Senin, 24 April 2017

PRINSIP PEMENUAN KEBUTUHAN PSIKOSOSIAL DAN RASA NYAMAN



PRINSIP PEMENUAN KEBUTUHAN PSIKOSOSIAL DAN RASA NYAMAN     

A. PENGERTIAN PSIKOSOSIAL
Manusia adalah makhluk biopsikososial yang unik dan menerapkan system terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social, untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal positif.
Hak-hak pasien
Hak pasien merupakan bagian dari hak manusia, mengingat hak merupakan tuntunan secara rasional dalam situasi tertentu. Setiap manusia mempunyai hakunruk dihargai seperti manusia. Beberapa hak pasien dalam kesehatan, adalah sebagai berikut:
1. Hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang adil, memadai, dan berkualitas.
2. Hak untuk diberikan informasi.
3. Hak untuk dilibatkan dalam pembuatan keputusan tentang pengobatan dan perawatan.
4. Hak untuk diberikan informed consent.
5. Hak untuk menolak suatu consent.
6. Hak untuk mengetahui nama dan status kesehatan ang menolong.
7. Hak untuk mempunyai pendapat
8. Hak tnuk diperlakukan secara normal.
9. Hak untuk konfidentialitas memperoleh kerahasiaan termasuk privasi.
10. Hak untuk memilih itegritas tubuh.
11. Hak untuk kompensasi terhadap cdera yang tidak legal.
12. Hak untuk mempertahankan kemuliaan (dignitas).

B. KEBUTUHAN RASA NYAMAN (BEBAS NYERI)
1. Definisi Kebutuhan Rasa Nyaman Dan Definisi Nyeri
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) megungkapkan kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia  seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.

Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo / hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo / hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan wang tidak menyenangkan, bersifat sangat subyektif karena perasaan nt-eri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya pada orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Berikut adalah pendapart beberapa ahli rnengenai pengertian nyeri:
1. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang memengaruhi seseorang yang keberadaanya diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya.
2. Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
3. Artur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
4. Scrumum mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis maupun emosional.

Istilah dalam nyeri
1. Nosiseptor : Serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri 
2. Non-nosiseptor : Serabut syaraf yang biasanya tidak mentransmisikan nyeri
3. System nosiseptif : System yang teribat dalam transmisi dan persepsi terhadap nyeri 
4. Ambang nyeri : Stimulus yang paling kecil yang akan menimbulkan nyeri 
5. Toleransi nyeri : intensitas maksimum/durasi nyeri yang individu ingin untuk dapat ditahan

2. Sifat Nyeri
1. Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi 
2. Nyeri bersifat subyektif dan individual 
3. Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah 
4. Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien 
5. Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya 
6. Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis 
7. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan 
8. Nyeri mengawali ketidakmampuan 
9. Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optimal 

Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:
1. Nyeri bersifat individu 
2. Nyeri tidak menyenangkan 
3. Merupakan suatu kekuatan yang mendominasi 
4. Bersifat tidak berkesudahan

Karakteristik Nyeri (PQRST)
P (pemacu) : faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
Q (quality):seperti apa-> tajam, tumpul, atau tersayat
R (region) : daerah perjalanan nyeri
S (severity/SKALA NYERI) : keparahan / intensitas nyeri
T (time) : lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri

3. Fisiologi Nyeri
Fisiologi nyeri merupakan alur terjadinya nyeri dalam tubuh. Rasa nyeri merupakan sebuah mekanisme yang terjadi dalam tubuh, yang melibatkan fungsi organ tubuh, terutama sistem saraf sebagai reseptor rasa nyeri.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.
Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu:
• Reseptor A delta --- Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.
• Serabut C --- Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.

Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.

Proses Terjadinya Nyeri
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi.
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke sistem saraf pusat.



Tahapan Fisiologi Nyeri
1. Tahap Trasduksi
• Stimulus akan memicu sel yang terkena nyeri utk melepaskan mediator kimia                    (prostaglandin, bradikinin, histamin, dan substansi P) yg mensensitisasi nosiseptor
• Mediator kimia akan berkonversi mjd impuls2 nyeri elektrik
2. Tahap Transmisi
Terdiri atas 3 bagian :
• Nyeri merambat dari serabut saraf perifer (serabut A-delta dan serabut C) ke medula spinalis
• Transmisi nyeri dari medula spinalis ke batang otak dan thalamus melalui jaras spinotalamikus (STT) -> mengenal sifat dan lokasi nyeri
• Impuls nyeri diteruskan ke korteks sensorik motorik, tempat nyeri di persepsikan
3. Tahap Persepsi
• Tahap kesadaran individu akan adanya nyeri
• Memunculkan berbagai strategi perilaku kognitif utk mengurangi kompenen sensorik dan afektif nyeri
4. Tahap Modulasi
• Disebut juga tahap desenden
• Fase ini neuron di batang otak mengirim sinyal2 kembali ke medula spinalis
• Serabut desenden itu melepaskan substansi (opioid, serotonin, dan norepinefrin) yg akan menghambat impuls asenden yg membahayakan di bag dorsal medula spinalis

4. Klasifikasi Nyeri
a. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). (ex: terkena ujung pisau atau gunting)
b. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lebih lama daripada cutaneous. (ex: sprain sendi)
c. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan
b. Berdasarkan penyebab:
a. Fisik. Bisa terjadi karena stimulus fisik (Ex: fraktur femur)
b. Psycogenic. Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (Ex: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya)
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
c. Berdasarkan lama/durasinya
a. Nyeri akut. Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan.
b. Nyeri kronik. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.


d. Berdasarkan lokasi/letak
a. Radiating pain. Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain)
b. Referred pain. Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg diperkirakan berasal dari  jaringan penyebab
c. Intractable pain. Nyeri yg sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
d. Phantom pain. Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang (ex: bagian tubuh yang diamputasi)  atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla spinalis

Nyeri secara esensial dapat dibagi atas dua tipe yaitu nyeri adaptif dan nyeri maladaptif. Nyeri adaptif berperan dalam proses survival dengan melindungi organisme dari cedera atau sebagai petanda adanya proses penyembuhan dari cedera. Nyeri maladaptif terjadi jika ada proses patologis pada sistem saraf atau akibat dari abnormalitas respon sistem saraf. Kondisi ini merupakan suatu penyakit (pain as a disease). 

Pada praktek klinis sehari-hari kita mengenal 4 jenis nyeri: 
1. Nyeri Nosiseptif
Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak menimbulkan kerusakan jaringan. Pada umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi khusus karena perlangsungannya yang singkat. Nyeri ini dapat timbul jika ada stimulus yang cukup kuat sehingga akan menimbulkan kesadaran akan adanya stimulus berbahaya, dan merupakan sensasi fisiologis vital. Intensitas stimulus sebanding dengan intensitas nyeri. Contoh: nyeri pada operasi, nyeri akibat tusukan jarum, dll. 
2. Nyeri Inflamatorik
Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan atau lesi jaringan. Nyeri tipe II ini dapat terjadi akut dan kronik dan pasien dengan tipe nyeri ini, paling banyak datang ke fasilitas kesehatan. Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.
3. Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem saraf perifer (seperti pada neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia, radikulopati lumbal, dll) atau sentral (seperti pada nyeri pasca cedera medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri pada sklerosis multipel).
4. Nyeri Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak ditemukannya abnormalitas perifer dan defisit neurologis. Nyeri disebabkan oleh respon abnormal sistem saraf terutama hipersensitifitas aparatus sensorik. Beberapa kondisi umum memiliki gambaran nyeri tipe ini yaitu fibromialgia, iritable bowel syndrome, beberapa bentuk nyeri dada non-kardiak, dan nyeri kepala tipe tegang. Tidak diketahui mengapa pada nyeri fungsional susunan saraf menunjukkan sensitivitas abnormal atau hiper-responsifitas (Woolf, 2004).

Nyeri nosiseptif dan nyeri inflamatorik termasuk ke dalam nyeri adaptif, artinya proses yang terjadi merupakan upaya tubuh untuk melindungi atau memperbaiki diri dari kerusakan. Nyeri neuropatik dan nyeri fungsional merupakan nyeri maladaptif, artinya proses patologis terjadi pada saraf itu sendiri sehingga impuls nyeri timbul meski tanpa adanya kerusakan jaringan lain. Nyeri ini biasanya kronis atau rekuren, dan hingga saat ini pendekatan terapi farmakologis belum memberikan hasil yang memuaskan (Rowbotham, 2000; Woolf, 2004).

5. Stimulus Nyeri
Seseorang dapat Menoleransi menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, di antaranya:
1. Motorik disebabkan karena
• Gangguan dalam jaringan tubuh
• Tumor, spasme otot
• Sumbatan dalam saluran tubuh
• Trauma dalam jaringan tubuh
2. Thermal (suhu)
• Panas dingin yang ekstrim
3. Kimia
• Spasme otot dan iskemia jaringan

6. Teori Nyeri
Ada 4 teori yang berusaha menjelaskan bagaiman nyeri itu timbul dan terasa, yaitu :
a. Teori spesifik ( Teori Pemisahan)
Teori yang mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk menerima suatu stimulus yang spesifik, yang selanjutnya dihantarkan melalui serabut A delta dan serabut C di perifer dan traktus spinothalamikus di medulla spinalis menuju ke pusat nyeri di thalamus. Teori ini tidak mengemukakan komponen psikologis.. Menurut teori ini rangsangan sakit masuk ke medula spinalis (spinal cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps di daerah posterior. Kemudian naik ke tractus lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhir di korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
b. Teori pola (pattern)
Teori ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola informasi sensoris. Pola aksi potensial yang timbul oleh adanya suatu stimulus timbul pada tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu menimbulkan pola aksi potensial tertentu. Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan merangsang aktivitas sel. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi olch modalitas respons dari reaksi sel.tu. Pola aksi potensial untuk nyeri berbeda dengan pola untuk rasa sentuhan.
c. Teori kontrol gerbang (gate control)
Pada teori ini bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorphin.
• Dikemukanan oleh Melzack dan wall pada tahun 1965
• Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
• Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada pada bagian ujung dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang (gating Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan menimbulkan nyeri.
• Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan di blok ketika pintu gerbang tertutup
• Menutupnya pintu gerbang merupakan dasar terapi mengatasi nyeri
• Berdasarkan teori ini perawat bisa menggunakannya untuk memanage nyeri pasien
• Neuromodulator bisa menutup pintu gerbang dengan cara menghambat pembentukan substansi P.
• Menurut teori ini, tindakan massase diyakini  bisa menutup gerbang nyeri
d. Teori Transmisi dan Inhibisi. 
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-impuls saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmiter yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada scrabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogcn opiate sistem supresif.

7. Masalah-Masalah Pada Kebutuhan Rasa Nyaman (Bebas Nyeri)
Masalah-masalah pada kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri) diartikan sesuai klasifikasi nya. Yaitu: 
a. Nyeri menurut tempat dan sumbernya
• Peripheral pain
• Superficial pain (nyeri permukaan)
• Dreppain (nyeri dalam)
• Defereed ( nyeri alihan)
Nyeri fisik : Nyeri fisik disebabkan karena kerusakan jaringan yang timbul dari stimulasi serabut saraf pada struktur somatik viseral.
Nyeri somatic : Nyeri yang terbatas waktu berlangsungnya kecuali bila diikuti kerusakan jaringan diikuti rasa nyeri pada sigmen spinal lokasi tertentu.
Nyeri Viseral : Nyeri yang sulit ditentukan lokasi nya karena lokasinya dari organ yang sakit ke seluruh tubuh.
Sentral pain/ nyeri sentral thalamik : Nyeri ini terjadi karena perangsangan system saraf pusat,spinal cord,batang otak,dll.
Psyhcogenik pain : Nyeri yang dirasakan tanpa penyebab mekanik, tetapi akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.. Biasanya disebabkan oleh ketegangan otot yang kronis yang terjadi pada klien yang mengalami stress yang lama.
b. Nyeri menurut sifatnya
• Seperti diiris benda tajam
• Seperti ditusuk pisau
• Seperti terbakar
• Seperti diremas-remas
c. Menurut berat dan ringannya
• Nyeri ringan : Nyeri yang intensitasnya ringan
• Nyeri sedang : Nyeri yang intensitasnya menimbulkan reaksi
• Nyeri Berat : Nyeri yang intensitasnya tinggi
d. Menurut waktunya
• Nyeri Kronis
- Berkembang secara progresif selama 6 bulan lebih
- Reaksinya menyebar
- Respon parasimpatis
- Penampilan Depresi dan menarik diri
- Pola serangan tidak jelas.
• Nyeri akut
- Berlangsung singkat kurang dari 6 bulan
- Terelokasi
- Respon system saraf parasimpatis
- Penampilan: Gelisah , cemas
- Pola serangan jelas

Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
a. Usia
b. Lingkungan
c. Keadaan fisik
d. Pengalaman masa lalu
e. Mekanisme penysuaian diri
f. Nilai-nilai budaya
g. Penilaian tingkat nyeri
h. Skala nilai menurut Mc. Gill
0 = tidak Nyeri
1 = Nyeri ringan
2 = Tidak menyenangkan
3 = Nyeri menekan
4 = Sangat Nyeri
5 = Nyeri yang menyiksa
i. Skala penilaian expresi wajah nyeri (whole dan Wrong)
• Skema tubuh (body outline)
• Skala numeric
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Penyebab Rasa Nyeri
a. Trauma
• Trauma mekanik : benturan, gesekan, dll
• Trauma thermis : panas dan dingin
• Trauma Chermis :tersentuh asam/basa kuat
b. Neoplasama
• Neoplasama jinak
• Neoplasma ganas
c. Peradangan : Abses ,pleuritis,dll
d. Gangguan pembuluh darah
e. Trauma psikologis


C.  STATUS EMOSI
Setiap individu mempunyai kebutuhan emosi dasar, termasuk kebutuhan akan cinta, kepercayaan, otonomi, identitas, harga diri, penghargaan dan rasa aman. Schultz (1966) Merangkum kebutuhan tersebut sebagai kebutuhan interpersonal untuk inklusi, control dan afeksi. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, akibatnya dapat berupa perasaan atau prilaku yang tidak diharapkan, seperti ansietas, kemarahan, kesepian dan rasa tidak pasti.

D.  KONSEP DIRI
Konsep diri adalah semua perasaan kepercayaan dan nilai yang diketahui tentang dirinya dan memengaruhi individu dalam bersosialisasi dengan orang lain. Konsep diri berkembang secara bertahap saat bayi molai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain.

Pembentukan konsep diri ini sangat dipengaruhi oleh asuhan orang tua dan lingkungannya.
a.  Komponen konsep diri
1)    Citra diri
adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup presepsi dari pasangan tentang ukuran, bentuk, dan fungsi penampilan tubuh saat ini dan masa lalu.
2)    Ideal diri
Presepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar perilaku. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi.
3)    Harga diri
Harga diri adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan analisis, sejauh mana perilaku memenuhi ideal diri. Jika individu selalu sukses maka cenderung harga dirinya akan tinggi dan jika mengalami kegagalan cenderung harga diri menjadi rendah. Harga diperoleh dari diri sendiri dan orang lain.
4)    Peran diri
Peran diri adalah pola sikap, perilaku nilai yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.
5)    Identitas diri
Identitas diri adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri

1)    Tingkat perkembangan dan kematangan
Perkembangan anak seperti perkembangan menta, perlakuan, dan pertumbuhan anak akan mempengaruhi konsep dirinya.
2)    Budaya
Pada usia anak-anak nilai-nilai akan diadopsi dari orang tuanya, kelompoknya, dan lingkungannya. Orang tua yang bekerja seharian akan membawa anak lebih dekat pada lingkungannya.
3)    Sumber eksternal dan internal
Kekuatan dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri. Pada sumber internal misalnya, orang yang humoris koping individunya lebih efektif. Sumber eksternal misalnya adanya dukungan dari masyarakat dan ekonomi yang kuat.
4)    Pengamatan sukses dan gagal
Ada kecenderungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan konsep diri demikian pula sebaliknya.
5)    Sensor
Stresor dalam kehidupan misalnya perkawinan, pekerjaan baru, ujian dan kekuatan. Jika koping individu tidak ada kuat maka akan menimbulkan depresi, menarik diri, dan kecemasan.
6)    Usia, keadaaan sakit, dan trauma
Usia tua, keadaan sakit akan mempengaruhi persepsi dirinya.

c.    Kriteria kepribadian yang sehat
1)   Citra tubuh positif dan akurat
Kesadaran akan diri berdasar atas observasi mandiri dan perhatian yang sesuai akan kesehatan diri. Termasuk presepsi saat ini dan masa lalu.
2)    Ideal dan realitas
Individu mempunyai ideal diri yang realitas dan mempunyai tujuan hidup  yang dapat dicapai.
3)    Konsep diri yang positif
Konsep diri yang positif menunjukkan bahwa individu akan sesuai dalam hidupnya.
4)    Harga diri tinggi
Seseorang yang akan mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinya sebagai seorang yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama dengan apa yang ia inginkan.
5)    Kepuasan penampilan peran
Individu yang mempunyai kepribadian sehat akan dapat berhubungan dengan orang lain secara intim dan mendapat kepuasan, dapat memercayai dan terbuka pada orang lain serta membina hubungan interdependen.
6)    Identitas jelas
individu merasakan keunikan dirinya yang memberiarahkehidupan dalam mencapai tujuan.
E.  DEFINISI COPING
Strategi  coping merupakan suatu upaya individu untuk menanggulagi stress yang menekan akibat masalah yang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperole rasa aman dalam dirinya sendiri.
Coping yang efektif untuk dilaksanakan adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi. dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya.


JENIS-JENIS KOPING YANG KONSTRUKTIF/SEHAT
KOPING KONSTRUKTIF/MERUSAK
 

1.Penalaran (Reasoning)
Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi berbagai macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternatif yang dianggap paling menguntungkan.
2. Objektifitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan yang tidak berkaitan.
3. Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi.
4. Humor
Yaitu kemampuan untuk melihat segi yang lucu dari persoalan yang sedang dihadapi, sehingga perspektif persoalan tersebut menjadi lebih luas, terang dan tidak dirasa sebagai menekan lagi ketika dihadapi dengan humor.
5. Supresi
Yaitu kemampuan untuk menekan reaksi yang mendadak terhadap situasi yang ada sehingga memberikan cukup waktu untuk lebih menyadari dan memberikan reaksi yang lebih konstruktif.
6. Toleransi terhadap Kedwiartian atau Ambiguitas
Yaitu kemampuan untuk memahami bahwa banyak hal dalam kehidupan yang bersifat tidak jelas dan oleh karenanya perlu memberikan ruang bagi ketidak jelasan tersebut.
7. Empati
Yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari pandangan orang lain. Empati juga mencakup kemampuan untuk menghayati dan merasakan apa yang dihayati dan dirasakan oleh orang lain.


KOPING POSITIF ( SEHAT)

1. Antisipasi
Antisipasi berkaitan dengan kesiapan mental individu untuk menerima suatu perangsang. Ketika individu berhadap dengan konflik-konflik emosional atau pemicu stres baik dari dalam maupun dari luar, dia mampu mengantisipasi akibat-akibat dari konflik atau stres tersebut dengan cara menyediakan alternatif respon atau solusi yang paling sesuai.
2. Afiliasi
Afiliasi berhubungan dengan kebutuhan untuk berhubungan atau bersatu dengan orang lain dan bersahabat dengan mereka. Afiliasi membantu individu pada saat menghadapi konflik baik dari dalam dan luar, dia mampu mencari sumber- sumber dari orang lain untuk mendapatkan dukungan dan pertolongan.
3. Altruisme
Altruisme merupakan salah satu bentuk koping dengan cara mementingkan kepentingan orang lain. Konflik-konflik yang memicu timbulnya stres baik dari dalam maupun dari luar diri dialihkan dengan melakukan pengabdian pada kebutuhan orang lain.
4. Penegasan diri (self assertion)
Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stres dengan cara mengekspresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara lengsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain.
5. Pengamatan diri (Self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspeksi, yaitu individu melakukan pengujian secara objektif proses-proses kesadaran diri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, ciri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam.

F.  HUBUNGAN SOSIAL

Hubungan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses yang asosiatif dan disosiatif. Hubungan sosial asosiatif merupakan hubungan yang bersifat positif, artinya hubungan ini dapat mempererat atau memperkuat jalinan atau solidaritas kelompok. Adapun hubungan sosial disosiatif merupakan hubungan yang bersifat negatif, artinya hubungan ini dapat merenggangkan atau menggoyahkan jalinan atau solidaritas kelompok yang telah terbangun.
Hubungan sosial asosiatif adalah proses interaksi yang cenderung menjalin kesatuan dan meningkatkan solidaritas anggota kelompok. Hubungan sosial asosiatif memiliki bentuk-bentuk berikut ini.

a. Kerja sama
b. Akomodasi; dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau sebagai suatu proses. Sebagai keadaan, akomodasi adalah suatu bentuk keseimbangan dalam interaksi antarindividu atau kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma sosial dan nilai sosial yang berlaku. dan masalah yang terjadi dapat dilakukan.
c. Asimilasi; adalah proses sosial yang timbul apabila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara interaktif dalam jangka waktu lama.
d. Akulturasi; adalah suatu keadaan diterimanya unsur-unsur budaya asing ke dalam kebudayaan sendiri.
2. Bentuk-Bentuk Hubungan Disosiatif
a. Persaingan; adalah suatu proses sosial yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam usahanya mencapai keuntungan tertentu tanpa adanya ancaman atau kekerasan dari para pelaku.
b. Kontravensi; merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dengan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi adalah sikap mental yang tersembunyi terhadap orang atau unsur-unsur budaya kelompok lain.
c. Pertentangan/Perselisihan; adalah suatu proses sosial di mana individu atau kelompok menantang pihak lawan dengan ancaman dan atau kekerasan untuk mencapai suatu tujuan.



G. KONSEP DIRI REMAJA YANG SEHAT.
Menurut Lautel dan Klatell tahun 1991, Konsep diri mempengaruhi kesehatan mental dan bahkan perkembangan kepribadian remaja. Untuk membina konsep diri yang sehat (positif), remaja perlu menilai diri sendiri.
Candles pada tahun 1972 mengemukakan bahwa ramaja yang memiliki penilaian diri sendiri, menapakkan hidup bahagia karena dapat menerima keberadaan dirinya sendiri sebagaimana adanya. Mereka dapat menyadari bahwa mereka bukanlah individu yang sempurna, dan dapat menerima kegagalan dan memahami kegagalan tersebut sebagai jalan untuk sukses, bukan sebagi kebodohan.
Mc Candles mengemukakan konsep  diri remaja sebagai berikut :
1.       Tepat dan sama.
Konsep Diri remaja tepat dan sama dengan kenyataan pada diri remaja tersebut, contohnya adalah remaja merasa dirinya mampu berprestasi di sekolah, kenyataannya memang dia berpretasi di sekolah, atau seorang remaja laki-laki mampu memerankan diri dengan baik dalam penampilan dan tugas serta tanggung jawabnya sebagai seorang lelaki.
2.      Fleksibel.
Konsep Diri remaja yang sehat ditandai oleh fleksibel atau keluwesan remaja dalam menjalankan peran dalam masyarakat. Contohnya sebagai siswa di sekolah tugasnya adalah belajar, sedangkan dirumah tugasnya sebagai seorang kakak mengasuh adik dan membantu keluarga. Remaja ini mudah berubah pendapat, sulit dipercaya dan tidak tegas dalam menentukan jalan hidupnya.
3.      Kontrol diri.
Konsep diri remaja yang sehat mampu mengatur hidupnya sendiri sesuai standar tingkah laku dirinya sendiri, bukan di atur oleh orang lain. Remaja ini mudah menyesuaikan diri dengan standar tingkah laku yang dituntut lingkungan, mudah memotivasi diri untuk mencapai tujuan hidup








H. KONSEP DASAR PERKEMBANGAN KONSEP DIRI
Menurut E.B. Hurlock (dalam Elida Prayitno, 1990) faktor perkambangan-perkembangan konsep diri remaja yaitu bentuk tubuh, cacat tubuh, pakaian, nama dan julukan, inteligensi kecerdasan, taraf aspirasi/cita-cita emosi, jenis atau gengsi sekolah, status sosial, ekonomi keluarga, teman-teman dan tokoh atau orang yang berpengaruh.
 Apabila berbagai faktor itu cenderung menimbulkan perasaan positif (bangga, senang), maka muncul lah konsep diri yang positif. Pada masa kanak-kanak, seseorang biasanya cenderung menganggap benar apa saja yang dikatakan oleh orang lain. Jika seorang anak merasa diterima, dihargai, dicintai, maka anak itu akan menerima, manghargai, dan mencintai dirinya (konsep diri positif). Sebaliknya, jika seseorang yang berpengaruh disekelilingnya (orang tua, guru, orang dewasa lainnya, atau teman-temannya) ternyata meremehkan, merendahkannya, mempermalukan, dan menolaknya, maka pengalaman itu akan disikapi dengan negatif (memunculkan konsep diri negatif).
Remaja memiliki cita-cita yang  tidak realistis akan mengalami kegagalan. Hal ini mengakibatkan remaja memiliki perasaan tidak mampu dan menyalahkan lingkungan diluar dirinya. Sebaliknya remaja memiliki cita-cita realistis, akan memperoleh penghasilan dan ini akan menimbulkan kepercayaan yang akan memberikan konsep diri yang baik.
Teman sebaya mempengaruhi konsep diri remaja dengan dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan bagaimana teman-temannya menilai dirinya. Kedua, remaja berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompoknya. Usaha Guru Untuk Mengembangkan Konsep Diri

   Menuru Mudjiran 2007, usaha guru untuk mengembangkan konsep diri pada siswa nya yaitu:
1. Memberikan penguatan dan menciptakan situasi belajar yang memberi kesempatan bagi siswa memperoleh penguatan.
2. Memberi sokongan dan menciptakan situasi yang menyebabkan keputusan atau kegiatan siswa tersokong dan di setujui.
3. Selalu berfikir positif tentang penampilan, prestasi belajar dan permasalahan siswa.
4. Menciptakan situasi yang memungkinkan siswa merasa sukses melalui pengalaman belajar yang sukses yaitu belajar dengan siswa aktif.
5. Menghargai usaha siswa melebihi hasil, bukan memberikan penghargaan dari apa yang bukan hasil usaha mereka.
6. Berusaha mengembangkan bakat dan keterampilan para siswa, sehingga mereka merasa berguna dan berarti.
7. Suka menyokong dan memberikan penghargaan bukan mencela dan menyalahkan.
8. Tidak suka bahkan tidak ingin memberikan penilaian sebelum siswanya memahami dan menguasai berbagai konsep yang di ajarkan. Hubungan sosial guru dan siswa yang hangat bukan mengkritik, mencela atau menghukum.
9. Lingkungan sekolah membuat program-program penampilan fisik untuk remaja pria dan wanita.
10. Lingkunga sekolah yang menimbulkan perasaan sukses dalam diri setiap siswa dengan berbagai cara.
11. Berfikir positif dalam menilai menapilkan fisik dan psikis siswa.


REFERENSI

Yudianto, Andi. 2008. Perkembangan Psikososial Erikson. 
http://bayoesmartboy.blogspot.com/2008/04/perkembangan-psikososial-erikson.html.

H.Alimul, A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat A. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.
Arwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar