasang pada muka janin, serta cedera saluran kemih/cerna, atonia uteri dan infeksi ( Mansjoer, 2002).

v  Persalinan Presipitatus
            Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlau kuat, atau pada keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses persalinan yang sangat kuat (Cunningham, 2005). Sehingga sering petugas belum siap untuk menolong persalinan dan ibu mengejan kuat tidak terkontrol, kepala janin terjadi defleksi terlalu cepat. Keadaan ini akan memperbesar kemungkinan ruptur perineum (Mochtar, 1998). Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali.

4.     Faktor Penolong Persalinan
 Penolong persalinan adalah seseorang yang mampu dan berwenang dalam memberikan asuhan persalinan. Pimpinan persalinan yang salah merupakan salah satu penyebab terjadinya ruptur perineum, sehingga sangat diperlukan kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi.





C.    Klasifikasi Ruptur Perineum
Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat ruptur perineum dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :
1.   Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah:
       a.   Mukosa Vagina
       b.   Komisura posterior
       c.    Kulit perineum
2.    Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
       a.    Mukosa Vagina
       b.    Komisura posterior
       c.    Kulit perineum
       d.    Otot perineum
3.    Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
       a.    Sebagaimana ruptur derajat dua
       b.    Otot sfingter ani
4.   Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
       a.    Sebagaimana ruptur derajat tiga
       b.    Dinding depan rectum

D.     Bahaya dan Komplikasi Ruptur Perineum
1.      Perdarahan pada ruptur perineum dapat menjadi hebat khususnya pada ruptur derajat dua dan tiga atau jika ruptur meluas ke samping atau naik ke vulva mengenai clitoris.
2.      Laserasi perineum dapat dengan mudah terkontaminasi feses karena dekat dengan anus. Infeksi juga dapat menjadi sebab luka tidak segera menyatu sehingga timbul jaringan parut.




1.      Kesimpulan
  Bidan harus dapat mendeteksi sedini mungkin terhadap tanda-tanda bahaya pada ibu hamil yang mungkin akan terjadi, karena setiap wanita hamil tersebut beresiko mengalami komplikasi. Yang sudah barang tentu juga memerlukan kerjasama dari para ibu-ibu dan keluarganya, yang dimana jika tanda-tanda bahaya ini tidak dilaporkan atau tidak terdeteksi, dapat mengakibatkan kematian ibu.
Tanda-tanda bahaya yang harus diwaspadai selama kehamilan antara lain:Perdarahan, pervaginam,Sakit kepala yang hebat, Penglihatan kabur,Bengkak pada muka dan tangan,    Keluar cairan pervaginam, Nyeri/ sakit perut yang hebat,Gerakan janin tidak terasa.
Tanda-tanda bahaya pada kehamilan adalah tanda-tanda yang terjadi pada seorang Ibu hamil yang merupakan suatu pertanda telah terjadinya suatu masalah yang serius pada Ibu atau janin yang dikandungnya. Tanda-tanda bahaya ini dapat terjadi pada awal kehamilan (hamil muda) atau pada pertengahan atau pada akhir kehamilan (hamil tua).

2.     Saran
1.      Bagi mahasiswa:
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan pelayanan kebidanan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Bagi petugas kesehatan
Diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang kebidanan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health education untuk mencegah infeksi.



DAFTAR PUSTAKA

Varney. 1997. Varney’s Midwifevery.
Bennet, V.R. Brown, L.K .1993. Myles text book for midwives
Pusdiknakes : WHO: JHPIEGO. 2001. Buku asuhan antenatal.
Saifuddin , Abdul Bari, dkk. 2002. Panduan praktis pela

Tidak ada komentar:

Posting Komentar