MAKALAH
ASUHAN
KEBIDANAN
“MALARIA
PADA KEHAMILAN”
Disusun Oleh : Kelompok
1
1.
Yunian sari (16140200)
2.
Eka Putri Ayu (16140198)
3.
Reka Tri Wahyuni (16140230)
4.
Notin Lolita
(16140148)
5.
Apliana (16150147)
6.
Nova klara Agata (16140253)
7.
Elviana
(16150042)
8.
Natalia Ice (16150146)
9.
Sofia Gusti Ayu (16140256)
10. Sania
Sumtaki (16140274)
PRODI
DIV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
RESPATI YOGYAKARTA
TA
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Asuhan Kebidanan yang
berjudul “Malaria pada kehamilan.”
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas Asuhan Kebidanan sebagai pembelajaran mata
kuliah Asuhan Kebidanan. Dalam menyusun ini penulis banyak dibantu oleh dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan demi kelancaran penulis tulis
ini dan teman-teman yang telah memberikan semangat dan dorongan.
Untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
pembuatan dan penyusunan makalah ini.
Penulis
berharap karya tulis ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi dalam
pembelajaran Asuhan Kebidanan. Akhirnya, sebagai manusia biasa yang tidak
terhindar dari kekeliruan kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Dan karenanya, segala saran dan kritikan yang membangun yang datang
dari pembaca sangat penulis butuhkan sebagai bahan masukan untuk perbaikan di
masa-masa mendatang.
Yogyakarta,
26 Februari 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL................................................................................. i
KATA
PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR
ISI............................................................................................. iii
BAB
I : PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang......................................................................................
1
B.
Rumusan
Masalah.................................................................................. 3
C.
Tujuan.................................................................................................... 3
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Immonopatologi ..................................................................
6
B.
kemoprofilaksis malaria dalam
kehamilan............................................ 24
BAB
III PENUTUP
A.Kesimpulan........................................................................................... 36
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................ 37
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampai saat ini malaria masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara seluruh dunia, baik di
daerah tropis maupun sub tropis, terutama di negara berkembang termasuk
Indonesia. Penyakit malaria disebabkan oleh parasit protozoa dari Genus
plasmodium. Empat spesies yang ditemukan pada manusia adalah Plasmodium Vivax,
P. ovale, P. malariae dan P. Falciparum. Badan kesehatan sedunia (WHO)
melaporkan tiga juta anak manusia meninggal setiap tahun karena menderita
malaria. Dan tiap tahun terdapat 110 juta penderita malaria, 280 juta orang
sebagai “Carrier” dan 2/5 penduduk dunia selalu kompak dengan malaria.
Malaria menyerang individu tanpa
membedakan umur dan jenis kelamin, tidak terkecuali wanita hamil merupakan
golongan yang rentan. Malaria pada kehamilan dapat disebabkan oleh keempat
spesies plasmodium, tetapi plasmodium Falciparum merupakan parasit yang dominan
dan mempunyai dampak paling berat terhadap morbiditas dam mortalitas ibu dan
janinnya. Pada ibu menyebabkan anemi, malaria serebral, edema paru, gagal
ginjal bahkan dapat menyebabkan kematian. Pada janin menyebabkan abortus,
persalinan prematur, berat badan lahir rendah, dan kematian janin. Infeksi
malaria pada wanita hamil sangat mudah terjadi karena adanya perubahan sistim
imunitas ibu selama kehamilan, baik imunitas seluler maupun imunitas humoral,
serta diduga juga akibat peningkatan horman kortisol pada wanita selama
kehamilan. Di daerah endemi malaria wanita hamil lebih mudah terinfeksi parasit
malaria dibandingkan wanita tidak hamil. Kemudahan infeksi itu terjadi karena
kekebalan yang menurun selama kehamilan, akibatnya dapat terjadi peningkatan
Prevalensi densitas parasit malaria berat.
Berdasarkan hal-hal diatas terlihat
bahwa malaria selama kehamilan perlu mendapat perhatian khusus. Untuk itu,
dalam makalah ini akan dibahas tentang asuhan kebidanan ibu hamil dengan
penyakit malaria.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian Immunopatologi?
2. Bagaimana
pengaruh malaria pada kehamilan?
3. Apa
saja komplikasi malaria pada kehamilan?
C.
Tujuan
1. Menjelaskan
pengertian Immunopatologi
2. Menjelaskan
pengaruh malaria pada kehamilan
3. Menjelaskan
komplikasi malaria pada kehamilan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
IMMUNOPATOLOGI
1. Respon Imun Terhadap Infeksi Malaria Selama
Kehamilan
Respon imun spesifik terdiri dari imunitas seluler oleh
limfosit T dan imunitas humoral oleh limfosit B. Limfosit T dibedakan
menjadi limfosit T helper (CD4+) dan sitotoksik (CD8+)
sedangkan berdasarkan sitokin yang dihasilkannya dibedakan menjadi subset Th-1
(menghasilkan IFN-dan TNF-) dan subset Th-2 (menghasilkan IL-4, IL-5, IL-6,
IL10). Sitokin tersebut berperan mengaktifkan imunitas humoral. CD4+ berfungsi
sebagai regulator dengan membantu produksi antibodi dan aktivasi fagosit
lain sedangkan CD8+ berperan sebagai efektor langsung untuk fagositosis parasit
dan menghambat perkembangan parasit dengan menghasilkan IFN-
Epitop-epitop
antigen parasit akan berikatan dengan reseptor limfosit B yang berperan sebagai
sel penyaji antigen kepada sel limfosit T dalam hal ini CD4+. Selanjutnya
sel T akan berdiferensiasi menjadi sel Th-1 dan Th-2. Sel Th-2 akan
menghasilkan IL-4 dan IL-5 yang memacu pembentukan Ig oleh limfosit B. Ig
tersebut juga meningkatkan kemampuan fagositosis makrofag. Sel Th-1
menghasilkan IFN- dan TNF- yang mengaktifkan komponen imunitas seluler seperti
makrofag dan monosit serta sel NK.
Wanita hamil memiliki risiko terserang malaria falciparum
lebih sering dan lebih berat dibandingkan wanita tidak hamil.
Konsentrasi eritrosit yang terinfeksi parasit banyak ditemukan di plasenta
sehingga diduga respon imun terhadap parasit di bagian tersebut mengalami
supresi. Hal tersebut berhubungan dengan supresi sistim imun baik humoral
maupun seluler selama kehamilan sehubungan dengan keberadaan fetus sebagai
“benda asing” di dalam tubuh ibu.
Supresi
sistim imun selama kehamilan berhubungan dengan keadaan hormonal. Konsentrasi
hormon progesteron yang meningkat selama kehamilan berefek menghambat aktifasi
limfosit T terhadap stimulasi antigen. Selain itu efek imunosupresi kortisol
juga berperan dalam menghambat respon imun.
2. Peranan Sitokin Pada Infeksi
Malaria
Antigen-antigen
parasit merupakan pemicu pelepasan zat-zat tertentu dari sel-sel pertahanan
tubuh yang disebut sitokin. Sitokin dihasilkan olehmakrofag/monosit dan
limfosit T. Sitokin yang dihasilkan oleh makrofag adalah TNF, IL-1 dan IL-6
sedangkan limfosit T menghasilkan TNF-, IFN-, IL-4, IL-8, IL-10 dan IL-12.
(Warren KS.
Immunology and Molecular Biology of Parasitic Infections. 3th ed. Boston,
Blackwell Scientific Publ. 1993:307)
Sitokin yang diduga banyak berperan pada mekanisme patologi
dari malaria adalah TNF (tumor necrosis factor). TNF-
menginduksi terjadinya perubahan pada netrofil yaitu pelepasan enzim
lisosomal, ekspresi reseptor permukaan seperti reseptor Fc dan integrin,
adhesi dan migrasi kemotaktik. Selanjutnya terjadi peningkatan daya adheren sel
netrofil terhadap berbagai substrat dan sel sehingga daya bunuh netrofil
terhadap parasit meningkat. Selain itu TNF- juga memacu pembentukan sitokin
lain seperti Il-1, IL-6, IL-12, IFN-dan meningkatkan sintesis prostaglandin.
TNF- juga meningkat-kan ekspresi molekul adhesi seperti ICAM1 dan CD36 pada
sel-sel endotel kapiler sehingga meningkatkan sitoadheren eritrosit yang
terinfeksi parasit. Peningkatan sitoadheren tersebut meningkatkan risiko
malaria serebral. IFN-berfungsi memacu pembentukan TNF- dan juga meningkatkan
daya bunuh netrofil. IL-1 bekerja sinergis dengan TNF-sedangkan IL-6 memacu
produksi Ig oleh sel limfosit B dan memacu proliferasi dan deferensiasi sel
limfosit T. Selain berperan pada mekanisme patologi malaria, sitokin diduga
juga berperan menyebabkan gangguan dalam kehamilan. Pada wanita hamil yang
menderita malaria terdapat kenaikan TNF-, IL-1 dan IL-8 yang sangat nyata pada
jaringan plasenta dibandingkan wanita hamil yang tidak menderita malaria.
Sitokin-sitokin tersebut terutama dihasilkan oleh makrofag hemozoin yang
terdapat di plasenta.
Telah
dijelaskan bahwa kadar TNF-yang tinggi dapat meningkatkan sitoadheren eritrosit
yang terinfeksi parasit terhadap sel-sel endotel kapiler. Kadar TNF-plasenta
yang tinggi akan memacu proses penempelan eritrosit berparasit pada kapiler
plasenta dan selanjutnya akan menimbulkan gangguan aliran darah plasenta dan
akhirnya gangguan nutrisi fetus. Bila proses berlanjut dapat menyebabkan
retardasi pertumbuhan fetus sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat badan
rendah. Selain itu peningkatan sintesis prostag-landin seiring dengan
peningkatan konsentrasi TNF-plasenta diduga dapat menyebabkan kelahiran
prematur.
Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa selain kenaikan TNF-, IL-1 dan IL-8, selama
kehamilan juga didapatkan peningkatan IL-6, Il-2 dan IL-4.
v Histopatologi
Pada wanita hamil yang terinfeksi malaria, eritrosit
berparasit dijumpai di plasenta sisi maternal dari sirkulasi tetapi tidak
di sisi fetal, kecuali pada penyakit plasenta. Pada infeksi aktif, plasenta
terlihat hitam atau abu-abu dan sinusoid padat dengan eritrosit terinfeksi.
Secara histologis ditandai oleh sel eritrosit berparasit danpigmen malaria
dalam ruang intervilli plasenta, monosit mengandung pigmen, infiltrasi
mononuklear, simpul sinsitial (syncitial knotting), nekrosis
fibrinoid, kerusakan trofoblas dan penebalan membrana basalis trofoblas.
Terjadi nekrosis sinsitiotrofoblas, kehilangan mikrovilli dan penebalan
membrana basalis trofoblas akan menyebabkan aliran darah ke janin berkurang dan
akan terjadi gangguan nutrisi pada janin. Lesi bermakna yang ditemukan adalah
penebalan membrana basalis trofoblas, pengurusan mikrovilli fokal menahun. Bila
villi plasenta dan sinus venosum mengalami kongesti dan terisi eritrosit
berparasit dan makrofag, maka aliran darah plasenta akan berkurang dan ini
dapat menyebabkan abortus, lahir prematur, lahir mati ataupun berat badan lahir
rendah.
v Gejala Klinis
Gejala
utama infeksi malaria adalah demam yang diduga berhubungan dengan proses
skizogoni (pecahnya merozoit/ skizon) dan terbentuknya sitokin dan atau toksin
lainnya. Pada daerah hiperendemik sering ditemukan penderita dengan parasitemia
tanpa gejala demam.
Gambaran
karakteristik dari malaria ialah demam periodik, anemi dan splenomegali. Sering
terdapat gejala prodromal seperti malaise, sakit kepala, nyeri pada
tulang/otot, anoreksi dan diare ringan.
Namun
sebenarnya efek klinik malaria pada ibu hamil lebih tergantung pada tingkat
kekebalan ibu hamil terhadap penyakit itu, sedangkan kekebalan terhadap malaria
lebih banyak ditentukan dari tingkat transmisi malaria tempat wanita hamil
tinggal/ berasal, yang dibagi menjadi 2 golongan besar :
Stable transmission / transmisi stabil, atau endemik (contoh
: Afrika SubSahara)
1. Orang-orang di daerah ini
terus-menerus terpapar malaria karena sering menerima gigitan nyamuk infektif
setiap bulannya
2. Kekebalan terhadap malaria
terbentuk secara signifikan
Unstable transmission / transmisi tidak stabil, epidemik
atau non-endemik (contoh: Asia Tenggara dan Amerika Selatan)
Orang-orang
di daerah ini jarang terpapar malaria dan hanya menerima rata-rata < 1
gigitan nyamuk infektif/tahun. Wanita hamil (semi-imun) di daerah transmisi
stabil/ endemik tinggi akan mengalami:
1.
Peningkatan parasite
rate (pada primigravida di Afrika parasite rate pada
wanita hamil meningkat 30-40% dibandingkan wanita tidak hamil)
2. Peningkatan kepadatan (densitas)
parasitemi perifer
3. Menyebabkan efek klinis lebih
sedikit, kecuali efek anemi maternal sebagai komplikasi utama yang sering
terjadi pada primigravida. Anemi tersebut dapat memburuk sehingga menyebabkan
akibat serius bagi ibu dan janin. Sebaliknya di daerah tidak
stabil/non-endemik/endemik rendah yang sebagian besar populasinya merupakan
orang-orang non-imun terhadap malaria, kehamilan akan meningkatkan risiko
penyakit maternal berat, kematian janin, kelahiran prematur dan kematian
perinatal. Ibu hamil yang menderita malaria berat di daerah ini memiliki risiko
fatal lebih dari 10 kali dibandingkan ibu tidak hamilyang menderita malaria
berat di daerah yang sama.
v Etiologi
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
parasit Plasmodium yang masuk ke dalam tubuh manusia,
ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina (WHO 1981).
Empat spesies Plasmodium penyebab malaria
pada manusia adalah :
1. Plasmodium falciparum (P. falciparum)
2. Plasmodium vivax (P. vivax)
3. Plasmodium ovale (P. ovale)
4. Plasmodium malariae (P. malariae)
Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia
adalah P. falciparum dan P.vivax atau
campuran keduanya, sedangkan P. malariae hanya ditemukan di
Nusa Tenggara Timur dan P. ovale ditemukan di
Papua.
v Diagnosis Malaria pada Kehamilan
Malaria pada kehamilan dipastikan
dengan ditemukannya parasit malaria di dalam:
a.
Darah
maternal
b.
Darah
plasenta / melalui biopsi.
Gambaran klinik malaria pada wanita
non-imun (di daerah non-endemik) bervariasi dari :
1.
Malaria
ringan tanpa komplikasi (uncomplicated malaria) dengan demam
tinggi, sampai
2.
Malaria
berat (complicated malaria) dengan risiko tinggi pada ibu dan janin (maternal
mortality rate 20-50 % dan sering fatal bagi janin).
Sedangkan
gambaran klinik malaria pada wanita di daerah endemik sering tidak jelas,
mereka biasanya memiliki kekebalan yang semi-imun, sehingga :
1. Tidak menimbulkan gejala, misal :
demam
2. Tidak dapat didiagnosis klinik
1. Diagnosis Malaria
a. Diagnosis Klinis (Tanpa
Pemeriksaan Laboratorium)
1. Malaria ringan/tanpa komplikasi
Pada anamnesis :
1)
Harus dicurigai malaria pada seseorang yang berasal dari daerah endemis malaria
dengan demam akut dalam segala bentuk, dengan/tanpa gejala-gejala lain
2)
Adanya riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria dalam 2 minggu terakhir
3)
Riwayat tinggal di daerah malaria
4)
Riwayat pernah mendapat pengobatan malaria
5)
Pada pemeriksaan fisik :
a)
Suhu > 37,5 0C
b)
Dapat ditemukan pembesaran limpa
c)
Dapat ditemukan anemia
d) Gejala klasik
malaria khas terdiri dari 3 stadia yang berurutan, yaitu menggigil (15
60 menit), demam (2-6 jam), berkeringat (2-4 jam)
Di
daerah endemis malaria, pada penderita yang telah mempunyai imunitas terhadap
malaria, gejala klasik di atas tidak timbul berurutan, bahkan tidak semua
gejala tersebut dapat ditemukan. Selain gejala klasik di atas, dapat juga
disertai gejala lain/gejala khas setempat, seperti lemas, sakit kepala,
mialgia, sakit perut, mual/muntah,dan diare.
1. Malaria berat
Malaria berat/severe malaria/complicated malaria adalah
bentuk malaria falsiparum serius dan berbahaya, yang memerlukan penanganan
segera dan intensif. Oleh karena itu pengenalan tanda-tanda dan gejala-gejala
malaria berat sangat penting bagi unit pelayanan kesehatan untuk menurunkan
mortalitas malaria. Beberapa penyakit penting yang mirip dengan malaria berat
adalah meningitis, ensefalitis, septikemi, demam tifoid, infeksi viral, dll.
Hal ini menyebabkan pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan untuk menambah
kekuatan diagnosis.
WHO mendefinisikan Malaria berat sebagai ditemukannya P.
falciparum bentuk aseksual dengan satu atau beberapa komplikasi/manifestasi
klinik berat, yaitu :
1)
Gangguan kesadaran sampai koma (malaria serebral)
2)
Anemi berat (Hb < 5 g%, Ht < 15 %)
3)
Hipoglikemi (kadar gula darah < 40 mg%)
4)
Udem paru / ARDS
5)
Kolaps sirkulasi, syok, hipotensi (sistolik < 70 mmHg pada dewasa dan <
50 mmHg pada anak-anak), algid malaria dan septicemia.
6)
Gagal ginjal akut (ARF)
7) Jaundice (bilirubin
> 3 mg%)
8)
Kejang umum berulang ( > 3 kali/24 jam)
9)
Asidosis metaboli
10)
Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam-basa.
11)
Perdarahan abnormal dan gangguan pembekuan darah.
12)
Hemoglobinuri
13) Kelemahan yang sangat (severe
prostration)
14)
Hiperparasitemi
15)
Hiperpireksi (suhu > 40 0C)
Malaria falsiparum tanpa komplikasi (uncomplicated) dapat
menjadi berat (complicated) jika tidak diobati secara dini dan
semestinya.
b. Diagnosis Laboraturium
(dengan Pemeriksaan Sediaan Darah)
Pemeriksaan mikroskopik masih merupakan yang
terpenting pada penyakit malaria karena selain dapat
mengidentifikasi jenis plasmodium secara tepat sekaligus juga dapat menghitung
jumlah parasit sehingga derajat parasitemi dapat diketahui.
Pemeriksaan
dengan mikroskop:
a. Pewarnaan Giemsa pada sediaan
apusan darah untuk melihat parasit
b.
Pewarnaan Acridin Orange untuk melihat eritrosit yang terinfeksi
c.
Pemeriksaan Fluoresensi Quantitative Buffy Coat (QBC)
Sedangkan
pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di puskesmas/lapangan/rumah
sakit digunakan untuk menentukan nilai ambang parasit dan mengetahui kepadatan
parasit (terutama penderita rawat inap) pada sediaan darah.
Metode diagnostik yang lain adalah deteksi antigen HRP II
dari parasit dengan metode Dipstick test, selain itu dapat pula
dilakukan uji immunoserologis yang lain, seperti:
1)
Tera radio immunologik (RIA)
2)
Tera immuno enzimatik (ELISA)
Adapun
pemeriksaan genetika dan biomolekuler yang dapat dilakukan adalah dengan
mendeteksi DNA parasit, dalam hal ini urutan nukleotida parasit yang spesifik,
melalui pemeriksaan Reaksi Rantai Polimerase (PCR).
Di
daerah yang tidak mempunyai sarana laboratorium dan tenaga mikroskopis,
diagnosis malaria ditegakkan hanya berdasarkan pemeriksaan klinis (anamnesis
dan pemeriksaan fisik) tanpa pemeriksaan laboratorium.
v Pengaruh Malaria Terhadap Ibu
1. Anemia
Infeksi
malaria akan menyebabkan lisis sel darah merah yang mengandung parasit sehingga
akan menyebabkan anemi. Jenis anemi yang ditemukan adalah hemolitik normokrom.
Pada infeksi P. falciparum dapat terjadi
anemi berat karena semua umur eritrosit dapat diserang. Eritrosit berparasit
mau-pun tidak berparasit mengalami hemolisis karena fragilitas osmotik
meningkat. Selain itu juga dapat disebabkan peningkatan autohemolisis baik pada
eritrosit berparasit maupun tidak berparasit sehingga masa hidup eritrosit
menjadi lebih singkat dan anemi lebih cepat terjadi. Pada infeksi P.
vivax tidak terjadi destruksi darah yang berat karena hanya
retikulosit yang diserang. Anemi berat pada infeksi P. vivax kronik
menunjuk-kan adanya penyebab immunopatologik.
Malaria
pada kehamilan dapat menyebabkan anemi berat terutama di daerah endemis dan
merupakan penyebab morta-litas penting. Anemi hemolitik dan megaloblastik pada
ke-hamilan mungkin akibat sebab nutrisional atau parasit terutama sekali pada
wanita primipara.
2. Sistim sirkulasi
Bila terjadi blokade kapiler oleh eritrosit berparasit maka
akan terjadi anoksi jaringan terutama di otak. Kerusakan endotel kapiler sering
terjadi pada malaria falciparum yang berat karena terjadi peningkatan
permeabilitas cairan, protein dan diapedesis eritrosit. Kegagalan lebih lanjut
aliran darah ke jaringan dan organdisebabkan vasokonstriksi arteri kecil dan
dilatasi kapiler, hal ini akan memperberat keadaan anoksi. Pada infeksi P.
falciparum sering dijumpai hipotensi ortostatik.
3. Edema pulmonum
Pada infeksi P. falciparum, pneumonia merupakan
komplikasi yang sering dan umumnya akibat aspirasi atau bakteremia yang
menyebar dari tempat infeksi lain. Gangguan perfusi organ akan meningkatan permeabilitas
kapiler sehingga terjadi edema interstitial. Hal ini akan menyebabkan disfungsi
mikrosirkulasi paru.
Gambaran
makroskopik paru berupa reaksi edematik, berwarna merah tua dan
konsistensi keras dengan bercak perdarahan. Gambaran mikroskopik tergantung
derajat parasitemi pada saat meninggal. Terdapat gambaran hemozoin dalam
makrofag pada septa alveoli. Alveoli menunjukkan gambaran hemoragik disertai
penebalan septa alveoli dan penekanan dinding alveoli serta infiltrasi sel
radang.
Edema
paru dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu peningkatan permeabilitas
vaskuler sekunder terhadap emboli dan DIC, disfungsi berat mikrosirkulasi,
fenomena alergi, terapi cairan yang berlebihan bersamaan dengan gangguan fungsi
kapiler alveoli, kehamilan, malaria serebral, tingkat parasitemi yang tinggi,
hipotensi, asidosis dan uremia.
4. Hipoglikemi
Pada
wanita hamil umumnya terjadi perubahan metabolisme karbohidrat yang menyebabkan
kecenderungan hipoglikemi terutama saat trimester terakhir. Selain itu, sel
darah merah yang terinfeksi memerlukan glukosa 75 kali lebih banyak daripada
sel darah normal. Di samping faktor tersebut, hipoglikemi dapat juga terjadi
pada penderita malaria yang diberi kina secara intravena. Hipoglikemi karena
kebutuhan metabolik parasit yang meningkat menyebabkan habisnya cadangan
glikogen hati. Pada orang dewasa hipoglikemi sering berhubungan dengan
pengobatan kina, sedangkan pada anak-anak sering disebabkan penyakit itu
sendiri. Hipoglikemi sering terjadi pada wanita hamil khususnya pada primipara.
Gejala hipoglikemi juga dapat terjadi karena sekresi adrenalin yang berlebihan
dan disfungsi susunan saraf pusat. Mortalitas hipoglikemi pada malaria berat di
Minahasa adalah 45%, lebih baik daripada Irian Jaya sebesar 75%.
5. Infeksi plasenta
Pada penelitian terhadap plasenta wanita hamil yang
terinfeksi berat oleh falciparum ditemukan banyak timbunan
eritrosit yang terinfeksi parasit dan monosit yang berisi pigmen di daerah
intervilli. Juga ditemukan nekrosis sinsisial dan proliferasi sel-sel sitotrofoblas.
Adanya kelainan plasenta dengan penimbunan pigmen tetapi tidak ditemukan
parasit menunjukkan adanya infeksi yang sudah sembuh atau inaktif.
6. Gangguan elektrolit
Rasio
natrium/kalium di eritrosit dan otot meningkat dan pada beberapa kasus terjadi
peningkatan kalium plasma pada saat lisis berat. Rasio natrium/kalium urin
sering terbalik. Hiponatremi sering ditemukan pada penderita sakit berat dan
karena ginjal terlibat dapat terjadi peningkatan serum kreatinin dan BUN.
7. Malaria serebral
Malaria serebral merupakan ensefalopati simetrik pada
infeksi P. falciparum dan memiliki mortalitas 20-50%. Serangan
sangat mendadak walaupun biasanya didahului oleh episode demam malaria.
Kematian dapat terjadi dalam be-berapa jam. Akan tetapi banyak dari mereka yang
selamat mengalami penyembuhan sempurna dalam beberapa hari. Malaria serebral
sering dijumpaipada daerah endemik seperti Jawa Tengah (Jepara), Sulawesi
Utara, Maluku dan Irian Jaya. Di Sulawesi Utara mortalitasnya 30,5% sedangkan
di RSUP Manado 50%
v Pengaruh Malaria pada Janin
1. Kematian
janin dalam kandungan
Kematian
janin intrauterin dapat terjadi akibat hiperpireksi, anemi berat, penimbunan
parasit di dalam plasenta yang menyebabkan gangguan sirkulasi ataupun akibat
infeksi trans-plasental.
2. Abortus
Abortus
pada usia kehamilan trimester I lebih sering terjadi karena demam tinggi
sedangkan abortus pada usia trimester II disebabkan oleh anemia berat.
3. Persalinan prematur
Umumnya
terjadi sewaktu atau tidak lama setelah serangan malaria. Beberapa hal yang
menyebabkan persalinan prematur adalah febris, dehidrasi, asidosis atau infeksi
plasenta.
4. Berat badan lahir rendah
Penderita
malaria biasanya menderita anemi sehingga akan menyebabkan gangguan sirkulasi
nutrisi pada janin dan berakibat terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan
janin dalam kandungan.
5. Malaria plasenta
Plasenta
mempunyai fungsi sebagai barier protektif dari berbagai kelainan yang terdapat
dalam darah ibu sehingga parasit malaria akan ditemukan di plasenta bagian
maternal dan hanya dapat masuk ke sirkulasi janin bila terdapat kerusakan
plasenta misalnya pada persalinan sehingga terjadi malaria kongenital.
Prevalensi malaria plasenta biasanya ditemukan lebih tinggi
daripada malaria pada sediaan darah tepi wanita hamil, hal ini mungkin karena
plasenta merupakan tempat parasit bermultiplikasi. Diagnosis malaria plasenta
ditegakkan dengan menemukan parasit malaria dalam sel darah merah atau pigmen
malaria dalam monosit pada sediaan darah yang diambil dari plasenta bagian
maternal atau darah tali pusat. Infeksi P. falciparum sering
mengakibatkan anemi maternal, abortus, lahir mati, partus prematur, BBLR serta
kematian maternal.
Gambaran
histologik infeksi aktif berupa plasenta yang bewarna hitam/abu-abu, sinusoid
padat dengan eritrosit terinfeksi, eritrosit terinfeksi pada sisi maternal dan
tidak pada sisi fetal kecuali pada beberapa penyakit plasenta. Tampak pigmen
hemozoin dalam ruang intervilli dan makrofag disertai infiltrasi sel radang.
Dapat terjadi simpul sinsitial disertai nekrosis fibrinoid dan kerusakan serta
penebalan membrana basalis trofoblas.
6. Malaria kongenital
Gejala
klinik malaria kongenital antara lain iritabilitas, tidak mau menyusu, demam,
pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegali) dan anemia tanpa retikulositosis
dan tanpa ikterus.
Malaria
kongenital dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
Ø True Congenital Malaria (acquired during pregnancy)
Pada
malaria kongenital ini sudah terjadi kerusakan plasenta sebelum bayi
dilahirkan. Parasit malaria ditemukan pada darah perifer bayi dalam 48 jam
setelah lahir dan gejalanya ditemukan pada saat lahir atau 1-2 hari setelah
lahir.
Ø
False
Congenital Malaria (acquired
during labor)
Malaria
kongenital ini paling banyak dilaporkan dan terjadi karena pelepasan plasenta
diikuti transmisi parasit malaria ke janin. Gejala-gejalanya muncul 3-5 minggu
setelah bayi lahir.
v Penanganan Malaria pada Kehamilan
1. Pengontrolan Malaria
Pengontrolan
malaria dalam kehamilan tergantung derajat transmisi, berdasarkan gabungan
hal-hal di bawah ini :
1. Diagnosis dan pengobatan malaria
ringan dan anemia ringan sampai moderat
2. Kemoprofilaksis
3. Penatalaksanaan komplikasi malaria
berat, termasuk anemia berat
4.
Pendidikan
kesehatan dan kunjungan yang teratur untuk ante natal care (ANC).
ANC
teratur adalah dasar keberhasilan penatalaksanaan malaria dalam kehamilan, yang
bertujuan untuk memberikan pendidikan kesehatan termasuk penyuluhan tentang
malaria dan dampaknya (malaria serebral, anemi, hipoglikemi, edema paru,
abortus, pertumbuhan janin terhambat, prematuritas, kematian janin dalam rahim,
dll) pada kehamilan di semua lini kesehatan (Posyandu, Pustu, Puskesmas dan
Rumah Sakit) ; Memantau kesehatan ibu dan janin, serta kemajuan kehamilan ;
Diagnosis dan pengobatan yang tepat (tepat waktu) ; dan Memberikan ibu suplai
obat untuk kemoprofilaksis.
1. Perlindungan pribadi untuk mencegah
kontak dengan vektor, misal : pemakaian kelambu.
2. Pemeriksaan hemoglobin dan
parasitologi malaria setiap bulan.
3. Pemberian tablet besi dan asam folat
serta imunisasi TT lengkap.
4. Pada daerah non resisten klorokuin :
a)
Ibu hamil non-imun diberi Klorokuin 2 tablet/minggu dari pertama datang/setelah
sakit sampai masa nifas
b)
Ibu hamil semi imun diberi sulfadoksin-pirimetamin (SP) pada trimester II dan
III awal.
Pada
daerah resisten klorokuin semua ibu hamil baik non imun maupun semi imun diberi
SP pada trimester II dan III awal
2. Penanganan Malaria di
Puskesmas dan Rumah Sakit
v Kriteria rawat jalan
1)
Gejala klinis malaria tanpa komplikas
2)
Bukan malaria berat
3)
Parasitemia < 5%
v Kriteria rawat tinggal
1)
Gejala klinis malaria dengan komplikasi
2)
Malaria berat
3)
Parasitemia > 5%
v Kriteria rujukan
Semua
penderita yang memenuhi kriteria rawat tinggal (malaria berat) tetapi
fasilitas/kemampuan perawatan setempat tidak mencukupi, perlu dirujuk ke rumah
sakit yang mempunyai fasilitas dan tenaga dokter spesialis.
3. Pencegahan dan Pengobatan
Malaria dalam Kehamilan
Pada semua ibu hamil dengan malaria,
pada kunjungan ANC pertama diberi pengobatan dosis terapeutik anti malaria
v Pencegahan anemi dimulai pada saat
ini :
1) Suplemen besi : 300 mg
sulfas ferrosus (60 mg elemen besi)/hari, dan 1 mg folic acid/hari.
2)
Untuk pengobatan anemia moderat (Hb 7-10 g/dl) diberikan dosis besi 2x lipat.
3)
Periksa Hb setiap kali kontrol.
Kebijakan pengobatan malaria (P.falciparum dan P.vivax) di
Indonesia hanya menganjurkan pemakaian klorokuin dosis terapeutik
untuk pengobatan dalam kehamilan, sedangkan kinin untuk pengobatan malaria
berat.
Di daerah P.falciparum resisten klorokuin,
dapat diberikan pengobatan alternatif yaitu :
1) Sulfadoksin-
pirimetamin (SP) 3 tablet dosis tunggal
2) Garam Kina 10
mg/kg.bb per oral 3 kali selama 7 hari (minimun 3 hari + SP 3 tablet dosis
tunggal hari pertama)
3) Meflokuin dapat
dipakai jika sudah resisten dengan Kina atau SP, namun penggunaannya pada
kehamilan muda harus benar-benar dipertimbangkan, karena data penggunaannya
pada trimester I masih terbatas.
Jika
terjadi resistensi ganda pilihan terapi adalah sbb:
1) Garam Kina 10
mg/kg.bb per oral 3 kali selama 7 hari DITAMBAH Klindamisin 300 mg 4
kali sehari selama 5 hari. (dapat dipakai di daerah resisten kina).
2) ATAU Artesunat 4
mg/kg.bb oral dibagi beberapa dosis hari I, disambung 2 mg/kg.bb oral
dosis tunggal selama 6 hari. (dapat dipakai pada trimester II dan III, dan jika
tidak ada alternatif lain).
Untuk daerah Minahasa/Sulawesi Utara klorokuin masih sangat
efektif, demikian juga P.vivax umumnya masih sensitif terhadap
klorokuin.
B.
KEMOPROFILAKSIS MALARIA DALAM KEHAMILAN
WHO
merekomendasikan agar memberikan suatu dosis pengobatan (dosis terapeutik) anti
malaria untuk semua wanita hamil di daerah endemik malaria pada kunjungan ANC
yang pertama, kemudian diikuti kemoprofilaksis teratur. Saat ini kebijakan
pengobatan malaria di Indonesia menghendaki hanya memakai klorokuin untuk
kemoprofilaksis pada kehamilan. Ibu hamil dengan status non-imun sebaiknya
menghindari daerah endemis malaria.
Profilaksis
mulai diberikan 1 sampai 2 minggu sebelum mengunjungi daerah endemis, dengan
klorokuin (300 mg basa) diberikan seminggu sekali dan dilanjutkan sampai 4
minggu setelah kembali ke daerah non endemis (Bradley dan Warhurst, 1995).
Beberapa
studi memperlihatkan bahwa kemoprofilaksis menurunkan anemia maternal dan
meningkatkan berat badan bayi yang dilahirkan.
Perlindungan
dari gigitan nyamuk: Kontak antara ibu dengan vektor dapat dicegah dengan :
1. Memakai kelambu yang telah dicelup
insektisida (misal : permethrin)
2. Pemakaian celana panjang dan kemeja
lengan panjang
3.
Pemakaian
penolak nyamuk (repellent)
4. Pemakaian obat nyamuk (baik semprot,
bakar dan obat nyamuk listrik)
5. Pemakaian kawat nyamuk pada
pintu-pintu dan jendela-jendela
v Pengobatan Malaria Berat dalam
Kehamilan
Pengobatan
malaria berat memerlukan kecepatan dan ketepatan diagnosis sedini mungkin.
Pada
setiap penderita malaria berat, tindakan/pengobatan yang perlu dilakukan
adalah:
1. Tindakan umum / simptomatik
2. Pemberian obat anti malaria
3. Pengobatan komplikasi
v Penatalaksanaan umum
Perbaiki
keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan umum). Pemberian cairan
adalah faktor yang sangat penting dalam penanganan malaria berat. Bila
berlebihan akan menyebabkan edema paru, sebaliknya bila kurang akan menyebabkan
nekrosis tubular akut yang berakibat gagal ginjal akut.
Monitoring vital sign antara lain : keadaan umum, kesadaran, pernafasan,
tekanan darah, suhu, dan nadi setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui
perkembangannya), kontraksi uterus dan bunyi jantung janin juga harus dipantau.
Jaga
jalan nafas untuk menghindari terjadinya asfiksi, bila perlu beri oksigen.
Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermi: parasetamol
10 mg/kg.bb/kali, dan dapat dilakukan kompres.
Jika
kejang, beri antikonvulsan : diazepam 5-10 mg iv. (secara perlahan selama 2
menit) ulang 15 menit kemudian jika masih kejang; maksimum 100 mg/24 jam. Bila
tidak tersedia diazepam, dapat dipakai fenobarbital 100 mg im/kali (dewasa)
diberikan 2 kali sehari.
Untuk
konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan SD tebal. Penilaian sesuai kriteria
diagnostik mikroskopik.Apabila tidak tersedia fasilitas yang memadai,
persiapkan penderita untuk dirujuk ke tingkat pelayanan kesehatan lebih tinggi
yang menyediakan perawatan intensif.
v Penanganan Malaria pada Persalinan
Persalinan
penderita malaria yang positif pada pemeriksaan apusan darah tebal/DDR (+),
memerlukan pengawasan yang lebih cermat, sebagai berikut:
Pada
kala I :
1. Wanita hamil dengan infeksi malaria
berat harus dirawat di unit perawatan intensif (bila mungkin).
2.
Pemantauan
ketat kontraksi uterus dan denyut jantung janin (monitoring CTG)
sehinggadapat diketahui adanya gawat janin lebih awal.
3. Bila ditemukan tanda gawat janin
pada persalinan, merupakan indikasi seksio sesarea.
Perawatan
umum pada kala I:
1. Demam, bila suhu rektal >39oC
dikompres dan diberi antipiretik (parasetamol 3-4 x 500 mg/hari)
2.
Anemia,
dapat diberi transfusi PRC (packed red cell)
3. Hipoglikemi, diberi 50 ml glukosa 50%
bolus intravena dan dilanjutkan dengan infus glukosa 5% atau 10%
4. Edema paru
Penderita
diletakkan pada posisi setengah duduk, oksigenasi konsentrasi tinggi serta
diberi furosemid 40 mg intravena. Bila perlu dilakukan ventilasi mekanik dengan
tekanan positif akhir respirasi (PEEP)
Malaria serebral
Penderita
harus dirawat dengan cermat, keseimbangan cairan dan tingkat kesadaran
diperhatikan. Dapat diberi natrium fenobarbital 10-15 mg/kgbb. im. dosis
tunggal dan bila kejang dapat diberi diazepam 0,15 mg/kgbb. iv. (maksimum 10
mg)
Pada
kala II :
Jika
tidak ada kontraindikasi, persalinan dapat pervaginam, indikasi persalinan
denganekstraksi vakum/ forseps tergantung keadaan obstetrik saat itu.
v Kemoterapi/Pemberian Obat Anti
Malaria
Penderita
malaria berat memerlukan obat anti malaria yang mempunyai daya bunuh terhadap
parasit secara cepat dan kuat, serta bertahan dalam aliran darah dalam waktu
yang cukup lama. Oleh karena itu sebaiknya diberikan parenteral, sehingga
mempunyai efek langsung dalam darah. Obat anti malaria yang direkomendasi :
Kina (Kina HCl 25%, 1 ampul 500
mg/2 ml).
a. Aman digunakan pada semua trimester
kehamilan
b. Tidak menyebabkan abortus dalam
dosis terapi
c. Pemberian IV untuk usia kehamilan
> 30 minggu tidak menyebabkan kontraksi uterus (menginduksi partus) atau
menyebabkan fetal distress.
d. Efek samping yang utama :
hipoglikemi
Cara
pemberian :
Cara I :
Karena
kematian dapat terjadi dalam 6 jam pertama, maka diperlukan kadar ideal dalam
darah secara cepat, yaitu :
1) Loading dose/
dosis awal: Kina HCl 25 % (perdrip) dosis 20 mg/kg.bb dilarutkan
dalam 500 ml dektrosa 5 % atau dextrose in saline diberikan
dalam 4 jam pertama dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, 4 jam berikutnya
istirahat (infus saja); kemudian 8 mg/kg.bb tiap 8 jam (maintenance
dose).
2) Loading dose digunakan
bila penderita belum pernah mendapatkan pengobatan kina atau meflokuin dalam 12
jam sebelumnya atau penderita yang riwayat pengobatan sebelumnya diketahui
dengan jelas.
3) Berikan kemoterapi oral
segera bila penderita sudah bisa minum, Kina intravena diganti dengan Kina
tablet / per oral dengan dosis 10 mg/kg.bb/kali, 3 kali sehari (dengan total
dosis 7 hari dihitung sejak pemberian loading dose).
Cara II :
1) Kina HCL 25 % (perdrip),
dosis 10mg/kg.bb atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg) dilarutkan dalam 500 ml
dekstrosa 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8 jam
dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama setiap 8
jam sampai penderita dapat minum obat.
2) Bila penderita sudah bisa
minum, Kina intravena diganti dengan Kina tablet/per oral dengan dosis 10
mg/kg.bb/kali, 3 kali sehari (total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian infus
perdrip yang pertama).
Catatan :
a)
Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena, karena dapat menyebabkan
kadar dalam plasma sangat tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan
kematian.
b) Bila karena berbagai alasan
Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat diberikan im. dengan dosis
yang sama di paha bagian depan masing-masing 1/2 dosis di setiap paha; untuk
pemakaian im., kina diencerkan dengannormal saline untuk
mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml.
c) Bila tidak ada perbaikan
klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral, maka dosis maintenance kina
diturunkan 1/3 – 1/2 nya (menjadi 5-7 mg Kina HCl) dan lakukan pemeriksaan
parasitologi serta evaluasi klinik.
d)
Total dosis kina yang diperlukan :
Hari
0 : 30 mg/kgbb
Hari
I : 30 mg/kgbb
Hari
II dan berikutnya : 15-20 mg/kgbb.
e)
Pemberian kina dapat diikuti dengan hipoglikemi, karenanya perlu diperiksa gula
darah /12 jam.
f)
Artesunate dan artemether sudah pernah dipakai dengan aman dan berhasil pada
beberapa kasus ibu hamil.
Mengingat
keterbatasan sarana maupun tenaga ahli di puskesmas/RS, maka kasus malaria
berat yang memerlukan perawatan/pengobatan dengan fasilitas tertentu (misal:
hemo/peritoneal dialisis, transfusi tukar, dll) yang tidak tersedia sebaiknya
dirujuk ke RS tingkat yang lebih tinggi (fasilitas lengkap).
v Pengobatan Komplikasi
a. Malaria serebral
Malaria serebral didefinisikan sebagai unarousable
coma (penilaian dengan Glasgow Coma Scale) pada malaria
falsiparum, dengan manifestasi perubahan sensorium yaitu perilaku abnormal dari
mulai yang paling ringan sampai koma yang dalam. Gangguan kesadaran pada
malaria serebral diduga karena adanya gangguan metabolisme di otak.
Prinsip
penatalaksanaan : Umumnya sama seperti pada malaria berat; di samping pemberian
OAM beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah :
Terapi suportif :
1)
Perawatan pasien tidak sadar , meliputi :
a) Pasang
IVFD, kateter urethra dengan memperhatikan kaidah/antisepsis.
b) Jaga keseimbangan cairan dengan mencatat intake dan output cairan
secara akurat. Bila fungsi ginjal baik, adanya dehidrasi atau overhidrasi dapat
juga diketahui dari volume urin. Normal volume urin : 1 ml/menit.
c) Bila volume urin < 30 ml/jam, mungkin terjadi
dehidrasi (periksa juga tanda-tanda lain), tambahkan intakecairan
melalui iv-line. Bila volume urin > 90 ml/jam, kurangi intake cairan
untuk mencegah overload yang mengakibatkan udem paru.
d) Mata
ditutup dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang dapat terjadi
akibat tidak adanya refleks mengedip pada pasien tidak sadar.
e) Menjaga
kebersihan mulut untuk mencegah infeksi akibat kebersihan rongga mulut yang
rendah pada pasien tidak sadar. Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk
mencegah luka dekubitus dan pneumonia hipostatik.
f) Hal-hal
yang perlu dipantau:
i.
Tensi, nadi, suhu dan pernafasan setiap 30 menit.
ii. Derajat kesadaran
dengan modifikasi Glasgow Coma Scale (GCS) setiap 6 jam.
iii. Hitung
parasit setiap 12-24 jam.
iv. Hb
dan Ht setiap hari.
v. Gula
darah setiap 4 jam.
vi. Parameter
lain sesuai indikasi (misal: ureum dan kreatinin darah pada komplikasi gagal
ginjal).
2) Pengobatan
simptomatik
b. Anemia berat
Tabel
Beberapa definisi anemia dalam kehamilan
Jenis
Anemia
|
Hemoglobin
(g/dl)
|
Volume
Packed cell/Ht (%)
|
Anemia ringan/mild anaemia
|
10-11
|
33-37
|
Anemiasedang/moderate anaemia
|
7-10
|
24-33
|
Anemia berat/severe anaemia
|
< 7
|
<24
|
Anemia sangat berat
|
<4
|
<13
|
Tabel
Indikasi pemberian transfusi darah
Hb
(g/dl)
|
Ht
(%)
|
Implikasi
untuk transfuse
|
<7
|
20
|
Transfusi
sebaiknya dipertimbangkan berdasarkan
kondisi
klinis dan umur kehamilan.
|
<5
|
15
|
Indikasi
kuat untuk transfusi : berisiko tinggi
gagal
jantung
|
|
Bila
ada indikasi transfusi darah, berikan pengobatan anti malaria yang
direkomendasikan dan lakukan:
Transfusi PRC secara perlahan-lahan (slow
transfusion) akan mencegah overhidrasi; untuk itu:
–
Berikan furosemid 1-2 ampul IV selama transfusi
– Volume transfusi dimasukkan kedalam catatan balans cairan
sebagai intake.
c. Hipoglikemi
Hipoglikemi (kadar gula darah < 40 mg%) sering terjadi
pada ibu hamil baik sebelum maupun sesudah terapi Kina akibat meningkatnya
kebutuhan metabolik saat demam, hipoksi jaringan. Penyebab lain diduga karena
terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria.
Tindakan
:
1)
50100 ml glukosa 40 % IV secara bolus
2) Infus
glukosa 10 % perlahan-lahan untuk maintenance/ mencegah
hipoglikemi berulang.
3) Monitoring teratur
kadar gula darah setiap 4-6 jam.
d. Edema Paru
Edema
paru merupakan komplikasi fatal yang sering menyebabkan kematian oleh karenanya
pada malaria berat sebaiknya dilakukan penanganan untuk mencegah terjadinya
edema paru. Penderita mendadak batuk, sesak, napas cepat dan dangkal, pada
auskultasi terdengan ronki penuh di semua bagian paru. Foto torak nampak
infiltrasi yang luas diseluruh lapangan paru.
Bila
ada tanda udema paru akut penderita segera dirujuk, dan sebelumnya dilakukan
tindakan sebagai berikut :
1)
Pemberian oksigen konsentrasi tinggi untuk perbaiki hipoksia
2)
Pembatasan pemberian cairan
3)
Bila disertai anemi, berikan transfusi PRC.
4)
Untuk mengurangi beban jantung kanan dapat dilakukan:
a)
Posisi pasien ½ duduk.
b)
Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulang 1 jam kemudian atau dosis
ditingkatkan sampai 200 mg (maksimum) sambil memantau volume urin dan
tanda-tanda vital.
c)
Venaseksi, keluarkan darah pasien ke dalam kantong transfusi/donor sebanyak
250-500 ml; akan sangat membantu mengurangi sesak. Apabila kondisi pasien sudah
normal, darah tersebut dapat dikembalikan ke tubuh pasien.
Klorokuin
merupakan obat pilihan yang paling aman diberikan pada ibu hamil (aman dalam 3
trimester kehamilan) dengan dosis 25 mg/kgbb. selama 3 hari berturut-turut atau
pada hari I-II sebanyak 600 mg dan pada hari III sebanyak 300 mg. Bila
ditemukan resistensi klorokuin, dapat diberikan kina dengan dosis 3 x 400 mg
selama 7 hari.
Wanita
hamil dengan malaria berat diberi infus klorokuin dengan dosis 10 mg/kgbb.
dalam cairan isotonik dengan kecepatan konstan selama 8 jam dan dilanjutkan
dengan 15 mg/kgbb. selama 24 jam berikutnya atau dengan klorokuin dosis 5
mg/kgbb. diberikan dengan kecepatan konstan selama 6 jam dan diulangi setiap 6
jam dengan total 5 dosis. Alternatif lain dapat diberi kina dihidroklorida 20
mg/kgbb. melalui infus selama 4 jam dalam dekstrosa 5% dan dilanjutkan dengan
dosis rumatan 10 mg/kgbb. setiap 8-12 jam sampai penderita menerima obat secara
oral.
Pencegahan
Setiap
wanita yang tinggal di daerah endemis atau akan bepergian ke daerah endemis
sebaiknya diberi kemoprofilaksis meskipun tidak memberikan perlindungan absolut
terhadap infeksi malaria; namun dapat menurunkan parasitemia dan mencegah
komplikasi malaria berat dan meningkatkan berat badan bayi.
Klorokuin
merupakan obat yang paling aman bagi wanita hamil dengan dosis 300 mg basa (2
tablet) diberikan setiap minggu. Bagi wanita hamil yang akan bepergian ke
daerah endemis malaria pemberian dimulai 1 minggu sebelum ber-ngkat, selama
berada di daerah endemis, sampai 4 minggu setelah keluar dari daerah tersebut.
Upaya lain untuk pencegahan infeksi malaria adalah dengan
memutuskan rantai penularan pada host, agen ataupun lingkungan
dengan cara :
1.
Mengurangi
kontak/gigitan nyamuk Anopheles dengan menggunakan kelambu, obat
nyamuk
2. Membunuh nyamuk dewasa
3. Membunuh jentik nyamuk
BAB III
PENUTUP
v
KESIMPULAN
Malaria
pada kehamilan merupakan masalah yang serius mengingat pengaruhnya terhadap ibu
dan janin, yang bila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat dapat meningkatkan
angka kematian ibu dan neonatus. Masalah diagnosis malaria menjadi hambatan
karena fasilitas laboratorium yang kurang memadai terutama di puskesmas
sebagaiujung tombak pelayanan kesehatan, maka penting untuk meningkatkan
kemampuan diagnosis klinis dan mengenali komplikasi diikuti dengan peng-obatan
yang baik dan akurat.
Penanggulangan
malaria dalam kehamilan dapat dimulai secara dini melalui kunjungan ANC dengan
memberikan penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang pencegahan malaria dan
pengobatan profilaksis bagi yang tinggal di daerah endemis.
Klorokuin
masih merupakan obat terpilih untuk pengobatan malaria dalam kehamilan dan Kina
untuk pengobatan malaria berat.
Diperlukan
sistem pelayanan kesehatan berjenjang (rujukan) dari puskesmas ke rumah sakit
dengan fasilitas yang memadai untuk menanganikasus-kasus malaria berat dengan
komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo,
Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: P.T. Bina Sarwono Prawirohardjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar