TUGAS
ETIKOLEGAL KEBIDANAN
“Kasus Tentang Pelanggaran Kode Etik Kebidanan”
DOSEN PENGAMPU: Florentina Kusyanti S.ST
Disusun Oleh : YUNIAN SARI
NIM :
16140200
KELAS
:
B13.2
PRODI
DIV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
RESPATI YOGYAKARTA
TA
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya
Saya dapat menyelesaikan makalah tentang KASUS
YANG MELANGGAR KODE ETIK KEBIDANAN ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Dan juga saya berterima kasih kepada Dosen
Etikolegal yang telah memberikan tugas ini kepada Saya.
Saya sangat berharap makalah ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Kasus yang melnggar kode etik
Kebidanan. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa
yang akan datang.
Sekiranya hanya ini yang dapat saya
sampaikan, kurang dan lebihnya mohon dimaafkan, akhir kata saya ucapkan
Terimakasih.
Yogyakarta,
12 Februari 2017
Hormat saya,
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………………….
KATAPENGANTAR……………………………………………………… .. …………....
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………….
BAB I : Pendahuluan
1.1. Latar Belakang……………………………………………………………………….
1.2 Tujuan…………………………………………………………………………………
1.3 Rumusan
Masalah…………………………………………………………………….
BAB II : Pembahasan
2.1 Pengertian Etik Dan Kode
Etik………………………………………………………
2.2 Contoh Kasus pelanggaran
kode Etik Bidan………………………………………...
2.3 Analisis Kasus Pelanggaran
Kode Etik Bidan……………………………………….
2.4 Peraturan dan Ancaman bagi
pelanggar Kode Etik kebidanan………………………
BAB III: Penutup
A. Kesimpulan
……………………………………………………..………...................... B. Saran……………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Bidan merupakan bentuk profesi yang
erat kaitannya dengan etika karena lingkup kegiatan bidan sangat berhubungan
erat dengan masyarakat. Karena itu, selain mempunyai pengetahuan dan
keterampilan, agar dapat diterima di masyarakat, bidan juga harus
memiliki etika yang baik sebagai pedoman bersikap/ bertindak dalam memberikan
suatu pelayanan khususnya pelayanan kebidanan. Agar mempunyai etika yang
baik dalam pendidikannya, bidan dididik etika dalam mata kuliah Etika Profesi
namun semuanya mata kuliah tidak ada artinya jika peserta didik tidak
mempraktekannya dalam kehidupannya di masyarakat.
Pada masyarakat daerah, bidan yang di percaya adalah bidan yang beretika.
Hal ini tentu akan sangat menguntungkan, baik bidan yang mempunyai etika yang
baik karena akan mudah mendapatkan relasi dengan masyarakat sehingga masyarakat
juga akan percaya pada bidan. Etika dalam pelayanan kebidanan merupakan isu
utama diberbagai tempat, dimana sering terjadi karena kurang pemahaman para
praktisi pelayanan kebidanan terhadap etika. Pelayanan kebidanan adalah proses
yang menyeluruh sehingga membutuhkan bidan yang mampu menyatu dengan ibu dan
keluarganya. Bidan harus berpartisipasi dalam memberikan pelayanan kepada ibu
sejak konseling pra konsepsi, skrening antenatal, pelayanan intrapartum,
perawatan intensif pada neonatal, dan postpartum serta mempersiapkan ibu untuk
pilihannya meliputi persalinan di rumah, kelahiran SC,dan sebagainya.
Bidan sebagai pemberi pelayanan harus menjamin pelayanan yang profesional
dan akuntabilitas serta aspek legal dalam pelayanan kebidanan. Bidan sebagai
praktisi pelayanan harus menjaga perkembangan praktik berdasarkan evidence
based (fakta yang ada) sehingga berbagai dimensi etik dan bagaimna kedekatan
tentang etika merupakan hal yang penting untuk digali dan dipahami.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian serta
maksud dari Etik & Profesi.
2.
Untuk mengetahui contoh kasus
yang melanggar Kode Etik Kebidanan.
3.
Untuk Mengetahui Solusi
Dari kasus Pelanggaran Kode Etik
Kebidanan
1.3 Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan Etik & Profesi ?
2. Apa
sajakah contoh kasus yang melanggar Kode
Etik Kebidanan ?
3. Bagaimana
solusi penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan kode etik bidan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Etik merupakan bagian dari filosofi yang
berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan apakah
benar atau salah dan apakah penyelesaiannya baik atau salah (Jones, 1994).
Penyimpangan mempunyai konotasi yang negatif yang berhubungan dengan hukum.
Seorang bidan dikatakan profesional bila ia mempunyai etika. Semua profesi
kesehatan memiliki etika profesi, namun demikian etika dalam kebidanan
mempunyai kekhususan sesuai dengan peran dan fungsinya seorang bidan
bertanggung jawab menolong persalinan. Dalam hal ini bidan mempunyai hak untuk
mengambil keputusan sendiri yang berhubungan dengan tanggung jawabnya. Untuk
melakukan tanggung jawab ini seorang bidan harus mempunyai pengetahuan yang
memadai dan harus selalu memperbaharui ilmunya dan mengerti tentang etika
yang berhubungan dengan ibu dan bayi.
Derasnya arus globalisasai yang semakin mempengaruhi kehidupan sosial
masyarakat dunia juga mempengaruhi munculnya masalah atau penyimpangan etik
sebagai akibat kemajuan teknologi atau ilmu pengetahuan yang menimbulkan
konflik terhadap nilai. Arus kesejagatan ini dapat dibendung, pasti akan
mempengaruhi pelayanan kebidanan. Dengan demikian penyimpangan etik mungkin
saja akan terjadi juga dalam praktek kebidanan misalnya dalam praktek mandiri,
tidak seperti bidan yang bekerja di RS, RB, institusi kesehatan lainnya, bidan
praktek mandiri mempunyai tanggung jawab yang lebih besar karena harus
mempertanggung jawabkan sendiri apa yang dilakukan. Dalam hal ini bidan
yang praktek mandiri menjadi pekerja yang bebas mengontrol dirinya sendiri.
Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya
penyimpangan etik.
v Kode Etik Profesi
Kode etik profesi merupakan suatu pernyataan komprehensif dari profesi yang
memberikan tuntunan bagi anggotanya untuk melaksanakan praktek dalam bidang
profesinya baik yang berhubungan dengan klien/pasian, keluarga, masyarakat
teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri. Namun dikatakan bahwa kode etik
tidak dapat lagi dipakai sebagai pegangan satu-satunya dalam menyelesaikan
masalah etik. Untuk itu dibutuhkan juga suatu pengetahuan yang berhubungan
dengan hukum. Benar/salah pada penerapan kode etik, ketentuan/nilai moral yang
berlaku terpulang kepada profesi.
v Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum
sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai
arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”,
sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun
arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari
seseorang dokter atau bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan
terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”
(Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California,
1956). Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
1. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak
boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan.
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan
atau melalaikan kewajibannya (negligence)
3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
v Undang-undang tentang aborsi
Abortus secara medis adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum jani mampu hidup
diluar rahim yaitu sebelum 20 minggu. Aborsi juga berarti penghentian kehamilan
setelah tertanamnya ovum yang telah dibuahi dalam rahim sebelum usia janin
mencapai 20 minggu.
Macam-macam abortus :
a.
Abortus spontaneous, yang terjadi tanpa disengaja.
b.
Abortus provokatus,
dilakukan dengan sengaja atau dibuat. Ada dua macam abortus provokartus , yaitu
1. Abortus provaktus therapiticus.
2. Abortus provocatus kriminalis.
Penguguran kandungan merupakan
tindakan pidana kejahatan terhadap kemanusiaan. Tidak ada batas umum kehamilan
yang boleh digugurkan.
Dasar hukum abortus adalah
sebagai berikut :
A.
KUHP BAB XIX 299
1.
KHUP pasal 299 ayat 1, ayat 2, ayat 3 Mengambil keuntungan dari pengguguran kandungan sebagai
mata pencarian / profesi pidana paling lama 4 tahun atauhaknya untuk melakukan
mata pencaraian itu dicabut.
2.
KHUP pasal 346
: Mengugurkan atau mematika kandungan atau menyuruh orang lain untuk itu
pidana paling lama 4 Tahun.
3.
KHUP PASAL 347
: Mengugurkan atau mematika tanpa persetujuan pidana penjara 12 tahun
4.
KHUP pasal 348
: Sengaja menggurkan kandungan dengan persetujuan pidana penjara 5,6tahun
5.
KHUP pasal 349
: seorang dokter / bida dan apoteker yang membantu melakukan kejahatan maka
pidana tersebut di emban 1/3 dan dapat dicabut haknya untuk menjalankan
pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
B. UNDANG-UNDANG KESEHATAN NO. 23
TAHUN 1992
1. Pasal 15 ayat 1
2. Pasal 15 ayat 2
3. Pasal 15 ayat 3
4. Pasal 80 ayat 1
5. Pasal 66 ayat 2
6. Pasal 66 ayat 3
2.2 Contoh Kasus ABORSI
KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung
kematian terjadi Kediri. Novila Sutiana (21), warga Dusun Gegeran,
Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah berusaha
menggugurkan janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik
obat perangsang oleh bidan puskesmas.
Peristiwa naas ini bermula ketika
Novila diketahui mengandung seorang bayi hasil hubungannya dengan Santoso (38),
warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung
tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil hubungan gelap yang
dilakukan Novila dan Santoso.
Santoso sendiri sebenarnya sudah
menikah dengan Sarti. Namun karena sang istri bekerja menjadi tenaga kerja
wanita (TKW) di Hongkong, Santoso kerap tinggal sendirian di rumahnya. Karena
itulah ketika bertemu dengan Novila yang masih kerabat bibinya di Ponorogo,
Santoso merasa menemukan pengganti istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut
berlanjut menjadi perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan.
Panik melihat kekasihnya hamil,
Santoso memutuskan untuk menggugurkan janin tersebut atas persetujuan Novila.
Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang sehari-hari
berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu
diambil setelah Santoso mendengar informasi jika bidan Endang kerap menerima jasa
pengguguran kandungan dengan cara suntik.
Pada mulanya Endang sempat menolak
permintaan Santoso dan Novila dengan alasan keamanan. Namun akhirnya dia
menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000. Kedua pasangan mesum
tersebut menyetujui harga yang ditawarkan Endang setelah turun menjadi
Rp2.000.000. Hari itu juga, bidan Endang yang diketahui bertugas di salah satu
puskesmas di Kediri melakukan aborsi.
Metode yang dipergunakan Endang
cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat penahan rasa nyeri Oxytocin Duradril 1,5
cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh Novila.
Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan mengalami
kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.
"Ia (bidan Endang) mengatakan
jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah disuntik. Hal itu sudah pernah
dia lakukan kepada pasien lainnya," terang Kasat Reskrim Polres Kediri AKP
Didit Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008).
Celakanya, hanya berselang dua jam
kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang
dibonceng dengan sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan
pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus
mengelurkan darah.
Warga yang melihat peristiwa itu
langsung melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun karena kondisi korban yang
kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya, petugas medis di ruang
gawat darurat tak sanggup menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia pada hari
Sabtu pukul 23.00 WIB.
Petugas yang mendengar peristiwa itu
langsung menginterogasi Santoso di rumah sakit. Setelah mengantongi alamat
bidan yang melakukan aborsi, petugas membekuk Endang di rumahnya tanpa
perlawanan. Di tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya, petugas menemukan
sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada korban. Saat ini Endang berikut Santoso
diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan kematian Novila.
Lamin (50), ayah Novila yang ditemui
di RSUD Pare Kediri mengaku kaget dengan kehamilan yang dialami anaknya. Sebab
selama ini Novila belum memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta
kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku. Akibat
perbuatan tersebut, Endang diancam dengan pasal 348 KUHP tentang pembunuhan. Hukuman
itu masih diperberat lagi mengingat profesinya sebagai tenaga medis atau bidan.
Selain itu, polisi juga menjeratnya dengan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992.
Belum diketahui secara pasti sudah berapa lama Endang membuka praktik aborsi
tersebut.
2.3 Analisis Kasus
Pada kasus di
atas dijelaskan bahwa terjadi suatu aborsi tetapi jenis aborsi illegal.
Kasus diatas berawal dari pasangan yang melakukan hubungan gelap
(perselingkuhan) yang mengakibatkan si wanita hamil. Pria dan wanita sepakat
untuk menggugurkan kandungan yang berumur 3 bulan itu ke bidan. Bidan
menyanggupi untuk melakukan aborsi tersebut dengan imbalan Rp 2.000.000,00.
Semua tenaga
kesehatan wajib mengucap sumpah janji ketika lulus dari pendidikan. Salah satu
isi sumpah janji tersebut yaitu untuk melaksanakan tugas sabaik-baiknya menurut
undang-undang yang berlaku. Tetapi pada kasus ini bidan E melanggar
sumpah tersebut. Bidan dengan sengaja memberikan suntikan oxytocin duradril 1,5
cc yang dicampur dengan cynano balamin. Hal ini mengakibatkan perdarahan hebat
pada wanita tersebut dan berakhir dengan kematian.
Kasus aborsi di atas termasuk kasus
pidana, karena adanya aduan dari ayah korban yang meminta kepada polisi untuk
mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku. Kasus ini mengakibatkan
bidan E terjerat pasal 348 KUHP tentang pembunuhan dan melanggar Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 atau pada Undang-undang yang baru yaitu
Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009.
Menurut Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1992 bidan E bisa dijerat dengan Pasal 80 dengan ketentuan
dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), sedangkan menurut
pembaharuan Undang Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 dijerat dengan
pasal 194 dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2.4 Peraturan/Regulasi
Aborsi menurut
pandangan hukum di Indonesia :
a. Menurut KUHP dinyatakan bahwa ibu
yang melakukan aborsi, dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan
aborsi, dan orang yang mendukung terlaksananya aborsi akan mendapat hukuman.
Pasal 348
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya
wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
b. Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga
diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan
Pasal 15
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis
tertentu.
2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) hanya dapat dilakukan :
v Berdasarkan indikasi medis yang
mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
v Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab
profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;
v Dengan persetujuan ibu hamil yang
bersangkutan atau suami atau keluarganya;
v Pada sarana kesehatan tertentu.
Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis
tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah)
c. Pembaharuan Undang - Undang Kesehatan yaitu UU
No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, dijelaskan pula tentang aborsi.
Pasal 75
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikecualikan berdasarkan:
v Indikasi kedaruratan medis yang
dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau
janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang
tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar
kandungan; atau
v Kehamilan akibat perkosaan yang
dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan;
v Tindakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra
tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh
konselor yang kompeten dan berwenang.
v Ketentuan lebih lanjut mengenai
indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Malpraktik
aborsi yang tidak aman dan ilegal masih banyak dilakukan di sekitar kita,
bahkan oleh tenaga kesehatan sekalipun. Sebagai contoh dari kasus di atas,
diketahui bahwa seorang bidan dengan sengaja telah melakukan praktik aborsi
kepada salah satu pasiennya, dimana bidan itu sadar betul kalau tindakan
tersebut adalah bukan kewenangannya. Tindakan aborsi mengandung risiko yang
cukup tinggi. Risiko yang mungkin timbul antara lain perdarahan, infeksi pada
alat reproduksi, rupture uteri, bahkan bisa sampai terjadi kematian.
Pasal-pasal yang mengatur tentang tindakan aborsi pun tidak sedikit, dengan
berbagai ancaman hukuman, namun hal ini tidak menyurutkan niat para oknum
tenaga kesehatan untuk tetap melakukan praktik aborsi yang ilegal.
B. Saran
Semua tenaga
kesehatan, baik dokter, bidan ataupun yang lainnya harus memahami betul apa
yang menjadi kewenangannya dan apa pula yang bukan menjadi kewenangan dari
profesinya. Peraturan perundang-undangan yang telah disusun sedemikian rupa dan
diadakan pembaharuan, janganlah hanya dianggap sebagai peraturan tertulis
semata, namun harus dipatuhi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR
PUSTAKA
Kansil, CST, 1991. Pengantar Hukum
Kesehatan Indonesia; Rineka Cipta; Jakarta
Puji Heni ,Wahyuni, 2009. Etika
profesi Kebidanan; Fitramaya; Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar