TUGAS
ASUHAN
KEBIDANAN KEHAMILAN
“TANDA
BAHAYA KEHAMILAN LANJUT”
Dosen Pembimbing: Githa Andriyani, S.SiT, M.Kes
Disusun Oleh :
NAMA : YUNIAN SARI
NIM : 16140200
KELAS :
B13.2
PRODI
DIV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
RESPATI YOGYAKARTA
TA
2016/2017
TANDA BAHAYA KEHAMILAN LANJUT
1. Plasenta
Previa
A. Pengertian
Plasenta previa adalah keadaan letak plasenta
yang abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian
atau seluruh jalan lahir (pada keadaan normal, plasenta terletak dibagian
fundus atau segmen atas uterus).
Plasenta previa adalah
keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat yang abnormal yaitu pada
segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum.
Plasenta previa adalah
plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi sebagian atau
seluruh ostium uteri internum.
B.
Klasifikasi Plasenta Previa
1.
Plasenta Previa Totalis
jika seluruh pembukaan
jalan lahir tertutup jaringan plasenta
2.
Plasenta Previa Parsialis
jika sebagian pembukaan
jalan lahir tertutup jaringan plasenta
3.
Plasenta Previa Marginalis
jika tepi plasenta berada
tepat pada tepi pembukaan jalan lahir
4.
Plasenta Letak Rendah
jika plasenta terletak
pada segmen bawah uterus, tetapi tidak sampai menutupi pembukaan jalan
lahir.
C. Etiologi
1. Umur dan paritas
v pada primigravida, umur
>35 tahun lebih sering dari pada umur <25 tahun
v lebih sering pada
paritas tinggi dari pada paritas rendah.
2. Hipoplasia
endometrium: bila kawin dan hamil pada umur muda
3. Endometrium
cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi, kuretase dan manual
plasenta
4. Korpus
luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi
5. Tumor-tumor
seperti mioma uteri, polip endometrium
6. Kadang-kadang
pada malnutrisi.
D. Tanda dan gejala
plasenta previa
1. Perdarahan per
vaginam, warna merah segar
2. Bagian terbawah
janin belum masuk panggul
3. Adanya kelainan
letak janin
4. Tidak disertai
gejala nyeri (tanda khas plasenta previa)
5. Pada pemeriksaan
jalan lahir teraba jaringan plasenta (lunak)
6. Dapat disertai
gawat janin sampai kematian janin, tergantung beratnya.
E. Diagnosa dan Gambaran
Klinis Plasenta Previa
1. Anamnesis
v perdarahan setelah
kehamilan 28 minggu
v sifat perdarahannya
tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri (painless) dan berulang (recurrent).
2. Inspeksi
v dapat dilihat perdarahan
yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, darah beku, dsb.
v kalau sudah berdarah
banyak, maka ibu kelihatan pucat/anemis.
3. Palpasi abdomen
v janin yang belum cukup
bulan, fundus uteri masih rendah
v sering dijumpai
kesalahan letak janin
v bagian terbawah janin
belum turun
v dapat dirasakan suatu
bantalan di SBR
4. Pemeriksaan inspekulo
Dengan
memakai speculum secara hati-hati, dilihat dari mana asal perdarahan, apakah
dari uterus, kelainan serviks, vaginam, varices pecah, dll
5. Pemeriksaan
radioisotope
v Plasentogravi jaringan
lunak (soft tissue placentografi) oleh Stevenson 1934 yaitu membuat foto dengan
sinar rotgen lemah untuk mencoba melokalisir plasenta
v Citogravi : mula-mula
kandung kemih dikosongkan, lalu dimasukkan 40 cc larutan NaCl 12,5%, kepala
janin ditekan kearah PAP lalu dibuat foto. Bila jarak kepala dan kandung kemih
berselisih lebih dari 1 cm, terdapat kemungkinan plasenta previa.
v Plasentogravi indirect,
yaitu membuat foto seri lateral dan anteroposterior yaitu ibu dalam posisi
berdiri atau duduk setengah berdiri
v Arteiogravi: dengan
memasukkan zat kontras ke dalam arteri femoralis. Karena plasenta sangat kaya
akan pembuluh darah, maka ia akan banyak menyerap zat kontras ini akan terlihat
dalam foto dan juga lokasinya.
v Amniogravi: dengan
memasukkan zat kontras ke dalam rongga amnion, lalu dilihat foto dan dimana
terdapat daerah kosong (di luar janin) di dalam rongga rahim
6. Ultrasonogravi
F. Pengaruh Plasenta
Previa Terhadap Kehamilan
1. bagian terbawah
janin tidak terfiksir ke dalam PAP
2. terjadi
kesalahan letak janin
3. partus
prematurus karena adanya rangsangan koagulum darah pada serviks.
G. Pengaruh Plasenta Previa
Terhadap Partus
1. letak janin yang
tidak normal menyebabkan partus akan menjadi patologik
2. bila pada
plasenta previa lateralis, ketuban pecah dapat terjadi prolaps funikulli
3. sering dijumpai
inersia primer
4. perdarahan
H. Komplikasi Plasenta
Previa
1. prolaps tali
pusat
2. prolaps plasenta
3. plasenta melekat
4. perdarahan
postpartum
5. infeksi karena
perdaraha yang banyak
6. bayi
premature/lahir mati
I. Penatalaksanaan
1. Pada perdarahan
pertama, prinsipnya, jika usia kehamilan belum optimal, kehamilan masih dapat
dipertahankan karena perdarahan pertama umumnya tidak berat dan dapat berhenti
dengan sendirinya. Pasien harus dirawat dengan istirahat baring total
dirumah sakit, dengan persiapan transfuse darah dan operasi sewaktu-waktu. Akan
tetapi jika pada perdarahan pertama itu telah dilakukan pemeriksaan dalam/
vaginal touch, kemungkinan besar akan terjadi perdarahan yang lebih berat
sehingga harus diterminasi
2. Cara persalinan
Factor-faktor yang menentukan sikap/tindakan
persalinan mana yang akan dipilih:
a. jenis plasenta previa
b. banyaknya perdarahan
c. KU ibu
d. Keadaan janin
e. Pembukaan jalan lahir
f. Paritas
g. Fasilitas rumah sakit
2. Retensio
Plasenta
A. Pengertian
Retensio plasenta adalah apabila plasenta
belum lahir setangah jam setelah janin lahir(Winkjosastro, 2010 ).
Retensio plasenta adalah
belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam. Keadaan ini dapat
diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah
lepas sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio
plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan
terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta.
(Manuaba (2006:176).
Berdasarkan pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa retensio plasenta ialah plasenta yang belum
lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, keadaan ini dapat diikuti
perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas
sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera.
v Jenis-jenis retensio
plasenta:
a.
Plasenta Adhesive : Implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
b.
Plasenta Akreta : Implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium.
c.
Plasenta Inkreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
d.
Plasenta Prekreta : Implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan serosa dinding uterus hingga ke peritonium
e.
Plasenta Inkarserata : Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri. (Sarwono, Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal, 2002:178).
Perdarahan hanya terjadi
pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim.
Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang telah
lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali
pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih
dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual.
Retensio plasenta (Placental
Retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah
janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya
bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum
dini (Early Postpartum Hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat (Late
Postpartum Hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca
persalinan.
B. Prognosis
Tergantung
penanganan perdarahan.
C. Etiologi atau Penyebab
Menurut Wiknjosastro (2007) sebab retensio
plasenta dibagi menjadi 2 golongan ialah sebab fungsional dan sebab
patologi anatomik.
1. Sebab fungsional
a.
His yang kurang kuat (sebab utama)
b.
Tempat melekatnya yang kurang menguntungkan (contoh : di sudut
tuba)
c.
Ukuran plasenta terlalu kecil
d.
Lingkaran kontriksi pada bagian bawah perut.
2. Sebab patologi
anatomik (perlekatan plasenta yang abnormal)
Plasenta belum terlepas
dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat
perlekatannya :
a.
Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium
lebih dalam.
b.
Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua endometrium sampai ke miometrium.
c.
Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai
ke serosa.
d.
Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau
peritoneum dinding rahim.
D. Tanda Dan Gejala
Gejala
|
Akreta Parsial
|
Inkarserata
|
Akreta
|
Konsistensi uterus
|
Kenyal
|
Keras
|
Cukup
|
Tinggi fundus
|
Sepusat
|
2 jari bawah pusat
|
Sepusat
|
Bentuk uterus
|
Discoid
|
Agak globuler
|
Discoid
|
Perdarahan
|
Sedang – banyak
|
Sedang
|
Sedikit / tidak ada
|
Tali pusat
|
Terjulur sebagian
|
Terjulur
|
Tidak terjulur
|
Ostium uteri
|
Terbuka
|
Konstriksi
|
Terbuka
|
Pelepasan plasenta
|
Lepas sebagian
|
Sudah lepas
|
Melekat seluruhnya
|
Syok
|
Sering
|
Jarang
|
Jarang sekali, kecuali
akibat inversion oleh tarikan kuat pada tali pusat
|
E. Akibat
Dapat
menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi
placenta
inkarserata, dapat terjadi polip placenta dan terjadi degenarasi ganas
koriokarsinoma.
3. Preeklampsia
Ringan
A. Pengertian Preeklamsi
Ringan
Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda
hipertensi, proteinuria dan edema yang timbul karena
kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 pada
kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa (Ilmu kebidanan,
2008).
Preeklamsi adalah
kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang
terdiri dari hipertensi, proteinuria dan edema, ibu tersebut tidak menunjukan
tanda- tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya (Muchtar R.,
1998).
Preeklamsi ringan adalah
timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema setelah umur kehamilan
20 minggu atau segera setelah persalinan (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiharjo, Fak UI Jakarta, 1998).
B. Etiologi
Penyebab preeklamsi dan
eklamsi secara pasti belum di ketahui. Teori yang banyak di kemukakan sebagai
penyebabnya adalah iskemia plasenta atau kurangnya sirkulasi O2 ke plasenta.
Faktor
predisposisi atau terjadinya preeklamsia dan eklampsia,
antara lain:
1. Usia ekstrim ( 35 th)
Resiko terjadinya
Preeklampsia meningkat seiring dengan peningkatan usia (peningkatan resiko 1,3
per 5 tahun peningkatan usia) dan dengan interval antar kehamilan (1,5 per 5
tahun interval antara kehamilan pertama dan kedua). Resiko terjadinya
Preeklampsia pada wanita usia belasan terutama adalah karena lebih singkatnya.
Sedang pada wanita usia lanjut terutama karena makin tua usia makin berkurang
kemampuannya dalam mengatasi terjadinya respon inflamasi sistemik dan stress regangan
hemodinamik.
2. Riwayat Preeklampsia
pada kehamilan sebelumnya
riwayat Preeklampsia
pada kehamilan sebelumnya memberikan resiko sebesar 13,1 % untuk terjadinya
Preeklampsia pada kehamilan kedua dengan partner yang sama.
3. Riwayat keluarga
yang mengalami Preeklampsia
eklampsia dan
Preeklampsia memiliki kecenderungan untuk diturunkan secara familial.
4. Penyakit yang
mendasari yaitu:
a.
Hipertensi kronis dan penyakit ginjal
b.
Obesitas,resistensi insulin dan diabetes
c.
Gangguan thrombofilik
d.
Faktor eksogen: Merokok, Stress, tekanan psikososial yang
berhubungan dengan pekerjaan, latihan fisik,Infeksi saluran kemih.
C. Klasifikasi Preeklamsi
Meliputi:
1. Preeklamsi
ringan
Tekanan
darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mm Hg dengan interval pemeriksaan 6 Jam dan diastoliknya
90-110 mm Hg 2 pengukuran berjarak 4 jam dan tanda lain proteinuria ++
2. Preeklamsi Berat
Tekanan diastoliknya
> 110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu dan tanda lain
proteinuria +++, oliguria, pandangan kabur nyeri abdoment dan edema paru.
3. Eklamsi
Kejang, tekanan
diastolik > 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu proteinuria > ++ , koma
dan gejalanya sama denga preeklamsi berat
D. Patofisiologi
Pre-eklamsi ringan
jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh karena itu,
sebagian besar pemeriksaaan anatomik patologik berasal dari penderita eklampsi
yang meninggal. Pada penyelidikan akhir-akhir ini dengan biopsi hati dan ginjal
ternyata bahwa perubahan anatomi-patologik pada alat-alat itu pada pre-eklamsi
tidak banyak berbeda dari pada ditemukakan pada eklamsi. Perlu dikemukakan
disini bahwa tidak ada perubahan histopatologik khas pada pre-eklamsi dan
eklamsi. Perdarahan, infark, nerkosis ditemukan dalam berbagai alat tubuh.
E. Gambaran klinik
preeklamsi
1. Gejala subjektif
Pada Preeklampsia didapatkan sakit kepala di
daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah
epigastrium, mual atau muntah-muntah karena perdarahan subkapsuer spasme
areriol. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada Preeklampsia yang meningkat
dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan
meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik
yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg dan
diastolic 15 mmHg atautekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan
darah pada Preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai
kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikarda,
takipnu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati,
hiperefleksia, perdarahan otak.
F. Pengobatan
untuk preeklamsia ringan
1. Istirahat total
( bed-rest )
Menyarankan
untuk berbaring pada sisi kiri saat beristirahat.halini akan meningkatkan
aliran darah dan mengurangi beban pembuluh darah besar.
2. Pemeriksaan hamil
Bila terjadi perubahan
perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ketempat pemeriksaan dan sering
melakukan pemeriksaan sebelum kelahiran. Tujuan kunjungan adalah deteksi dini
sehingga tidak perlu dirawat dan kondisi ibu-anak baik pada akhirnya.
c. Mengurangi makan
garam apabila berat badan bertambah atau edema.
d. Minum 8 gelas
air per hari
e. Mencegah kenaikan
peningkatan tekanan darah (berlanjut menjadi pre eklampsi berat),dengan
memberikan obat Nefidipin 1 tablet sublingual 500 ml grm Sedativa
ringan : Phenobarbital 3 x30mg.
G. Cara
mencegah preeklamsia
Sampai
saat ini, tidak ada cara pasti untuk mencegah preeklamsia. Ada faktor-faktor yang
dapat penyebab terjadinya tekanan darah tinggi yang dapat dikontrol, ada juga
yang tidak. Ikuti instruksi dokter mengenai diet dan olahraga diantaranya:
1. Gunakan sedikit garam atau
sama sekali tanpa garam pada makanan anda
2. Minum 6-8 gelas air
sehari
3. Jangan banyak makan
makanan yang digoreng dan junkfood
4. Olahraga yang cukup
Angkat kaki beberapa kali dalam sehari
5. Hindari minum alkohol
6. Hindari minuman yang
mengandung kafein Dokter mungkin akan menyarankan untuk minum obat dan makan
suplemen tambahan.
4. Preeklampsia
Berat
A. Pengertian
preeklamsia berat
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20
minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia adalah preeklampsia yang
disertai kejang dan atau koma yang timbul akibat kelainan neurologi.
Preeklampsia adalah
sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri
dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya
muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih.
Preeklampsia adalah
penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul
karena kehamilan.
Preeklampsi berat adalah
suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110
mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai udema pada kehamilan 20
minggu atau lebih.
Preeklamsia berat adalah
suatu komplikasi kehamilan yang di tandai dengan timbulnya hipertensi 160/110
mmHg atau lebih di sertai proteiuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu
atau lebih.
B. Preeklamsi berat
Tujuan penatalaksanaan
pada preeklamsi berat adalah mencegah konvulsi, mengontrol tekanan darah
maternal, dan menentukan persalinan. Persalinan merupakan terapi definitif jika
preeklamsi berat terjadi di atas 36 minggu atau terdapat tanda paru janin sudah
matang atau terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi persalinan sebelum usia
kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke rumah sakit besar untuk mendapatkan NICU
yang baik.
Pada preeklamsi berat,
perjalanan penyakit dapat memburuk dengan progresif sehingga menyebabkan
pemburukan pada ibu dan janin. Oleh karena itu persalinan segera
direkomendasikan tanpa memperhatikan usia kehamilan. Persalinan segera
diindikasikan bila terdapat gejala impending eklamsi,
disfungsi multiorgan, atau gawat janin atau ketika preeklamsi terjadi sesudah
usia kehamilan 34 minggu. Pada kehamilan muda, bagaimana pun juga, penundaan
terminasi kehamilan dengan pengawasan ketat dilakukan untuk meningkatkan
keselamatan neonatal dan menurunkan morbiditas neonatal jangka pendek dan
jangka panjang.
Pada 3 penelitian klinis
baru-baru ini, penatalaksanaan secara konservatif pada wanita dengan preeklamsi
berat yang belum aterm dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas neonatal.
Namun, karena hanya 116 wanita yang menjalani terapi konservatif pada
penelitian ini dan karena terapi seperti itu mengundang risiko bagi ibu dan
janin, penatalaksanaan konservatif hanya dikerjakan pada pusat neonatal kelas 3
dan melaksanakan observasi bagi ibu dan janin. Semua wanita dengan usia
kehamilan 40 minggu yang menderita preeklamsi ringan harus memulai persalinan.
Pada usia kehamilan 38 minggu, wanita dengan preeklamsi ringan dan keadaan
serviks yang sesuai harus diinduksi. Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34
minggu dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin sebaiknya
diberi kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu yang
menderita preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Jika usia kehamilan < 23
minggu, pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi kehamilan.
Tujuan obyektif utama
penatalaksanaan wanita dengan preeklamsi berat adalah mencegah terjadinya
komplikasi serebral seperti ensefalopati dan perdarahan. Ibu hamil harus
diberikan magnesium sulfat dalam waktu 24 jam setelah diagnosis dibuat. Tekanan
darah dikontrol dengan medikasi dan pemberian kortikosteroid untuk pematangan
paru janin. Batasan terapi biasanya bertumpu pada tekanan diastolik 110 mmHg
atau lebih tinggi. Beberapa ahli menganjurkan mulai terapi pada tekanan diastolik
105 mmHg , sedangkan yang lainnya menggunakan batasan tekanan arteri rata-rata
> 125 mmHg. Tujuan dari terapi adalah menjaga tekanan arteri rata-rata
dibawah 126 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 105 mmHg) dan tekanan
diastolik < 105 mmHg (tetapi tidak lebih rendah dari 90 mmHg). Terapi
inisial pilihan pada wanita dengan preeklamsi berat selama peripartum adalah
hidralazin secara IV dosis 5 mg bolus. Dosis tersebut dapat diulangi bila perlu
setiap 20 menit sampai total 20 mg. Bila dengan dosis tersebut hidralazin tidak
menghasilkan perbaikan yang diinginkan, atau jika ibu mengalami efek samping
seperti takikardi, sakit kepala, atau mual, labetalol (20 mg IV) atau nifedipin
(10 mg oral) dapat diberikan. Akan tetapi adanya efek fetal distres terhadap
terapi dengan hidralazin, beberapa peneliti merekomendasikan penggunaan obat
lain dalam terapi preeklamsi berat. Pada 9 penelitian acak yang membandingkan
hidralazin dengan obat lain, hanya satu penelitian yang menyebutkan efek
samping dan kegagalan terapi lebih sering didapatkan pada hidralazin.
Bila ditemukan masalah
setelah persalinan dalam mengontrol hipertensi berat dan jika hidralazin intra
vena telah diberikan berulang kali pada awal puerperium, maka regimen obat lain
dapat digunakan. Setelah pengukuran tekanan darah mendekati normal, maka
pemberian hidralazin dihentikan. Jika hipertensi kembali muncul pada wanita
post partum, labetalol oral atau diuretik thiazide dapat diberikan selama masih
diperlukan.
Pemberian cairan infus
dianjurkan ringer laktat sebanyak 60-125 ml perjam kecuali terdapat kehilangan
cairan lewat muntah, diare, diaforesis, atau kehilangan darah selama
persalinan. Oliguri merupakan hal yang biasa terjadi pada preeklamsi dan
eklamsi dikarenakan pembuluh darah maternal mengalami konstriksi (vasospasme)
sehingga pemberian cairan dapat lebih banyak. Pengontrolan perlu dilakukan
secara rasional karena pada wanita eklamsi telah ada cairan ekstraselular yang
banyak yang tidak terbagi dengan benar antara cairan intravaskular dan ekstravaskular.
Infus dengan cairan yang banyak dapat menambah hebat maldistribusi cairan
tersebut sehingga meninggikan risiko terjadinya edema pulmonal atau edema otak.
Pada masa lalu, anestesi
dengan cara epidural dan spinal dihindarkan pada wanita dengan preeklamsi dan
eklamsi. Pertimbangan utama karena adanya hipotensi yang ditimbulkan akibat
blokade simpatis. Ada juga pertimbangan lain yaitu pada keamanan janin karena
blokade simpatis dapat menimbulkan ipotensi dan menurunkan perfusi plasenta.
Ketika teknik analgesi telah mengalami kemajuan beberapa dekade ini, analgesi
epidural digunakan untuk memperbaiki vasospasme dan menurunkan tekanan darah
pada wanita penderita preeklamsi berat. Selain itu, klinisi yang lebih
menyenangi anestesi epidural menyatakan bahwa pada anestesi umum dapat terjadi
penigkatan tekanan darah tiba-tiba akibat stimulasi oleh intubasi trakea dan
dapat menyebabkan edema pulmonal, edema serebral dan perdarahan intrakranial.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wallace dan kawan-kawan menunjukkan bahwa
penggunaan anestesi baik metode anestesi umum maupun regional dapat digunakan
pada persalinan dengan cara seksio sesarea pada wanita preeklamsi berat jika
langkah-langkah dilakukan dengan pertimbangan yang hati-hati. Walaupun anestesi
epidural dapat menurunkan tekanan darah, telah dibuktikan bahwa tidak ada
keuntungan signifikan dalam mencegah hipertensi setelah persalinan. Kesimpulan
yang dapat ditarik adalah anestesi epidural aman digunakan selama persalinan
pada wanita dengan hipertensi dalam kehamilan, tetapi bukan merupakan terapi
terhadap hipertensi.
Indikasi persalinan pada preeklamsi dibagi
menjadi 2, yaitu :
a. Indikasi ibu
v Usia kehamilan ≥ 38
minggu
v Hitung trombosit <
100.000 sel/mm3
v Kerusakan progresif
fungsi hepar
v Kerusakan progresif
fungsi ginjal
v Suspek solusio plasenta
v Nyeri kepala hebat
persisten atau gangguan penglihatan
v Nyeri epigastrium hebat
persisiten, nausea atau muntah
b. Indikasi janin
v IUGR berat
v Hasil tes kesejahteraan
janin yang non reassuring
v Oligohidramnion.
C. Analisis Preeklampsia
Berat
Angka kematian ibu di
Kabupaten Kendal dari tahun 2002 adalah 108 per 100.000 kelahiran hidup. Pada
tahun 2004 mengalami kenaikan yang cukup tinggi yaitu 162 per 100.000 kelahiran
hidup. Angka ini bila dibandingkan dengan angka di Jawa Tengan tahun 2003 masih
dibawahnya yaitu 248 per 100.000 kelahiran hidup. Dari angka kematian tersebut
salah satunya adalah dikarenakan pre-eklamsi berat. analitik dengan menggunakan
case-control study dengan pendekatan retrospektif. Sebagai Populasi adalah
ibu-ibu primigravida yang melahirkan di RS Dokter Soewondo Kendal. Sampel
diambil dengan purposif sampling. Yaitu 49 kasus dan 49 responden sebagai
kontrol. Dengan menggunakan analisa Xª diperoleh hasil ada hubungan faktor usia
kehamilan ibu, riwayat pre-eklapsia sebelumnya, riwayat penyakti ginjal dan
hipertensi dengan kejadian pre-eklamsia berat selain itu ada hubungan yang
significan antara kepatuhan ibu hamil primigravida dalam melaksanakan nasehat
yang diberikan oleh tenaga kesehatan dengan kejadian Pre-Eklampsia Berat.
Dengan melihat data dan
fakta yang ada, seperti kasus kehamilan / persalinan eklampsia di Rumah Sakit
yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan kasus kehamilan/persalinan yang
lain, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian pre-eklampsia/ eklampsia
di RS Dr. H. Soewondo Kendal.
Angka kematian ibu di
Kabupaten Kendal dari tahun 2002 adalah 108 per 100.000 kelahiran hidup. Pada
tahun 2004 mengalami kenaikan yang cukup tinggi yaitu 162 per 100.000 kelahiran
hidup. Angka ini bila dibandingkan dengan angka di Jawa Tengan tahun 2003 masih
dibawahnya yaitu 248 per 100.000 kelahiran hidup. Dari angka kematian tersebut
salah satunya adalah dikarenakan pre-eklamsi berat.
Beberapa kasus
memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang kehamilan. Pada stadium
akhir yang disebut eklampsia, pasien akan mengalami kejang. Jika eklampsia
tidak ditangani secara cepat akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian
karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan
otak.
Dari hasil pendataan di
RS Soewondo Kendal tahun 2005 jumlah pasien persalinan sebanyak 773 orang
dengan kasus tertinggi adalah pre-eklamsi sebanyak 58 orang, perdarahan post
partum 44 orang, abortus iminen 12 orang, abortus incomplitus 53 orang dan
retensio placenta sebanyak 32 orang, sedangkan kematian sebanyak 4 orang
diantaranya disebabkan oleh eklampsia.
A. Gejala-gejala
Hipertensi biasanya
timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila peningkatan tekanan darah tercatat
pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester pertama atau kedua awal, ini
mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita hipertensi kronik. Tetapi bila
tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga,
mungkin penderita menderita preeklampsia.
Peningkatan tekanan
sistolik sekurang-kurangnya 30 mm Hg, atau peningkatan tekanan diastolik
sekurang-kurangnya 15 mm Hg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya
140 mmHg, atau tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mm Hg atau lebih atau
dengan kenaikan 20 mm Hg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnose.
Edema ialah penimbunan
cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan tubuh, dan biasanya dapat
diketahui dari kenaikan berat badan serta penbengkakan pada kaki, jari-jari
tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka. Edema pretibial
yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa
berarti untuk penentuan diagnosa preeklampsia.
Kenaikan berat badan ½
kg setiap minggu dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila kenaikan 1
kg seminggu beberapa kali atau 3 kg dalam dalam sebulan pre-eklampsia harus
dicurigai Atau bila terjadi pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap
minggu pada akhir kehamilan mungkin merupakan tanda preeklampsia. Tambah berat
yang sekonyongkonyong ini disebabkan retensi air dalam jaringan dan kemudian
nampak oedema nampak dan edema tidak hilang dengan istirahat. Hal ini perlu
menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-eklampsia. Disamping adanya
gejala yang nampak diatas pada keadaan yang lebih lanjut timbul gejala-gejala
subyektif yang membawa pasien ke dokter.
Gejala subyektif
tersebut ialah:
Sakit kepala yang keras
karena vasospasmus atau oedema otak, sakit di ulu hati karena regangan selaput
hati oleh haemorrhagia atau edema, atau sakit kerena perubahan pada lambung,
gangguan penglihatan: Penglihatan menjadi kabur malahan kadang-kadang pasien
buta. Gangguan ini disebabkan vasospasmus, edema atau ablatio retinae.
Perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoscop.
B. Faktor-faktor yang
mempengaruhi
1. Faktor
predosposisi
Wanita hamil cenderung
dan mudah mengalami pre-eklampsia biala mempunyai faktor-faktor predisposing
adalah primigravida, Kehamilan ganda, Usia < 20 atau > 35 th, Riwayat
pre-eklampsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya, Riwayat dalam keluarga pernah
menderita pre-eklampsia, penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang
sudah ada sebelum kehamilan, obesitas.
2. Faktor usia
Faktor usia berpengaruh
terhadap terjadinya preeklampsia/ eklampsia. Usia wanita remaja pada kehamilan
pertama atau nulipara umur belasan tahun dan manita hamil yang berusia diatas
35 tahun. Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada
kehamilan, 3 – 8 persen pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan
trimester kedua.
Catatan statistik
menunjukkan dari seluruh incidence dunia, dari 5%-8% preeklampsia dari semua
kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan olehprimigravidae. Faktor yang
mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.
3. Faktor sosial ekonomi
:
Meskipun Chesley (1974)
tidak sependapat, beberapa ahli menyimpulkan bahwa wanita dengan keadaan sosial
ekonomi yang lebih baik akan lebih jarang menderita preeklampsia, bahkan
setelah faktor ras turut dipertimbangkan. Tanpa mempedulikan hal tersebut,
preeklampsia yang diderita oleh wanita dari kelaruga mampu tetap saja bisa
menjadi berat dan membahayakan nyawa seperti halnya eklampsia yang diderita
wanita remaja di daerah kumuh. Status sosial mempunyai risiko yang sama, tetapi
kelompok masyarakat yang miskin biasanya tidak mampu untuk membiayai perawatan
kesehatan sebagai mana mestinya. Bahkan orang miskin tidak percaya dan tidak
mau menggunakan fasilitas pelayanan medis walupun tersedia.
4. Faktor genetika
Terdapat bukti bahwa
pre-eklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia eklampsia Atau
mempunyai riwayat pre-eklampsia/eklampsia dalam keluarga.
5. Faktor ras dan genetik
merupakan unsur yang penting karena mendukung
insiden hipertensi kronis uang mendasari. Kehamilan pada 5.622 nulipara yang
melahirkan di Rumah Sakit Parkland dalam tahun 1986, dan 18% wanita kulit
putih, 20% wanita Hispanik serta 22% wanita kulit hitam menderita hipertensi
yang memperberat kehamilan (Cuningham dan Leveno, 1997). Separuh lebih dari
multipara dengan hipertensi juga mendrita proteinuria dan karena menderita
superimposed preeclampsia.
6. Riwayat
hipertensi, kegemukan dan stres.
Salah satu faktor
predisposi terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia adalah adanya riwayat
hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi sebelumnya, atau
hipertensi esensial. Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam
darah juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang
berada dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka makin gemuk seorang makin
banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat
pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga dapat menyumbangkan terjadinya
preeklampsia.
Dari hasil penelitian
dapat disimpulah sebagai berikut:
a.
Tidak ada hubungan antara status bekerja dengan tidak bekerja
untuk kejadian pre-eklamsia berat.
b.
Kehamilan diatas usia 35 tahun sangat memungkinkan terjadi
preeklamsia berat di banding kehamilan pada usia 20-35 tahun serta kehamilan
dengan usia < 20 tahun.
c.
Tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan kejadian
preeklampsia berat.
d.
Ada hubungan antara riwayat pre-eklampsia sebelumnya dengan
kejadian kehamilan dengan pre-eklampsia berat.
e.
Ada hubungan antara riwayat penyakit ginjal dan hipertensi dengan
kejadian ibu hamil dengan pre-eklampsia berat.
f.
Ada hubungan antara kwalitas pelayanan perawatan kehamilan dengan
kejadian Kehamilan dengan Pre-Eklampsia Berat.
g.
Ada hubungan yang significan antara kepatuhan ibu hamil
primigravida dalam melaksanakan nasehat yang diberikan oleh tenaga kesehatan
dengan kejadian Pre-Eklampsia Berat.
5. Eklamsia
A. Pengertian
Eklampsi dalam bahasa yunani ialah
“halilintar” karena serangan kejang-kejang timbul tiba-tiba seperti petir.
Eklampsi merupakan kondisi lanjutan dari
preeklampsi yang tidak teratasi dengan baik. Selain mengalami gejala
preeklampsi eklampsi merupakan penyakit akut dengan kejang dan demam dalam
wanita hamil dan wanita nifas, disertai dengan hipertensi, odem, protein urine
positif, eklampsi juga dapat menyebabkan koma atau bahkan kematian baik
sebelum, saat atau setelah melahirkan.
B. Etiologi
Eklampsi
Tidak ada kehamilan tanpa risiko.
Pembagiannya, risiko rendah dan risiko tinggi. Eklampsia merupakan komplikasi
yang berat dan mengancam nyawa seseorang. Tanda-tanda serangan eklampsia ada
tapi perubahannya sangat cepat dan ditandai dengan adanya kejang. “Sebelum
kejang, ada tanda. Misalnya, ketegangan di daerah otot muka. Tetapi, itu
terjadi sekian detik sebelum kejang yang sifatnya kaku dan lemas.
Sebagian besar eklampsia
adalah lanjutan perburukan, ada yang berat, ada juga yang ringan. Eklampsia
merupakan kumpulan gejala, yang utama tekanan darah tinggi dan adanya protein
dalam urin. Pada eklampsia ringan, tekanan darah 140/90 s.d. <
160/110 dan kadar protein semikuantitatif positif 2; eklampsia berat, tekanan
darah > 160/110 dan kadar protein semikuantitatif lebih dari positif 2.
“Lebih dari positif dua berarti kebocoran protein lebih banyak dan itu
menunjukkan tingkat kebocoran ginjal lebih parah dibandingkan eklampsia
ringan,”
Eklampsia
selalu terjadi pada ibu hamil. Kalau terjadi darah tinggi di luar kehamilan,
bukan disebut eklampsia tapi hipertensi atau penyakit lain seperti nefrotik
syndrom. “Karena, penyebab eklampsia adalah kehamilan itu sendiri,” Jika
ibu hamil mengalami darah tinggi sebelum umur kehamilan 20 minggu disebut
hipertensi dan kemungkinan ia menderita hipertensi sebelum hamil. Tetapi, kalau
mengalami darah tinggi pada usia kehamilan minimal 20 minggu atau lebih,
kemungkinan eklampsia,”
Ada
teori yang mengatakan, eklampsia disebabkan karena kekurangan nutrisi. Pada kelompok ibu-ibu
yang mengalami kekurangan nutrisi, kasus meningkat lebih tinggi. Tetapi
lagi-lagi, tidak semua ibu yang kekurangan nutrisi mengalami eklampsia. Bahkan,
ada juga ibu-ibu dengan asupan nutrisi memadai, namun mengalami eklampsia.
Kasus eklampsia juga
banyak terjadi pada ibu-ibu dengan kehamilan pertama dibandingkan ibu pada
kehamilan kedua atau ketiga. Hal itu diduga karena pengaruh sperma.
“Masalahnya, sperma dianggap benda asing. Sistem imun ibu bekerja untuk
melawannya,” Karena itu, dianjurkan pada pasangan yang baru menikah menunda
kehamilan enam bulan atau satu tahun agar tubuh ibu mengenal sperma ayah.
“Selain itu kan ada manfaat lain, bisa saling mengenal kepribadian, membangun
kebersamaan, dan mempersiapkan finansial keluarga yang baik lebih dulu,”
Selain itu, banyak kasus
preeklampsia terjadi pada wanita berusia muda dan hamil pada usia terlalu tua.
Misalnya, hamil di bawah usia 20 tahun atau di atas 35 tahun. Pada usai muda,
sistem imun tubuh belum bagus, sedangkan pada usia terlalu tua, penyakit mulai
muncul seperti pembuluh darah mulai menyempit, kelainan metabolik, diabetes,
gangguan ginjal, hipertensi. “Ini menyebabkan risiko pada ibu dan janin.
Eklampsia sangat membahayakan’’
Eklampsia
bisa dicegah. Peluang terjadinya eklampsia meningkat pada orang yang memunyai
kelainan pembuluh darah menetap, punya penyakit hipertensi kronis, penyakit
diabetes, kelainan pada ginjal, penyakit trombopili, atau pada kehamilan kembar
dan kehamilan anggur. “Karena ari-ari pada bayi kembar akan lebih besar
daripada kehamilan tunggal. Makin besar plasenta, makin besar peluang akar-akar
plasenta rusak,”
Meski
demikian, pasien yang tidak memunyai riwayat ini juga bisa mengalami eklampsia.
“Kita tak pernah tahu seseorang mengalami suatu kelainan atau tidak jika mereka
tidak pernah memeriksakan diri sebelumnya. Yang penting, siapkan kondisi ibu
baik fisik, mental, sosial dan ekonomi, edukasi yang baik, pengetahuan yang
cukup sehingga melalui kehamilan dengan baik,” katanya menganjurkan. Jika
mengalami eklampsia, segera ditangani dengan benar agar dapat memberikan proses
penyembuhan yang lebih baik.
C. Klasifikasi
dan Macam-macam Eklampsi
KlasifikasiMenurut saat terjadinya eklampsia
kita mengenal istilah:
1)
Eklampsia ante partum ialah eklampsi yang terjadi sebelum persalinan
(paling sering setelah 20 minggu kehamilan)
2)
Eklampsia intrapartum ialah eklampsia sewaktu persalinan.
3)
Eklampsia postpartum, eklampsia setelah persalinan.
D. Tanda dan Gejala
Eklampsi.
1. Gejala klinis
Eklamsi adalah sebagai berikut:
v Terjadi pada kehamilan
20 minggu atau lebih
v Terdapat tanda-tanda pre
eklamsi ( hipertensi, edema, proteinuri, sakit kepala yang berat, penglihatan
kabur, nyeri ulu hati, kegelisahan atu hiperefleksi)
v Kejang-kejang atau koma
2. Kejang dalam
eklamsi ada 4 tingkat, meliputi:
a.
Tingkat awal atau aura (invasi). Berlangsung 30-35 detik, mata
terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong) kelopak mata dan tangan
bergetar, kepala diputar kekanan dan kekiri.
b. Stadium kejang
tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku tangan menggenggam dan kaki membengkok kedalam, pernafasan berhenti muka mulai kelihatan sianosis, lodah dapat trgigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku tangan menggenggam dan kaki membengkok kedalam, pernafasan berhenti muka mulai kelihatan sianosis, lodah dapat trgigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.
c. Stadium kejang
klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik mafas seperti mendengkur.
Semua otot berkontraksi dan berulang ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik mafas seperti mendengkur.
d. Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma.
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma.
E. Komplikasi.
Pada Ibu:
1. CVA ( Cerebro Vascular
Accident )
2. Edema paru
3. Gagal ginjal
4. Gagal hepar
5. Gangguan fungsi
adrenal
6. DIC ( Dissemined
Intrevasculer Coagulopaathy )
7. Payah jantung.
8. Lidah tergigit
(kejang)
9. Merangsang
persalinan
10. Gangguan pernafasan.
Pada Anak :
1. Prematuritas
2. Gawat janin
3. IUGR
(Intra.Uterine Growth Retardation)
4. Kematianjanin
dalam rahim.
F. Faktor
predisposisi
Primigravida, kehamilan ganda,
diabetes melitus, hipertensi essensial kronik, mola hidatidosa, hidrops fetalis,
bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita preeklampsia atau eklamsia,
riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, lebih sering
dijumpai pada penderita preeklampsia dan eklampsia.
G. Organ-organ
yang mengalami perubahan akibat eklampsi.
1. Otak
Pada eklampsi, resistensi
pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema yang
terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus,
bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
2. Plasenta
dan rahim.
Aliran darah menurun ke plasenta
dan menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin
dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada penyakit eklampsi
sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsangan,
sehingga terjadi paertus prematurus.
3. Ginjal.
Filtrasi glomelurus berkurang
oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini menyebabakan filtrasi natrium
melalui glomelurus menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air.
Filtasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaaan
lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.
4. Paru-paru
Kematian ibu dalam masalah
eklampsi lebih sering disebabkan oleh edema paru yang meninbulkan drkompensasi
kordis. Bisa pula karena terjadinya aspirasi pnemonia, atau abses paru.
5. edema paru :
a. (Kardio genik)
Hipertensi > peningkatan afterload > payah jantung ventrikel kiri >
darah kembali ke pulmo > hipertensi pulmo > edema paru.
b. Nonkardiogenik) sel
endotel pembuluh darah kapiler rusak > pengeluaran trobomboksan >
hipertensi > permebialaitas kapiler paru turun > edema.
6. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasem
pembuluh darah. Bila terdapat hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya
eklampsi atau preeklampsi berat. Pada eklampsi ablasio retina yang disebabkan
edema intra-olu;er dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi
kehamilan. Gejala lain yang menandakan adanya eklampsi adalah ditemukanya
skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini desebabkan oleh adanya perubahan
pembulah darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.
7. Keseimbangan air
dan elektrolit.
Pada preeklampsii berat dan eklampsi , kadar
gula darah naik sementara, asam laktat dan asam organic lainya naik, sehingga
cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang.
Setelah konvulsi selesai, zat-zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium
yang lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk natrium bikarbonat.
Dengan demikian cadangan alkali dapat kembali pulih normal.
Oleh beberapa penulis
atau ahli kadar asam urat dalam darah dipakai untuk menentukan arah preeklamsi
menjadi baik atau tidak selesai setelah diberikan penanganan.
H. Pencegahan
Mencegah timbulnya eklampsi jauh lebih penting
dari mengobatinya, karena sekai ibu mendapat serangan, maka prognosis akan jauh
lebih buruk. Pada umumnya eklampsi dapat dicegah atau frekuensinya dapat
diturunkan. Upaya-upaya untuk menurunkannya adalah dengan:
a.
Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklampsi
bukanlah suatu penyakit kemasukan (magis), seperti banyak disangka oleh
masyarakat awam.
b.
Meningkatkan jumlah poliklinik (balai) pemeriksaan ibu hamil serta
mengusahakan agar semua ibu hamil memeriksakan kehamilannya sejak hamil muda.
c.
Pelayanan kebidanan bermutu, yaitu pada tiap-tiap pemeriksaan
kehamilan diamati tanda-tansa preeklampsi dan mengobatinya sedini mungkin.
I. Penatalaksaan
Tujuan utama pengobatan eklampsi adalah
menghentikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya
dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengijinkan.
Pengawasan dan perawatan
yang intensif sangat penting bagi penanganan penderita eklampsi, sehingga ia
harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke rumah sakit diperlukan obat
penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya kejang, penderita dalam ha
ini dapat diberi diazepam 20 mg 1 M. selain itu, penderita harus disertai oleh
seorang tenaga yang terampil dalam resusitasi dan yang dapat mencegah
terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejang.
Tujuan pertama pengobatan eklampsi adalah menghentikan kejangan,
mengurangi vasovasmus, dan meningkatkan dieresis. Pertolongan yang perlu
diperhatikan jika timbul kejang ialah mempertahankan jalan pernafasan bebas,
menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita
tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan lagi yang
selanjutnya.
Prinsip penatalaksanaan :
1. Penderita eklampsi harus
dirawat inap di rumah sakit.
2. Pengangkutan ke rumah sakit.
Sebelum dikirim, berikan
obat penenang untuk mencegah serangan kejang-kejang selama dalam perjalanan,
yaitu pethidin 100 mg atau luminal 200 mg
atau morfin 10 mg.
3. Tujuan perawatan di rumah
sakit ialah menghentikan konvulsi, mengurangi vasospasme, meningkatkan
dieresis, mencegah infeksi, memberikan pengobatan yang cepat dan tepat, serta
melakukan terminasi kehamilan setelah 4 jam serangan kejang yang terakhir,
dengan tidak memperhitungkan tuanya kehamilan.
4. Sesampainya di rumah
sakit, pertolongan pertama adalah :
a.
Membersihkan dan melapangkan jalan pernapasan.
b.
Menghindarkan lidah tergigit dengan mennberikan tough spatel.
c.
Pemberian
oksigen
d.
Pemasangan infuse dektrosa atauglukosa 10%,20%,40%.
e.
Menjaga agar jangan sampai terjadi trauma, serta dipasang kateter
tetap(dauer catheter).
5. Observasi
penderita
Observasi penderita dilakukan di dalam kamar
isolasi yang tenag, dengan lampu redup(tidak terang), jauh dari kebisingan dan
rangsangan . kemudian dibuat catatan setiap 30 menit berisi tensi, nadi,
respirasi, suhu badan. Reflex, dan dieresis. Bila memungkinkan dilakukan
funduskopi sekalli sehari. Juga dicatat tingkat kesadaran danjumlah kejang yang
terjadi. Pemberiaan cairan disesuaikan dengan jumlah dieresis, pada umumnya 2
liter dalam 24 jam. Kadar protein urin diperiksa dalam 24 jam kuantatif.
6. Regim-regim pengobatan
:
a.
Regim sufas magnesikus.
Kegunaan MgSO4 adalah
untuk mengurangi kepekaan syaraf pust agar dapat mencegah konvulsi, menurunkan
tekanan darah, menambah deuresis, kecuali bila ada anuria, dan untuk menurunkan
pernafasan yang cepat.
Dosis inisial yang
diberikan ialah 8 g dalam larutan 40 % secara IM ; selanjutnya tiap 6 jam 4 g,
dengan syarat, refleks patella masih (+), pernafasan 16 / lebih per menit,
diuresis harus melebihi 600 ml / hari ; selain IM, sulfas magnesicus dapat
diberikan secara intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4 g 40% MgSO4
dalam larutan 10 ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8 g IM dan selalu
disediakan kalsium glukonas 1 g dalam 10 ml sebagai antidotum.
b.
Regim sodium pentotal.
Kerja pentotal sodium adalah untuk
menghentikan kejang dengan segera. Obat ini hanya diberikan di rumah sakit,
karena cukup berbahaya, dapat menghentikan nafas (apnea). Dosis inisial
suntikan intravena perlahan-lahan sodium pentotal 2,5% adalah sebanyak 0,2-0,3
gr. Dengan infus secara tetes (drips) .
c.
Regim valium (diazepam).
Dengan dosis 40 mg dalam 500 cc glukosa
10% dengan tetesan 30 tetes per menit. Seterusnya diberikan setiap 2 jam 10 mg
dalam infuse atau suntikan i.m, sampai tidak ada kejang. Obat ini cukup aman.
d.
Regim litik koktil (lytic cocktail)
Pethidin (100 mg) + chlorpromazine(50 mg) + promezathin (50 mg),
dilarutkan dalam glukosa 5 % 500 ml dan diberikan secara infus IV. Jumlah
tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi
dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan
sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.
e.
Regim stroganoff
Lama pengobatan ini adalah 19 jam, cara ini sekarang sudah jarang
dipakai.
7. Pemberian
antibiotika
Untuk mencegah infeksi diberikan antibiotika
dosis tinggi setiap hari yaitu penisilin prokain 1.2-2,4 juta satuan.
8. Penanganan
obtetrik
Langkah-langkah yang
dapat diambil adalah :
a)
Apabila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri
persalinan pervaginam dipenuhi maka dilakukan persalinan tindakan dengan trauma
yang minimal.
b)
Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif langsung dilakukan
amniotomi selanjutnya diikuti sesuai dengan kurva dari Friedman, bila ada
kemacetan dilakukan seksio sesar.
c)
Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vacuum atau forceps.
Bila janin mati dilakukan embriotomi.
d) Bila serviks masih
tertutup dan lancip (pada primi),serta kepala janin masih tinggi atau ada kesan
terdapat disproporsi sefalovelvik, atau ada indikasi obstetric lainnya,
sebaiknya dilakukan seksio sesarea(bila janin hidup). Anastesi yang dipakai
local atau umum dikonsultasikan dengan ahli anestesi.
e)
Selain itu tindakan seksio sesar dikerjakan pada keadaan-keadaan:
6. Intrauterine
Fetal Death
A. Pengertian
Intra
Uterin Fetal Death (IUFD) adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum terjadi
proses persalinan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau BB janin lebih
dari 1000 gram. ( Kamus istilah kebidanan).
Kematian janin dalam
kandungan adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam
kandungan. KJDK / IUFD sering dijumpai baik pada kehamilan dibawah 20 minggu /
sesudah 20 minggu.
IUFD adalah kematian
janin dalam intrauteri dengan BB janin 500 gram atau lebih / janin pada umur
kehamilan sekurang-kurangnya 20 minggu.
Kematian janin dalam
kandungan / IUFD adalah kehamilan yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari
20 minggu dimana janin sudah mencapai ukuran 500 gram atau lebih.
Kehamilan janin dalam
rahim (IUFD) adalah kematian janin setelah 20 minggu kehamilan tetapi sebelum
permulaan persalinan.
B. Etiologi
1. Perdarahan;
plasenta previa dan solusio placenta
2. Pre
eklampsi dan eklampsi
3. Penyakit-penyakit
kelainan darah
4. Penyakit-penyakit
infeksi dan penyakit menular
5. Penyakit-penyakit
saluran kencing; bakteriuria, peelonefritis,
6. glomerulonefritis
dan payah ginjal
7. Penyakit
endokrin; diabetes melitus, hipertiroid
8. Malnutrisi
dan sebagainya.
C. IUFD
1. Fetal, penyebab 25-40%
a)
Anomali/malformasi kongenital mayor : Neural tube defek, hidrops,
hidrosefalus, kelainan jantung congenital
b)
Kelainan kromosom termasuk penyakit bawaan. Kematian janin akibat
kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, melalui
otopsi bayi. Jarang dilakukan pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam
kandungan. Selain biayanya mahal, juga sangat berisiko. Karena harus mengambil
air ketuban dari plasenta janin sehingga berisiko besar janin terinfeksi,
bahkan lahir prematur.
c)
Kelainan kongenital (bawaan) bayi
Yang bisa mengakibatkan
kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi cairan dalam tubuh
janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa menyebabkan
hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari banyaknya
cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan
pada paru-parunya.
d) Janin yang hiperaktif
Gerakan janin yang
berlebihan apalagi hanya pada satu arah saja- bisa mengakibatkan tali pusat
yang menghubungkan ibu dengan janin terpelintir. Akibatnya, pembuluh darah yang
mengalirkan suplai oksigen maupun nutrisi melalui plasenta ke janin akan
tersumbat. Tak hanya itu, tidak menutup kemungkinan tali pusat tersebut bisa
membentuk tali simpul yang mengakibatkan janin menjadi sulit bergerak. Hingga
saat ini kondisi tali pusat terpelintir atau tersimpul tidak bisa terdeteksi.
Sehingga, perlu diwaspadai bilamana ada gejala yang tidak biasa saat hamil.
e)
Infeksi janin oleh bakteri dan virus.
2. Placental, penyebab
25-35%
a. Abruption
b. Kerusakan tali pusat
c. Infark plasenta
d. Infeksi plasenta dan selaput ketuban
e. Intrapartum asphyxia
f. Plasenta Previa
g. Twin to twin transfusion S
h. Chrioamnionitis
i. Perdarahan janin ke ibu
j. Solusio plasenta.
3. Maternal,
penyebab 5-10%
a. Antiphospholipid
antibody
b. DM
c.
Hipertensi
d. Trauma
e.
Abnormal labor
f.
Sepsis
g. Acidosis/
Hypoxia
h. Ruptur
uterus
i. Postterm
pregnancy
j. Obat-obat
k. Thrombophilia
l. Cyanotic heart disease
m. Epilepsy
n. Anemia berat
o. Kehamilan
lewat waktu (postterm)
Kehamilan lebih dari 42 minggu.
Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami penuaan sehingga
fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen.
Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan
dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui
USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung
ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan cara
diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan akhir
kehamilan melalui USG.
D. Patofisiologi
Janin bisa juga mati di dalam kandungan (IUD)
karena beberapa factor antara lain gangguan gizi dan anemia dalam kehamilan,hal
tersebut menjadi berbahaya karena suplai makanan yang di konsumsi ibu tidak
mencukupi kebutuhan janin. Sehingga pertumbuhan janin terhambat dan dapat
mengakibatkan kematian. Begitu pula dengan anemia, karena anemia adalah
kejadian kekurangan FE maka jika ibu kekurangan Fe dampak pada janin adalah
irefersibel. Kerja organ – organ maupu aliran darah janin tidak seimbang dengan
pertumbuh janin ( IUGR).
E. Patologi
Janin yang meninggal intra uterin biasanya
lahir dalam kondisi maserasi. Kulitnya mengelupas dan terdapat bintik-bintik
merah kecoklatan oleh karena absorbsi pigmen darah. Seluruh tubuhnya lemah atau
lunak dan tidak bertekstur. Tulang kranialnya sudah longgar dan dapat
digerakkan dengan sangat mudah satu dengn yang lainnya. Cairan amnion dan
cairan yang ada dalam rongga mengandung pigmen darah. Maserasi dapat terjadi
cepat dan meningkat dalam waktu 24 jam dari kematian janin. Dengan kata lain,
patologi yang terjadi pada IUFD dapat terjadi perubahan-perubahan sebagai
berikut:
a. Rigor mortis
(tegang mati)
Berlangsung
2 ½ jam setelah mati, kemudian janin menjadi lemas sekali.
b. Stadium maserasi
I
Timbul
lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh-lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih kemudian
menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah janin mati.
c. Stadium
maserasi II
Lepuh-lepuh
pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. Terjadi setelah 48 jam
janin mati.
d. Stadium
maserasi III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati.
Badan janin sangat lemas dan hubungan antar tulang sangat longgar. Terdapat
edema di bawah kulit.
F. Penegakkan
diagnosis
a. Anamnesis
Ibu tidak merasakan gerakan jnin dalam beberapa
hari atau gerakan janin sangat Berkurang. Ibu merasakan perutnya bertambah
besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan
b. tidak
seperti biasanya.
1. Ibu
belakangan ini merasa perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti
mau melahirkan.
2. Penurunan
berat badan
3. Perubahan
pada payudara atau nafsu makan
c. Pemeriksaan
Fisik
v Inspeksi
1. Tidak
kelhiatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu
yang kurus
2. Penurunan
atau terhentinya peningkatan bobot berat badan ibu
3. Terhentinya
perubahan payudara
v Palpasi
Tinggi fundus uteri lebih rendah dari
seharusnya tua kehamilan ; tdak teraba gerakan-gerakan janin. Dengan palpasi
yang teliti dapat dirasakan adanya krepitasi pada tulang kepala janin.
v Auskultasi
Baik memakai stetoskop monoral maupun
doptone tidak akan terdengan denyut jantung janin.
7. Ruptur
Perineum
A. Pengertian
Ruptur
Perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan
maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi
pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat.
Robekan perineum terjadi pada hampir semua primipara (Winkjosastro,2005).
Ruptur perineum adalah
robekan yang terjadi pada perineum yang biasanya disebabkan oleh trauma saat
persalinan (Maemunah, 2005).
Robekan perineum terjadi pada
hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya (Prawirohardjo,2007).
B. Faktor-faktor
yang mempengaruhi sehingga terjadi robekan
1. Faktor Predisposisi
Faktor penyebab ruptur
perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor janin, dan faktor persalinan
pervaginam. Diantara faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai beriut :
a. Faktor Ibu
v Paritas
Menurut panduan Pusdiknakes 2003, paritas
adalah jumlah kehamilan yang mampu menghasilkan janin hidup di luar
rahim (lebih dari 28 minggu). Paritas menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu
yang telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan, tanpa mengingat
jumlah anaknya (Oxorn, 2003). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia paritas
adalah keadaan kelahiran atau partus. Pada primipara robekan perineum hampir
selalu terjadi dan tidak jarang berulang pada persalinan berikutnya (Sarwono,
2005).
v Meneran
Secara fisiologis ibu akan merasakan
dorongan untuk meneran bila pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah
terjadi. Ibu harus di dukung untuk meneran dengan benar pada saat ia merasakan
dorongan dan memang ingin mengejang (Jhonson, 2004). Ibu mungkin merasa dapat
meneran secara lebih efektif pada posisi tertentu (JHPIEGO, 2005). Beberapa
cara yang dapat dilakukan dalam memimpin ibu bersalin melakukan meneran untuk
mencegah terjadinya ruptur perineum, diantaranya :
1. Menganjurkan ibu untuk
meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya selama kontraksi.
2. Tidak menganjurkan ibu
untuk menahan nafas pada saat meneran.
3. Mungkin ibu akan
merasa lebih mudah untuk meneran jika ibu berbaring miring atau setengah duduk,
menarik lutut ke arah ibu, dan menempelkan dagu ke dada.
4. Menganjurkan ibu untuk tidak mengangkat
bokong saat meneran.
5. Tidak melakukan
dorongan pada fundus untuk membantu kelahiran bayi. Dorongan ini dapat
meningkatkan resiko distosia bahu dan ruptur uteri.
6. Pencegahan
ruptur perineum dapat dilakukan saat bayi dilahirkan terutama saat kelahiran
kepala dan bahu.
2. Faktor
Janin
v Berat Badan Bayi Baru
lahir
Makrosomia adalah berat janin pada waktu
lahir lebih dari 4000 gram (Rayburn, 2001). Makrosomia disertai dengan
meningkatnya resiko trauma persalinan melalui vagina seperti distosia bahu,
kerusakan fleksus brakialis, patah tulang klavikula, dan kerusakan jaringan
lunak pada ibu seperti laserasi jalan lahir dan robekan pada perineum (Rayburn,
2001).
v Presentasi
Menurut kamus kedokteran, presentasi
adalah letak hubungan sumbu memanjang janin dengan sumbu memanjang panggul ibu
(Dorland,1998). Presentasi digunakan untuk menentukan bagian yang ada di bagian
bawah rahim yang dijumpai pada palpasi atau pada pemeriksaan dalam.
Macam-macam presentasi
dapat dibedakan menjadi presentasi muka, presentasi dahi, dan presentasi
bokong.
a. Presentasi Muka
Presentasi muka atau
presentasi dahi letak janin memanjang, sikap extensi sempurna dengan diameter
pada waktu masuk panggul atau diameter submento bregmatika sebesar 9,5 cm.
Bagian terendahnya adalah bagian antara glabella dan dagu, sedang pada
presentasi dahi bagian terendahnya antara glabella dan bregma (Oxorn, 2003).
Sekitar 70% presentasi muka adalah dengan dagu di depan dan 30% posisi dagu di
belakang.
Keadaan yang menghambat
masuknya kepala dalam sikap flexi dapat menjadi penyebab pesentasi muka. Sikap
ekstensi memiliki hubungan dengan diproporsi kepala panggul dan merupakan
kombinasi yang serius, maka harus diperhitungkan kemungkinan panggul yang kecil
atau kepala yang besar. Presentasi muka menyebabkan persalinan lebih lama
dibanding presentasi kepala dengan UUK (Ubun-ubun Kecil) di depan, karena muka
merupakan pembuka servik yang jelek dan sikap ekstensi kurang menguntungkan.
Penundaan terjadi di
pintu atas panggul, tetapi setelah persalinan lebih maju semuanya akan berjalan
lancar. Ibu harus bekerja lebih keras, lebih merasakan nyeri, dan menderita
lebih banyak laserasi dari pada kedudukan normal. Karena persalinan lebih lama
dan rotasi yang sukar akan menyebabkan traumatik pada ibu maupun anaknya.
b. Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah
sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal ini berlawanan dengan presentasi muka
yang ekstensinya sempurna. Bagian terendahnya adalah daerah diantara margo
orbitalis dengan bregma dengan penunjukknya adalah dahi. Diameter bagian
terendah adalah diameter verticomentalis sebesar 13,5 cm, merupakan diameter
antero posterior kepala janin yang terpanjang (Oxorn, 2003).
Presentasi dahi primer
yang terjadi sebelum persalinan mulai jarang dijumpai, kebanyakan adalah
skunder yakni terjadi setelah persalinan dimulai. Bersifat sementara dan
kemudian kepala fleksi menjadi presentasi belakang kepala atau ekstensi menjadi
presentasi muka. Proses lewatnya dahi melalui panggul lebih lambat, lebih
berat, dan lebih traumatik pada ibu dibanding dengan presentasi lain. Robekan
perineum tidak dapat dihindari dan dapat meluas atas sampai fornices vagina atau
rektum, karena besarnya diameter yang harus melewati PBP (Pintu Bawah Panggul).
c. Presentasi Bokong
Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan dalam
polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah dengan penunjuknya adalah
sacrum. Berdasarkan posisi janin, presentasi bokong dapat dibedakan menjadi
empat macam yaitu presentasi bokong sempurna, presentasi bokong murni,
presentasi bokong kaki, dan presentasi bokong lutut (Oxorn, 2003). Kesulitan
pada persalinan bokong adalah terdapat peningkatan resiko maternal.
Manipulasi secara manual
pada jalan lahir akan meningkatkan resiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat
intra uteri, khususnya dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau
persalinan setelah coming head lewat servik yang belum berdilatasi lengkap,
dapat mengakibatkan ruptur uteri, laserasi serviks, ataupun keduanya. Tindakan
manipulasi tersebut dapat pula menyebabkan robekan perineum yang lebih dalam
(Cunningham, 2005).
3. Faktor
Persalinan Pervaginam
v Vakum ekstrasi
Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan
bantuan persalinan, janin dilahirkan dengan ekstrasi menggunakan tekanan
negatif dengan alat vacum yang dipasang di kepalanya (Mansjoer, 2002). Waktu
yang diperlukan untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik relatif lebih lama
daripada forsep (lebih dari 10 menit). Cara ini tidak dapat dipakai untuk
melahirkan anak dengan fetal distress (gawat janin). Komplikasi yang dapat
terjadi pada ibu adalah robekan pada serviks uteri dan robekan pada vagina dan
ruptur perineum. (Oxorn, 2003).
v Ekstrasi Cunam/Forsep
Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu
persalinan buatan, janin dilahirkan dengan cunam yang dipasang di kepala janin
(Mansjoer, 2002). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu karena tindakan
ekstrasi forsep antara lain ruptur uteri, robekan portio, vagina, ruptur
perineum, syok, perdarahan post partum, pecahnya varices vagina (Oxorn, 2003).
v Embriotomi
Embriotomi adalah prosedur penyelesaian
persalinan dengan jalan melakukan pengurangan volume atau merubah struktur organ
tertentu pada bayi dengan tujuan untuk memberi peluang yang lebih besar untuk
melahirkan keseluruhan tubuh bayi tersebut (Syaifudin, 2002). Komplikasi yang
mungkin terjadi atara lain perlukaan vagina, perlukaan vulva, ruptur perineum
yang luas bila perforator meleset karena tidak ditekan tegak lurus pada kepala
janin atau karena tulang yang terlepas saat sendok tidak dipasang pada muka
janin, serta cedera saluran kemih/cerna, atonia uteri dan infeksi ( Mansjoer,
2002).
v Persalinan Presipitatus
Persalinan presipitatus adalah persalinan
yang berlangsung sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan
oleh abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlau kuat, atau pada
keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada saat his
sehingga ibu tidak menyadari adanya proses persalinan yang sangat kuat
(Cunningham, 2005). Sehingga sering petugas belum siap untuk menolong
persalinan dan ibu mengejan kuat tidak terkontrol, kepala janin terjadi
defleksi terlalu cepat. Keadaan ini akan memperbesar kemungkinan ruptur
perineum (Mochtar, 1998). Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008)
laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu
dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat
dan tidak terkendali.
4. Faktor Penolong
Persalinan
Penolong persalinan adalah seseorang yang
mampu dan berwenang dalam memberikan asuhan persalinan. Pimpinan persalinan
yang salah merupakan salah satu penyebab terjadinya ruptur perineum, sehingga
sangat diperlukan kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang tepat
dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah
laserasi.
C. Klasifikasi Ruptur
Perineum
Menurut buku Acuan
Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat ruptur perineum dapat dibagi menjadi
empat derajat, yaitu :
1. Ruptur perineum derajat
satu, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah:
a. Mukosa Vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perineum
2. Ruptur perineum
derajat dua, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
a. Mukosa Vagina
b. Komisura posterior
c. Kulit perineum
d. Otot perineum
3. Ruptur perineum derajat
tiga, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :
a. Sebagaimana ruptur derajat dua
b. Otot sfingter ani
4. Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami
robekan adalah :
a. Sebagaimana ruptur derajat tiga
b. Dinding depan rectum
D. Bahaya dan
Komplikasi Ruptur Perineum
1. Perdarahan
pada ruptur perineum dapat menjadi hebat khususnya pada ruptur derajat dua dan
tiga atau jika ruptur meluas ke samping atau naik ke vulva mengenai clitoris.
2. Laserasi
perineum dapat dengan mudah terkontaminasi feses karena dekat dengan anus.
Infeksi juga dapat menjadi sebab luka tidak segera menyatu sehingga timbul
jaringan parut.
1. Kesimpulan
Bidan harus dapat mendeteksi sedini mungkin
terhadap tanda-tanda bahaya pada ibu hamil yang mungkin akan terjadi, karena
setiap wanita hamil tersebut beresiko mengalami komplikasi. Yang sudah barang
tentu juga memerlukan kerjasama dari para ibu-ibu dan keluarganya, yang dimana
jika tanda-tanda bahaya ini tidak dilaporkan atau tidak terdeteksi, dapat
mengakibatkan kematian ibu.
Tanda-tanda bahaya yang
harus diwaspadai selama kehamilan antara lain:Perdarahan, pervaginam,Sakit
kepala yang hebat, Penglihatan kabur,Bengkak pada muka dan
tangan, Keluar cairan pervaginam, Nyeri/ sakit
perut yang hebat,Gerakan janin tidak terasa.
Tanda-tanda bahaya pada
kehamilan adalah tanda-tanda yang terjadi pada seorang Ibu hamil yang merupakan
suatu pertanda telah terjadinya suatu masalah yang serius pada Ibu atau janin
yang dikandungnya. Tanda-tanda bahaya ini dapat terjadi pada awal kehamilan
(hamil muda) atau pada pertengahan atau pada akhir kehamilan (hamil tua).
2. Saran
1. Bagi
mahasiswa:
Diharapkan makalah ini
dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan pelayanan kebidanan dan
dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Bagi
petugas kesehatan
Diharapkan dengan makalah
ini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang kebidanan
sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health education untuk
mencegah infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Varney. 1997. Varney’s Midwifevery.
Bennet, V.R. Brown, L.K .1993. Myles text book
for midwives
Pusdiknakes : WHO: JHPIEGO. 2001. Buku asuhan
antenatal.
Saifuddin , Abdul Bari, dkk. 2002. Panduan
praktis pela
Tidak ada komentar:
Posting Komentar